Second Change
"Nape lo?" Tanya Farhan pada Gue "Kok gak bergairah gitu?"
"Biasa, baru di plorotin cewek yang baru gue tidurin semalam." Kata gue mendengus.
"Lah, kalau dah biasa napa lo sedih? Elo cinta ama cewek itu?" Farhan memesan satu tequila pada
bartender di depan kami
"Awalnya dia bilang cinta, gue kira dia beda ama cewek-cewek lain. Ternyata, sama aja. Pagi-pagi minta
transferan trus nomor gue di blokir." Gue menegak gelas ke dua brandy sampai habis
"Jangan-jangan loe maennya kasar. Pada kabur tuh cewek." Farhan akhirnya mengatakan kebenaran.
Gue akui gue gak ada lembut-lembutnya pada cewek kalau soal di ranjang. Otak gue uda gak rasional lagi buat lembut, romantis, ***** bengek. Buka musik yang selow aja gue malas. Gue suka dengar jeritan cewek-cewek yang lagi ku tunggangi. Tapi bukan berarti gue model yang S & M, Sadism and Machoisme. Gue hanya suka dengar jeritan dari padadesahan.
"Gue gak bisa lembut." gue ngaku
"Makanya pada kabor semua. Lebih nikmat ambil duit loe dari pada ngesek ma loe." Farhan tersenyum sambil
berkedip pada cewek di belakang kami.
Aku mendengus lagi. "Mungkin nasib gue gak bisa nemu cinta sejati."
"Cara bukannya gak ada bro." Kata Farhan
"IQ entek loe bisa punya cara apa?" ejekku
"IQ gue lebih tinggi dari elo, nyet." Farhan merajuk dan hendak pergi
"Eh, sorry sorry. Sebelum loe ke cewek itu, kasi tau apa ide elo tadi."
"Loe, pura-pura bangkrut, cari cewek yang selevel ama kebangkrutan Loe. Kalo cewek itu mau, berarti cinta
sejati Loe." Jelas Farhan cepat-cepat lalu ngilang di kerumunan orang-orang yang lagi dansa.
"Ide buruk. Dasar IQ jongkok." gue mendengus
Malam ini gue putuskan untuk pulang, karena gak ada mood nyari mangsa. Baru lima menit gue putuskan untuk pulang, ada aja cewek seksi pake atasan kemben hitam mengkilap dan hotpant super pendek deketin gue.
"Mas, dah mau cabut?"
"Masuk aja belon, dek." Goda Gue sambil mengelus sela-sela pahanya.
"Bermalam di mana mas? Gue ikutan bole?" rayunya
Gue paling gak tahan ama cewek yang ngomongnya to the point. Gairah gue yang tadinya lenyap, muncul lagi entah dari mana. Dasar Gue emang playboy sejati.
"Rumah elo di mana? Yang dekat sana aja. Pagi gue bangun siang, gak bisa nganter loe." Kata gue sambil merangkulnya dan mencium lehernya. Wangi parfum Dior Poison yang paling guesuka masuk dari hidung gue lalu ke sel-sel kejantanan gue. Malam ini gue akan dengar jeritan lagi. Yes.
Cewek yang bernama Chika akhirnya masuk ke BMW Gue. Beberapa menit perjalanan, Chika mulai melakukan sesuatu di bawah Gue. Sial, dia ahlinya. Gue nyalain auto drive dan menikmati dua hal sekaligus. Pemandangan malam dan di bawah Gue. Tiga menit kemudian Chika tersedak oleh cairan yang tiba-tiba meluncur ke kerongkongannya.
“Lo gila!” Chika meludah ke luar jendela “Gue mau turun!”
Gue terkekeh lalu mengeluarkan emas sepuluh gram hadiah dari Bank tadi pagi dari dompet Gue, “Masi mau turun?”
Chika mencoba berpikir sebentar sebelum akhirnya dia meraih emas itu dari tangan Gue. Gue mengambil alih mobil kesayangan Gue dan meluncur secepat kilat ke Hotel milik keluarga Gue. Gue punya dua kamar kesukaan Gue di hotel itu. Masing-masing punya jendela besar di ruang tamu dan kamar, tanpa tirai apapun. Terserah mau bilang gue punya kelainan atau istilah lain. Tapi Gue selalu suka dengan pemandangan dari ketinggian. Jendela tanpa tirai bukankah sama seperti ketika tinggal di alam terbuka? Bedanya hanya tidak perlu takut dengan hujan, badai, debu, kebisingan dan hewan liar yang mengintai dan siap di buru kapan saja.
Saat ini Chika sedang melakukan tugasnya. Sudah Gue bilang tadi, dia ahlinya. Pukul satu dini hari yang terdengar hanya nafas terengah-engah Chika. Walaupun dia ahlinya, tapi dia menemukan lawan yang cukup membuatnya ‘menderita’ malam ini.
“Bacakan nomor rekening lo.” Nafas Chika masih terengah-engah saat menyebutkan sejumlah nomor. “Lo sudah boleh pulang.”
“Jam satu dini? Lo serius?” protesnya
“Iya pulang.”
Chika mengecek handphone lalu menjerit terkesima. Sudah jelas dia terkejut karena saldo rekeningnya bertambah dua puluh juta.
“Bole minta nomor?” tanyanya sambil memakai pakaiannya
“Nomor apa? Nomor rekening? Gue gak minta cashback.”
“Nomor handphone lo.”
Gue menggeleng “Gue gak tidur dengan cewek yang sama.”
“Sombong. Tapi makasih. Gue bisa bawa bokap gue berobat.”
Sombong. Gue gak sombong. Hanya saja Gue belajar dari pengalaman. Cewek-cewek yang bermalam dengan Gue pura-pura tidur dan ketika gue sudah pulas, mereka akan membuka handphone gue dengan fingerprint gue lalu ada yang coba memecahkan sandi rekening Gue. Ada yang memindahkan saldo dari e-wallet gue. Ada yang
mengosongkan dompet gue. Ada yang melakukan penipuan melalui chatting berkedok gue butuh uang tapi tranfernya ke rekening dia. Itulah alasan Gue frustasi terhadap cewek-cewek yang tidak bisa ku jadikan pacar selain pemuas dahaga saja.
Chika sudah pulang sejak dua jam yang lalu, tapi mataku belum sedetik pun terpenjam. Padahal biasanya aku akan terlelap begitu selesai mandi. Kata-kata Farhan masih teringang-ingang sampai sekarang. Farhan sialan, dia harus bertanggung jawab.
“Nape lo Bro?” Farhan menjawab panggilan Gue dengan suara panik.
“Lo harus tanggung jawab.”
“Jadi lo gak apa-apa kan? Lo di mana?” Farhan menghela nafas.
“Biasa, di suite gue.”
“Ok. Gue mau tidur lagi.”
“Woi Lo, “ Farhan sudah memutuskan panggilan.
Gak ada yang bisa memecahkan rasa penasaran yang sesak ini selain Farhan. Kalau dia gak bisa di hubungi, mending gue langsung datangi dia. Rumah Farhan tidak jauh dari sini. Apalagi subuh-subuh begini jalanan sepi dan gue bisa sampai di rumah Farhan hanya dengan lima belas menit.
“Loh, Mas. Dengaren jam segini?” Pak Agus menghampiri jendela mobil Gue sebelum akhirnya membuka pagar.
Gue masuk ke pekarangan rumah Farhan yang di penuhi permainan anak-anak. Seluncuran, ayunan, rumah-rumahan. Tak heran, Farhan masih punya adik-adik yang masih kecil. Ya, adik-adik berarti lebih dari satu. Seingatku dua, tapi Farhan pernah mengatakan tiga atau empat. Masa bodo dengan adik-adiknya. Gue masuk ke dalam rumah Farhan. Masih gelap dan sepi. Gue naik ke lift di belakang tangga dan menekan tombol empat. Pertama rumah ini di bangun ketika kami masih di bangku SMP. Farhan memamerkan rumah dia yang punya lift, orang pertama di sekolah yang punya lift di dalam rumah. Gue sudah punya kecintaan pada ketinggian sejak SD dan ketika itu Farhan menyombongkan kamarnya di lantai empat. Dengan murah hatinya dia mengijinkan Gue nginap di kamarnya selama seminggu. Gue ingat, gue iri banget. Gak bisa lepas dari jendela kamarnya yang berukuran lima puluh kali delapan puluh. Pemandangan di kamarnya sebenarnya tidak terlalu menakjubkan. Sebagian adalah jemuran tetangga, masjid dan apartemen.
Tapi roda berputar ketika kami SMA, lampu sorot akhirnya menerangi Gue. Bokap Gue menghadiahi Nyokap Gue sebuah hotel yang kalau Lo pada dengar namanya pasti langsung bilang, “ohhh tau”. Yes, hadiah paling mewah di ulang tahun pernikahan dua puluh bokap dan nyokap Gue. Keren banget bokap Gue, sumpah. Gue gak mau ketinggalan dong. Gue minta hadiah sweet seventeen Gue, kamar paling atas di hotel nyokap itu. Jadi, saat itu gantian Gue yang murah hati meminjamkan kunci kamar itu ke Farhan yang lagi broken home. Nyokapnya meninggal karena kanker dan bokapnya ternyata sudah mendapat pengganti Nyokap Farhan. Masih muda, cantik, baik, ayu, soleha, pintar, cumlaude dan sehat. Seolah-olah ibu tirinya itu tidak punya kekurangan. Tidak seperti ibu tiri yang pada umumnya, kejam, sadis. tak berperasaan, tukang nyindir, tukang mukul, baperan, dikit-dikit curhat sosmed. Semakin sempurnanya ibu tirinya, semakin hancur hati Farhan. Dia Gue ijinkan mengurung diri selama dia mau di kamar suite termewah di hotel itu. Karena di satu lantai itu Cuma punya dua kamar. Dan dua kamar itu punya Gue.
Ok, si brengsek ini tega-teganya tidur pulas sambil ngences dan mimpi basah di saat Gue lagi kebingungan gara-gara dia. Gue mengambil handphonenya dan meletakkan di pipinya. Gue mendial panggilan ke handphonenya. Voila dia kaget.
“Sapi lo, setan. Gue kutuk lo ereksi terus.” Farhan mengutuk gue sambil melempar bantal kearah Gue. Gue tertawa sampai terguling di lantai vynilnya. “Lo kerasukan setan apa sampe menghantui gue subuh-subuh gini. Lo gak tau kalau di jam-jam segini mimpi lagi enak-enaknya? Lagi seru-serunya. Brengsek Lo.”
“Sabar bro.” Gue berusaha bangkit dan menahan tawa sambil naik ke kasurnya.
“Jadi ngapain lo?” Farhan sudah tidak begitu emosi lagi. Walau wajahnya masih cemberut parah nyaris gak di kenali.
Gue akhirnya mengutarakan pada Farhan maksud Gue datang ke rumahnya.
“Hanya demi ginian lo ganggu mimpi indah Gue.” Farhan menggaruk-garuk kepalanya yang tiba-tiba gatal. “Gue pernah berjanji mau balas budi ke elo. Gue bantu deh.”~~~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Theo Pratama
perkenalan tokoh tokoh karakter nya dong Thor sama namanya
2023-07-26
2