Bab 15: Keberanian Menyapa Masa Depan
Sulis duduk termenung di atas batu besar yang menghadap ke laut. Ia merasakan angin sepoi-sepoi menyapu wajahnya dan membelai rambutnya yang tergerai. Ahad yang cerah membuat suasana di pantai terasa begitu damai. Di sebelahnya, Ahmad duduk dengan senyuman mengembang, seperti seorang pemenang di dunia ini.
Sulis: (menatap Ahmad) Ahmad, aku benar-benar takjub dengan perjalananmu selama ini. Kamu begitu berani mengejar impianmu dan tidak pernah ragu untuk berjuang.
Ahmad: (tersenyum rendah) Terima kasih, Sulis. Tapi, tahu tidak? Aku juga takut menghadapi begitu banyak hal.
Sulis: (tersenyum kecut) Serius? Tapi kamu tampak begitu percaya diri, tidak ada yang menunjukkan kalau kamu pernah takut.
Ahmad: (tersenyum lembut) Sulis, keberanian bukan berarti tidak takut. Keberanian adalah tentang mampu menghadapinya, meski takut menggelayut di dalam diri. Tidak ada manusia yang terlahir tanpa rasa takut, tapi kita bisa menghadapinya dengan kepala tegak, tetap berlari menggapai impian kita.
Sulis: Aku mengerti apa yang kamu katakan. Aku masih merasa takut menghadapi masa depan, terutama jika harus berpisah dengan orang-orang tercinta.
Ahmad: (menatap Sulis penuh kelembutan) Sulis, keberanian tidak hanya tentang berani melangkah, tetapi juga berani merelakan. Menjalani hidup ini, ada saatnya kita harus melepaskan apa yang paling kita cintai demi kebahagiaan mereka. Percayalah, masa depanmu memiliki banyak lembaran harapan yang menanti, dan kamu harus menyapanya dengan kepala tegak.
Sulis: (menghela nafas dalam) Yah, mungkin kamu benar. Aku tidak boleh membiarkan rasa takut menghantui hatiku. Aku harus berani menghadapi masa depanku, meski penuh ketidakpastian.
Ahmad: (menggenggam tangan Sulis perlahan) Kamu pasti mampu, Sulis. Kamu memiliki semua kebaikan dan keberanian di dalam dirimu. Percaya pada impianmu dan jangan biarkan rasa takut menghalanginya.
Sulis: Terima kasih, Ahmad. Aku sangat beruntung memiliki sahabat seperti kamu yang selalu memberikan dukungan dan inspirasi.
Ahmad: (tersenyum tulus) Perjalanan hidup ini tidak bisa kita lalui sendiri, Sulis. Kita butuh orang-orang tercinta untuk mendampingi, memberikan dorongan, dan saling menguatkan. Aku sangat bersyukur bisa menjalani ini bersama kamu.
Sulis: Aku juga bersyukur ada kamu di sisi. Aku akan berjuang, menghadapi takutku, dan menyapu setiap lembaran harapan masa depan. Aku percaya, kita akan menemui kebahagiaan di ujung perjalanan kita.
Ahmad: (tersenyum lembut) Bersama-sama, Sulis. Mari kita sapa masa depan dengan keteguhan hati dan keberanian tanpa batas.
Dialog di atas menggambarkan ketulusan perasaan antara Sulis dan Ahmad dalam mendukung satu sama lain untuk menghadapi masa depan dengan penuh keberanian. Mereka saling meyakinkan bahwa takut adalah hal yang wajar, tetapi kemampuan untuk menghadapinya dengan tegar adalah kunci untuk mencapai impian dan kebahagiaan yang diinginkan.
Setelah mengetahui bahwa rencana mereka untuk memadukan Mawar dan Ridwan gagal, Sulis dan Ahmad merasa sedih dan kecewa. Mereka tahu betapa pentingnya hubungan Mawar dengan Ridwan bagi kemajuan kehidupan Mawar dan juga kesempatan untuk melanjutkan studinya di luar kota. Sulis pun akhirnya berani menghadapi Mawar dan merasa perlu memberikan penjelasan.
Mereka bertiga duduk di sudut taman dekat sekolah mereka. Sulis terlihat gugup, tapi tetap berusaha menenangkan dirinya. "Mawar," ucapnya dengan lembut, "aku mau minta maaf karena rencana kita tadi tidak berhasil. Aku hanya ingin kebaikan untukmu, tapi ternyata takdir berkata lain."
Mawar yang sedang menatap jauh ke depan, memalingkan wajahnya ke arah Sulis. Air mata masih terselip di matanya, tapi rasa penasaran membuatnya ingin mendengar penjelasan Sulis. "Kenapa, Sulis? Kenapa mereka tidak cocok?" tanyanya dengan suara parau.
Ahmad yang duduk di samping Sulis, turut merasa terpanggil untuk memberikan penjelasan. "Ridwan itu pria yang baik, benar-benar baik hati. Tapi, sayangnya dia masih belum siap untuk memiliki hubungan ernest dan serius seperti yang Kamu harapkan," ujarnya dengan pelan.
Sulis menambahkan, "Dia masih terlalu terikat dengan tanggung jawabnya kepada keluarganya. Dia terlalu khawatir jika hubungan itu akan mengganggu pendidikan dan masa depannya. Ridwan takut dia tidak bisa memberikan yang terbaik untuk kamu."
Mawar terdiam sejenak, menyerap semua informasi yang baru saja didengarnya. Dia merasa kaget karena semua waktu yang dia habiskan bersama Ridwan hanyalah sia-sia. Dia merasa sedih karena cinta pertamanya telah berakhir sebelum benar-benar dimulai.
"Tapi, kenapa kalian tidak memberi tahuku sejak awal?" desis Mawar dengan sedih. "Bukankah persahabatan kita juga didasari oleh kejujuran?"
Ahmad mengangguk mengerti, "Kami menyesal telah menyembunyikan ini darimu, Mawar. Kami khawatir kamu akan terlalu terikat dengan Ridwan dan kemudian hancur ketika tiba-tiba dia pergi. Kami ingin melindungi mu."
"Mungkin benar seperti yang kamu katakan. Tapi, aku bisa memutuskan sendiri apa yang terbaik untukku, Sulis dan Ahmad. Aku ingin mendengar dan merasakan sendiri kebenaran dari Ridwan," ucap Mawar dengan mantap.
Sulis dan Ahmad saling pandang, lalu Sulis menggenggam tangan Mawar. "Kami ada untukmu, Mawar. Kami akan mendukungmu dalam setiap keputusan yang kamu ambil," ucap Sulis sambil tersenyum.
Mawar tersenyum kecil, merasa bersyukur memiliki sahabat sebaik Sulis dan Ahmad. Meskipun kecewa dengan akhir cerita cintanya, dia berjanji untuk tetap tegar dan mencari kebahagiaan di tempat lain. Dan dengan dukungan dari kedua sahabatnya, Mawar menghadapi masa depan dengan keberanian dan harapan yang baru.
Mereka tiga berjalan bersama meninggalkan taman sekolah, siap menghadapi apa pun yang datang. Meskipun cerita mereka tidak berakhir dengan cinta seperti yang mereka harapkan, tapi mereka tahu masih ada banyak lembaran kehidupan lain yang siap untuk mereka tulis bersama. Kesempatan untuk meraih impian masih ada di depan mata, dan mereka semua merasa optimis bahwa penantian mereka akan berbuah manis kelak.
Sulis dan Ahmad duduk berdampingan di bangku perpustakaan sekolah mereka. Mereka sedang mengerjakan tugas bahasa Indonesia yang terkait dengan novel yang sedang mereka baca, "Lembaran Harapan". Novel tersebut menceritakan tentang perjuangan seorang anak yatim piatu bernama Rizky dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.
Sulis mengangkat kepalanya dari buku dan memandang Ahmad dengan wajah cemas. "Ahmad, aku merasa sedih sekali membaca tentang nasib Rizky dalam novel ini. Dia harus hidup tanpa orang tua dan harus berjuang sendiri untuk mencapai mimpinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi yatim piatu seperti dia."
Ahmad merasakan kegelisahan yang sama seperti Sulis. Dia tahu bahwa sebagai anak panti asuhan, Rizky harus berjuang lebih keras untuk meraih impian-impian kecilnya. Namun, Ahmad memiliki satu perbedaan yang jelas dengan Rizky. "Sulis, meskipun kita tidak memiliki orang tua yang lengkap, kita punya satu sama lain. Kita bisa saling mendukung dan menjadi keluarga satu sama lain."
Sulis tersenyum lembut mendengar perkataan Ahmad. "Ya, Ahmad, kamu benar. Kita adalah keluarga di dalam hati. Kita memiliki impian dan ambisi kita sendiri, dan aku yakin kita bisa mewujudkannya asalkan kita saling mendukung dan berkarya bersama."
Ahmad merasa semangat Sulis menjadi pendorong baginya. Dia yakin bahwa dengan daya juang dan semangat belajar mereka, mereka akan bisa meraih cita-cita mereka dan mengubah nasib mereka sendiri. "Kamu tahu, Sulis, Rizky mungkin telah kehilangan segalanya, tetapi dia tidak pernah kehilangan harapan. Dia terus berusaha dan percaya bahwa masa depannya akan lebih baik. Itulah yang harus kita ambil dari novel ini."
Sulis menganggukkan kepala setuju. "Kamu benar, Ahmad. Harapan adalah kunci untuk meraih impian kita. Kita harus terus berjuang dan mempercayai bahwa setiap masalah pasti ada solusinya. Seperti Rizky, kita harus menjadi pejuang yang tak kenal menyerah."
Mereka kembali terfokus pada tugas mereka, tetapi kali ini dengan semangat yang lebih besar. Sulis dan Ahmad berjanji satu sama lain bahwa mereka akan saling mendukung dalam menghadapi segala rintangan dan mencapai impian mereka. Mereka tahu bahwa meski mereka telah kehilangan orang tua mereka, mereka masih memiliki harapan dan satu sama lain. Dengan harapan yang kuat dan kebersamaan mereka, Sulis dan Ahmad yakin bahwa mereka dapat menjadi sukses dan meraih kehidupan yang lebih baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments