Episode 17

Gabriella berjalan lesu menghampiri meja Frida dan Irna yang segera menyeretnya agar duduk bersama mereka. Pagi ini, ia menemui Renald, memutuskan hubungannya dengan Renald. Bagusnya, semua ini karena ia belum bisa melupakan Cedric, membuatnya menjadi orang paling b*r*ngs*k yang ada di muka bumi. Memutuskan hubungan dengan laki-laki seromantis Renald, membuat laki-laki itu patah hati sudah cukup membuatnya merasa bersalah. Melihat kekecewaan Renald saat ia mengatakan keputusannya sukses membuat paginya terasa seperti neraka.

Dan sekarang, ia harus mendengar kabar gembira dari Irna yang baru saja pacaran dengan Ari?

“Wah, bagus dong.”

Baik ia maupun Frida menoleh, terkejut karena mengatakannya nyaris bersamaan. Sepertinya bukan hanya dia saja yang merasa buruk hari ini.

 “Ih, kok gitu sih reaksi kalian? Segitu nggak sukanya ya, ngeliat temennya seneng?” Irna merengut, membuat rambut bergelombangnya yang dikuncir dua itu bergerak ke sana kemari. “Kaget, dong! Kasih ucapan selamat atau apa gitu? Kok lesu banget?!”

“Nggak minat.” Gabriella membenamkan wajahnya di atas meja. Rasanya ia ingin menangis sekarang. Kenapa hidupnya berantakan sekali, sih? Ditinggal Cedric, putus dari Renald, dan harus mengejar banyak materi perkuliahan karena harus mengambil cuti waktu itu sudah banyak menguras energinya. Ditambah lagi, ia diusir dari rapat karena tidak menyimak saat rapat. Semua sudah cukup membuat mood-nya jelek. Lagipula, ia sudah tahu kalau teman sebangkunya itu suka sama Irna, mengingat Ari langsung berubah 180 derajat setelah pertemuan pertama mereka di kafe waktu itu. Sikap dingin teman sebangkunya itu perlahan mencair, dan selalu pulang lebih awal begitu jam kuliah selesai, berlari menuju gedung sebelah agar bisa menjemput Irna tepat waktu. Jelas, dia nggak kaget sama sekali, dan dia nggak berminat sama sekali untuk memberitahu sisi imut Ari pada Irna.

“Guys, tolong pengertiannya. Aku baru putus dari pacarku, nih!”

Ia mengangkat sedikit wajahnya, melihat Frida yang ikut menyandarkan kepalanya di atas meja, sama lesunya dengannya. Yah, yang ini juga nggak kaget sih. Temannya ini memang dikenal hobi gonta-ganti pacar. Sebaik apa pun laki-laki yang dekat dengan Frida itu tidak cukup memuaskan temannya ini.

“Itu sih salahmu! Alan itu husband-material banget, malah diputusin kemarin. Lagian ngapain kamu sedih? Paling juga besok bawa pacar baru.”

“Nggak segitunya juga kali.” Frida mendongak, menarik rambut Irna. “Emang aku kelihatan kayak cewek gampangan gitu?”

“Iya.” Irna tanpa ragu menjawab pertanyaan Frida dengan cepat.

“Oh, maaf deh. Situ kan baru punya pacar, pasti beda ya standarnya?”

“Apa hubungannya sih!?”

Ah, mulai lagi mereka.

“Buat kamu, yang kayak Alan itu pasti sudah lebih dari cukup.” Frida mengganti posisi duduknya, sedikit condong pada mereka dengan wajah lesu. “Tapi aku nggak ngerasa cukup. Yang namanya ideal itu kalau mereka punya aura mengintimidasi. Nah, itu baru seksi.”

Kata-kata Frida membuatnya mengernyit, tidak mengerti dengan maksud perkataan Frida.

“Oh, di sini rupanya.”

Obrolan mereka terhenti begitu seorang laki-laki berpakaian semi formal berwarna putih dengan syal hitam yang sengaja digantung di lehernya berdiri di samping meja mereka. Aura yang mengelilingi tubuh laki-laki itu segera mengaktifkan mata warlock-nya, membuatnya waspada, sampai nyaris tidak tahu lagi apakah laki-laki itu tersenyum ramah pada mereka, atau berencana membunuh mereka. Hanya melihat mata laki-laki ini saja ia yakin akan satu hal. Laki-laki dengan aura kematian yang pekat ini pasti iblis.

“Siapa di antara kalian yang bernama Gabriella?”

Laki-laki itu mencarinya? Untuk apa?

Ia menelan ludah, meraih tasnya dan bersiap-siap untuk kabur saat Frida dengan lantang langsung menunjuk ke arahnya dengan mata yang masih terpaku pada laki-laki itu. Dalam hati, ia merutuk habis-habisan temannya itu.

“Anak pintar. Ini hadiah untukmu.” Laki-laki itu mengelus kepala Frida, dan Frida tampaknya

begitu menikmatinya. Begitu melihatnya, laki-laki itu terlihat panik dan segera mendekatinya. Tangannya yang dingin itu segera menutup kedua matanya.

Gawat. Ia lupa kalau ia harus menyembunyikan kekuatan barunya.

Laki-laki itu mendekat padanya, berbisik di dekat telinganya hingga membuat telinganya geli karenanya. “Jangan sembarangan menunjukkan matamu itu, Gabriella Paradox.”

Laki-laki ini! Tahu dari mana nama panjangnya!?

Ia merasa laki-laki ini bergerak menjauh sedikit darinya, dengan tangannya yang besar itu masih menutupi kedua matanya, sementara tangan satunya menarik tangan Gabriella.

“Boleh kupinjam dia sebentar? Makasih.”

Tanpa meminta persetujuan dari kedua temannya, laki-laki itu membawanya pergi. Seluruh tubuhnya terasa sulit untuk bergerak. Rasa takut yang ia rasakan dari orang itu membuatnya tidak bisa memberontak. Dari arah mereka melangkah, sepertinya laki-laki itu membawanya ke parkiran mobil.

“Sudah aman sekarang. Nah, bisakah kamu kembalikan matamu itu seperti semula?”

Gabriella membuka matanya begitu laki-laki ini menjauhkan tangannya dari matanya, menonaktifkan kembali matanya. Laki-laki ini berdiri setengah membungkuk agar sejajar dengan tinggi badannya. Wajahnya terlihat familiar sekali. Rasanya seperti melihat Cedric, tapi dengan struktur wajah yang jauh lebih tenang dan dewasa.

“Siapa kamu?”

“Ups, lupa.” Laki-laki ini tertawa, “aku Markus, kakaknya Cedric. Ini pertama kalinya aku bertemu langsung dengan warlock setelah ratusan tahun dianggap punah.”

Kakaknya Cedric!? Untuk apa laki-laki ini datang menemuinya? Dan lagi, kenapa nama laki-laki ini adalah Markus? Kalau kakak laki-lakinya Cedric, harusnya orang ini juga iblis dong!

“Aku mau minta bantuanmu.” Senyum Markus menghilang, berganti dengan raut wajahnya yang terlihat sangat cemas. “Aku tahu adikku yang super **** itu ninggalin kamu, dan aku janji aku akan ceritakan semua yang kutahu tentang Cedric dan latar belakang keluargamu. Tapi tolong, bantu aku mencari adikku.”

“Terus apa hubungannya?” Ia meremas tali tasnya, menyembunyikan rasa takutnya pada Markus. Mendengar nama Cedric dari mulut orang lain saja sudah membuatnya kesal. Tapi ia tidak bisa mengabaikan wajah sedih Markus. Kelihatannya laki-laki ini memang membutuhkan bantuannya. Kalau tidak, untuk apa laki-laki ini mencarinya? Tapi kenapa? Ia yakin sekali kalau sihirnya itu sama sekali tidak berhubungan dengan pelacakan—seenggaknya itu yang dikatakan Cedric padanya waktu dulu melatihnya.

Sial! Kenapa ia masih saja memikirkan laki-laki b*r*ngs*k itu, sih!

“Itu masalahnya. Biasanya, aku bisa langsung mencari keberadaannya hanya dengan merasakan energi sihirnya. Yah, aku tahu nggak seharusnya aku minta tolong padamu. Keadaannya mendesak. Kalau energi sihirnya tidak bisa kurasakan, berarti ada kemungkinan kalau adikku itu sudah mati, atau berada dalam bahaya.”

“Terserah! Dia sendiri yang mutusin buat ninggalin aku! Kenapa aku mesti peduli padanya! Dia yang salah! Aku sampai harus putus sama Renald gara-gara masih mikirin dia. Terus apa urusannya sama aku?!”

Ia bisa merasakan energi sihir mengalir ke seluruh tubuhnya, mengaktifkan kembali matanya. Emosinya begitu meluap. Semua karena Cedric. Karena laki-laki keparat yang sialnya sulit untuk ia lupakan, ia harus mengakhiri hubungannya dengan Renald. Gara-gara Cedric, hidupnya hancur berantakan. Dan kakak dari laki-laki keparat ini malah seenaknya datang di hadapannya tanpa merasa bersalah, memohon padanya untuk menolongnya? Yang benar saja!

“Hentikan!! Tenangkan dirimu sekarang!”

“DIAAM!!”

Pandangannya buram. Seluruh tubuhnya kini terasa panas. Darahnya seakan mendidih. Apa ini? Kenapa kepalanya terasa sakit?

“Tolong, Gabriella.” Markus kini memanggilnya dengan nama depannya. “Sudah kubilang tadi. Aku tahu

adikku itu b*r*ngs*k, tapi tolong, kendalikan dulu emosimu. Ada banyak hal yang belum kamu ketahui dari adikku itu.”

“BERISIK!!”

Markus tidak menyerah. Tangan laki-laki ini memegang pundaknya. “Mau kuberitahu alasan kenapa adikku itu ninggalin kamu? Baik, akan kuberitahu sekarang juga. Itu demi kamu, Gadis *****! Demi kamu! Dia ingin kamu menjalani hidupmu dengan normal!”

Kata-kata Markus berhasil menenangkannya. Perlahan, energinya menyusut, kembali seperti semula. Darahnya tidak lagi mendidih, dan pandangannya kembali normal. Matanya tidak lagi aktif.

“Tadi kamu bilang apa? Demi aku?”

Markus menarik napas lega. Sepertinya laki-laki ini tidak sadar kalau tangannya yang masih memegang pundaknya itu gemetar hebat. “Sedikit lagi kamu kehilangan kontrol seperti tadi, aku terpaksa harus membunuhmu. Paham? Sekarang masuklah.”

Gabriella menelan ludah. Markus memang tidak bohong saat mengatakannya, karena ia sempat melihat mata laki-laki itu berubah menjadi hitam gelap, dengan sebilah sabit raksasa yang berdiri di belakang laki-laki itu, siap menebas leher Gabriella jika laki-laki ini memberi aba-aba untuk melakukannya. Ia mengangguk, segera masuk ke dalam mobil laki-laki ini yang ternyata ada di depan mereka—sebuah mobil Porsche tipe 911 berwarna biru.

...****************...

Markus membawanya ke dalam sebuah gedung bernuansa suram, dominan warna merah dan hitam yang begitu mengintimidasi, penuh dengan orang-orang berwajah datar seperti raga yang bergerak tanpa jiwa, berwajah pucat, dengan setelan kantor yang sama sekali tidak  meringankan suasana mencekam yang diciptakan gedung ini. Laki-laki yang berjalan di depannya dengan langkah lebar dan cepat itu bersenandung, memainkan kunci mobilnya, sama sekali tidak berniat untuk menunggunya. Markus berhenti di depan sebuah ruangan, berbalik ke arahnya, memberi isyarat dengan kepalanya, mempersilakannya untuk masuk ke ruangan itu.

“Di sini, jauh lebih aman. Stevie, tangkap!” Markus berteriak memanggil seorang wanita muda yang berdiri di depan mereka seakan sudah menunggu kehadiran mereka, bergerak sigap menangkap kunci yang dilemparkan laki-laki ini seperti anjing yang menangkap tulang yang dilempar oleh tuannya. Wajahnya pucat, sama seperti orang-orang di gedung ini, tapi setidaknya, wanita ini masih jauh lebih ramah, menyunggingkan senyum sekilas padanya sebelum berbalik menuju ruangannya yang terhubung dengan ruangan ini, menghilang dari hadapannya. Mata Gabriella memandang ke sekeliling, mengamati banyaknya koleksi antik yang tidak pernah ia lihat. Rasanya, dibandingkan dengan kantor, ruangan ini lebih terlihat seperti ruangan koleksi pribadi Markus. Setiap koleksi dilengkapi dengan tanggal mendapatkan barang itu, yang rata-rata sudah berusia ratusan tahun. Ada koleksi yang

diletakkan di lemari kaca, ada juga yang diletakkan di atas lemari dari kayu mahoni yang panjangnya sekitar lima meter, mengundang decak kagum. Tanpa sadar, ia berkeliling, mengamati setiap koleksi unik laki-laki ini. Matanya tertuju pada sapu tangan yang berada di dalam salah satu rak kaca dekat kursi tamu. Terlihat tua dan dari kainnya, kelihatannya ini bukan sapu tangan yang terbuat dari kain katun murahan. Pasti pemiliknya ini dulunya seorang bangsawan.

            18 APRIL 1886

            LEILA WELLINGTON

Entah kenapa, ia terus memandangi sapu tangan tersebut. Seakan sapu tangan ini memanggilnya agar terus memandanginya.

“Firasatmu bagus juga, Gabriella.” Ia melompat kaget begitu mengetahui Markus sudah berada di belakangnya, ikut bergumam. “Pemilik sapu tangan ini juga seorang warlock. Sama sepertimu. Tapi bukan itu yang mau kita bahas. Duduklah. Ada makanan yang ingin kamu makan?”

Ia mengikuti Markus yang sudah duduk di kursi yang menghadap ke meja kerja, menggeleng cepat. Dulu, gurunya pernah berkata padanya untuk tidak menerima makanan apa pun dari iblis. Semua makanan yang disajikan oleh iblis itu hanya ilusi. Tidak, ia tidak boleh menyentuhnya.

“Tenang. Semua karyawanku di sini dulunya manusia, jadi makanan yang kusajikan tidak seburuk pikiranmu, Gabriella. Bukan aku yang memasak soalnya.” Mata Markus kini berubah menjadi hitam pekat.

Laki-laki ini, bagaimana bisa mengetahui apa yang ia pikirkan?

“Makanan manusia itu racun buat kami.”

“Oh. Tapi Cedric bilang kakekku juga iblis. Kenapa bisa makan makanan manusia?”

Markus bergumam, mengangguk. “Maksudmu Theo? Itu kan tubuh kontraktornya yang dijadikan inang, wajar lah kalau kakekmu masih bisa seperti manusia normal. Makanan kami ada pada energi manusia. Ada beberapa ternakku di ruang bawah tanah ini yang dengan sukarela mau menjadi sumber makananku sehari-hari. Jadi aku tidak perlu berburu seperti Cedric.”

Entah kenapa, mendengar perkataan laki-laki ini membuatnya jijik. Firasatnya seperti mengatakan kalau apa yang dikatakan laki-laki ini mengarah ke hal yang berada di luar akal sehatnya.

“Reaksimu itu mirip sekali sama adikku. Sudahlah, tidak perlu dibahas lagi. Kalau tidak mau makan tidak apa-apa .” Markus menyandarkan kedua lengannya di atas kursinya.

“Yang tadi kamu bicarakan soal Cedric itu, apa benar?” Gabriella mencondongkan tubuhnya ke depan, menghadap Markus. “Kamu bilang Cedric ninggalin aku karena ingin melindungiku? Apa maksudnya?”

“Kamu pernah denger soal orangtuamu? Apa Theo dan Cedric pernah memberitahumu?”

Gabriella menggeleng. “Entah. Kakek bilang orangtuaku sudah mati.”

“Tepat. Tepat sekali.” Markus mendekatinya seraya menjentikkan jarinya. “Cara mereka

melindungimu itu salah besar. Salah, Nona. Orangtuamu—ah, sisa ayahmu saja sekarang—masih hidup. Sehat, bahkan. Dan menjadi ancaman bagi dunia iblis sekarang.”

“Nggak. Kamu pasti salah, Markus.” Gabriella mengepalkan kedua tangannya, terkejut dengan informasi yang baru saja ia dengar dari Markus. Tidak, itu tidak mungkin. Laki-laki ini pasti sedang berbohong padanya. Kakek selalu membawanya ke pemakaman orangtuanya setiap tahun. Ia tahu persis. Di atas batu nisan itu, terukir nama kedua orangtuanya yang dikuburkan di satu liang lahat. Kakek selalu mengatakan padanya kalau sampai saat terakhirnya pun, kedua orangtuanya ingin dimakamkan di satu liang lahat.

“Semua yang kukatakan itu fakta, Gabriella Paradox. Sekarang, kamu satu-satunya harapan terakhirku untuk menemukan adikku, menggunakan kemampuan pelacakan warlock.”

Tubuhnya membeku, tidak tahu mesti merespon apa.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!