Hari ke enam Gue makan di rumah Lia. Gadis cantik berambut panjang hitam yang tak sengaja ku temui ketika gue lagi ikutin usul Farhan untuk main di daerah yang agak pelosok. Gitar jelek yang Gue dapat dari kamar Farhan mendukung samaran Gue. Seminggu lalu ketika Gue tak sengaja masuk ke jalan kecil yang berkelok-kelok, Gue kehausan dan melihat warung es buah. Karena kehausan, Gue masuk dan minta air putih karena ketika merogoh celana jeans robek sana sini punya Farhan yang Gue pake gak ada dompet LV gue. Sial, untuk beli es buah aja Gue gak bisa. Untung gadis yang jaga warung es baik dan langsung menyuguhkan gue air dingin dan nyawa gue
langsung terkumpul.
Gadis baik yang di depan Gue bernama Lia. Sepertinya dia punya perasaan terhadap Gue. Selama beberapa hari ini dia memasakkan makan siang yang jarang-jarang Gue temui. Hari ini Mie instan dengan aci. Pertama kalinya Gue makan mie instan. Kalau di rumah, mie instan adalah salah satu makanan terlarang yang tidak boleh di jumpai di rumah. Pembantu di rumah juga di larang makan mie instan. Alasannya klasik, demi kesehatan.
"Enak?" tanyanya pada suapan kedua ku.
"Ahhhh...." kata Gue setelah meneguk habis kuahnya. "Enak."
Lia tersipu, menundukkan kepala sambil pelan-pelan menikmati setiap suapnya. Jika di perhatikan, Lia cantik juga. Dia berbeda dengan cewek-cewek menor yang Gue jumpai setiap hari. Bagaimana cara Gue mendeskripsikan Lia ya? Hmm, seperti kuncup bunga, tapi dia tidak secantik itu. Seperti mata air, sejuk, jernih, belum terjamah atau pure. Gue terkekeh dalam hati karena sudah menemukan istilah yang cocok untuk menggambarkan Lia.
"Rumah kamu dimana, Ton?" tanya Lia yang kontan memecahkan lamunan Gue "Apakah jauh dari sini?"
"Rumah gue, jauh. Gue gak bisa pulang." jawab Gue jujur. Rumah Gue memang di kota lain dan gue selama ini nginap di salah satu hotel kepunyaan bokap Gue yang ada di kota ini.
"Jadi kamu tinggal di mana?" Lia sedikit terkejut
"Dimana aja." jawab Gue jujur lagi. Dimana aja asal hotel itu punya Bokap Gue.
"Kamu kerja?" tanya Lia lagi.
Hari ini Lia bertanya banyak pada Gue. Kayaknya Gue mesti kasi jawaban yang logis. Kalau Gue bilang gak kerja pasti Lia akan curiga. Gue berpikir dengan cepat dan ide muncul setelah sekilas melihat Gitar jelak punya Farhan.
"Gue nyanyi." Gue salah ngomong. Seharusnya Gue bilang Gue ngamen.
"Ternyata kamu penyanyi yah? Pantas saja nyanyian kamu enak banget. Suara kamu juga merdu." puji Lia tiba-tiba senang.
"Gue bukan penyanyi. Gue nyanyi di bar." Mampus la.
"Senang sekali bisa menghasilkan dengan hobi," suara Lia memelan tapi masih dengan senyumannya yang manis "Aku iri."
"Emang hobi Lo apa?"
"Aku gak punya hobi. Tapi aku pengen kuliah."
"Lo pasti bisa."
"Kamu kalau gak ada tempat tinggal, maukah tinggal di sini?"
Deg.
Mau.
***
"Gue sekarang tinggal di rumah Lia." Farhan tersedak mendengar pernyataan Gue. Sampai sisa bir yang gak sempat di telannya keluar dari hidung dan dia muntah dengan menjijikkan di lantai Bar langganan kami.
Pegawai-pegawai di sana panik melihat Farhan masih saja terbatuk-batuk sampai termuntah-muntah. Bir yang sudah di minum dua gelas kini sudah berceceran di lantai beserta steak yang dia makan di rumah sebelum kemari. Gue gak sanggup melihat pemandangan menjijikan ini dan beranjak pergi dari situ meninggalkan Farhan yang sedang terduduk lemas di lantai.
Gue malam ini masih tidur di hotel. Gue menyuruh karyawan di hotel untuk membeli pakaian-pakaian no brand dan tas dengan kualitas paling rendah. Cosplay jadi cowok miskin harus tampak sempurna. Gue kali ini harus merasakan di cintai tanpa memandang materi dan Gue yakin Lia punya perasaan ke Gue. Lia bisa memberi Gue cinta yang Gue mau. Cinta yang tidak pernah Gue dapatkan dari cewek-cewek lain walau sudah habis puluhan juta.
Pagi-pagi sebelum warung es Lia buka, Gue sudah di rumahnya. Gue mengamati Lia yang sibuk menyiapkan semua bahan-bahan untuk jualannya nanti.
"Gue bisa bantu apa?" tanya Gue sok baik hati. Semoga Lia tidak beneran menyuruh Gue bantu.
"Bole bantu angkat toples yang sudah terisi ke depan gak?" Lia menunjuk toples besar berisi air berwarna pink yang di dalam banyak buah warna warni yang setengah melayang dan setengah tenggelam. Gue menurutinya.
Baru pertama kali ini Gue kerja. Kalau Gue beritahu Farhan lagi, mungkin kali ini spaghetti yang akan keluar dari hidungnya. Akhirnya semua toples besar untuk jualan Lia, Gue yang angkat dan susun dengan rapi sebagaimana biasanya. Lia tampaknya senang dengan hasil kerja Gue.
"Ayok sarapan dulu." ajak nya
"Sarapan apa?" tanya Gue bingung. Gue Uda gak pernah sarapan sejak lulus SD. Sarapan selalu buat gue ngantuk dan gak bisa konsentrasi di kelas. Akhirnya lama kelamaan jadinya gak terbiasa sarapan lagi.
"Aku masak nasi gurih dengan telur suwir dan ikan teri pedas." ujarnya.
Masakan apa lagi itu? Nasi gurih itu apaan? Akhirnya dari pada menebak dan menjawab sendiri, Gue akhirnya ngikutin Lia ke meja makan. Dia memindahkan Rice Cooker dari dapur ke meja dengan semangat.
" Satu... Dua... Tiga.." hitung Lia gugup campur senang "Taraaa."
Penampakan di dalam rice cooker akhirnya terungkap setelah uap panas menyatu di udara. Isinya penuh tapi tidak nampak sebutir nasi pun. Yang tampak hanya omelete yang di potong-potong dan ikan-ikan kecil berlumuran potongan cabe. Gue melirik Lia untuk melihat ekspresinya, apakah masakan ini gagal atau berhasil. Lia tersenyum puas dan melihat Gue. Berarti masakannya berhasil, Gue akhirnya ikutan tersenyum walaupun gak ngerti kenapa Rice cooker berisi omelet dan ikan ini termasuk berhasil.
Lia mengambil piring dan mulai menyendok isi rice cooker. Uap yang lain muncul lagi ketika Lia mengangkat sendok yang penuh dengan isinya. Ternyata nasinya ada di bawah omelet dan ikan-ikan kecil tersebut. Rasa penasaran Gue akhirnya hilang. Tapi aku masih bingung kenapa omelet di masukkan ke rice cooker bareng dengan nasi. Bukankah bahkan akan membuat nasi tersebut berminyak. Apalagi ikan-ikan kecil yang bercabe-cabe itu?
Piring di hadapan Gue penuh. Guys, siapa yang sarapan sepiring penuh kayak Gue hari ini? Rasa nasi putih ini berbeda dengan nasi yang Gue makan biasanya. Gue menyendok sampai tiga kali tapi tetap yakin kalau rasanya beda.
"Kenapa?" tanya Lia melihat tingkah ku
"Ini mirip sticky rice tapi tekstur masih seperti nasi. Atau cuma perasaan Gue aja?" gumamku
"Maksud kamu pulut ya? Ini namanya nasi gurih. Cara pembuatan dengan pulut hampir sama. Hanya saja beras yang di pakai berbeda," Jelasnya "lain kali ku ajari cara masaknya yah."
***
"Bro jadi beneran Lo? Gue masih shock tau gak?" Ujar Farhan saat kami nongkrong di rooftop bar hotel bokap gue. "Jadi uda Lo tiduri juga tu cewek?"
"Belum." Gue menyesap martini pelan.
"Lo berubah." Farhan berpaling menyesap tequila lalu menepuk bahu Gue. "You totally merakyat. Terlalu menghayati peran bisa buat Lo hilang jati diri tau gak?"
"Ini ide lo bangsat." Gue mencengkram kerahnya tapi langsung di tepisnya.
"So, get out."
"Gak bisa. Tepatnya, belum." jawab gue lalu menghabiskan martini Gue sekali teguk.
"Nape? Lo dh jatuh cinta ama cewek itu?"
"Namanya Lia."
"Jadi beneran Lo jatuh cinta? As you wish? Jadi Gue musti kasi selamat ama Lo?"
"Iya. Dia beda. Untuk pertama kalinya ada cewek yang tulus ama Gue. Cewek yang gak berusaha bongkar sandi Gue. Cewek yang gak gue beli tapi malah masakin buat Gue."
"Sadar Bro. Itu karena dia kira Lo miskin." tukas Farhan
"Gue masih pengen ngerasain rasanya di cintai."
"Sampai kapan?"
Gue berpikir sejenak lalu mengangkat bahu tanda Gue juga gak tahu sampai kapan. Yang pasti, saat ini Gue bahagia hidup sederhana dengan Lia. Merasakan cinta, kasih sayang dan perhatian yang gak pernah Gue dapatkan dari siapapun. Bahkan dari nyokap gue juga gak pernah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments