episode 17

"Sudahlah mah, yang berlalu biarlah berlalu!" Celetuk zain membuatku sedikit tersulut emosi, bagaimana bisa aku membiarkannya? Dia menjual nama Laura demi hutangnya untuk berfoya-foya dengan istri mudanya.

"Kamu ini taunya apa Zain? kalau ada makanan kamu makan kalau nggak ada kamu kelaparan, jadi nggak usah ngatur ngatur!" Sentak ku membuat Zain melengos meninggalkan aku di ruang tengah yang sedang berseteru dengan suamiku.

Aku mengalihkan pandanganku ke arah suamiku yg mulai terbatuk batuk, nafasnya terlihat semakin tersengal sengal.

Tidak ada sedikitpun rasa iba yg hadir di hatiku saat melihat keadaannya saat ini.

Aku semakin mengeraskan tekanan kaki ku di atas dadanya, hingga dia terkulai lemas dan tak sadarkan diri.

Aku menendang kasar pinggangnya lalu meninggalkannya yang tak sadarkan diri di ruang tengah.

Aku memilih memasuki kamarku dan merebahkan diri di atas ranjang, urusan suamiku, mau dia ko'it sekalipun itu nggak masalah.

Di sisi lain

Pov Laura.

"Ayah." Aku memanggil ayah yang sedari tadi fokus mengemudikan mobilnya tanpa berbicara sepatah katapun.

"Hmm." Ayah hanya berdehem singkat untuk untuk menanggapi panggilan dariku.

Sekarang ada yg berbeda dari ayah, biasanya ayah akan selalu mengajakku berbincang di sepanjang perjalanan, tapi beda kali ini, dia terlihat seperti menjauh dari ku, apa ada yg salah dengan ku?, ah aku rasa tidak.

"Ayah kenapa sih? , kayak nggak suka gitu berada di dekat Laura, " Tanyaku penasaran sembari terus menatapnya lekat.

Dia menoleh sebentar ke arahku lalu kembali menghadap ke depan sembari membuang nafas kasar.

"Ayah rasa kamu cukup tau lah." Sahutnya singkat semakin membuatku di landa kebingungan.

"Ada yang salahkah dengan laura?" Tanyaku sungguh sungguh.

Mendengar itu, sebelah tangannya mengusap wajahnya kasar seperti sedang frustasi.

"Nggak ada yang salah." Jawabannya cepat.

"Yah, ayah nggak ada keinginan untuk menikah kah?" Entah kenapa tiba-tiba pertanyaan itu meluncur dari mulutku.

Ayah menoleh ke arahku dengan mengerutkan keningnya.

"Kamu, nggak demam kan?" Bukannya menjawab pertanyaan dariku, dia justru bertanya balik sembari meletakan punggung tangan kirinya di kening ku.

"Apaan si? kalau aku demam, udah pasti aku konser setiap malam." Sahutku kesal membuat ayah terbahak bahak.

"Kamu sendiri?, kenapa belom punya pacar?" Laah kok malah ayah balik bertanya.

"Belum punya pacar, tapi mengagumi suami orang." Sahutku spontan membuat ayah seketika mendelik ke arahku.

"Heh, jangan sembarangan ya!, nggak apa apa kamu mengagumi, asal jangan merebut, ingat nasibmu juga yang ayahnya di rebut perempuan lain," Ucap ayah tegas di iringi kalimat yg menyerupai peringatan, yg memperingatkan tetang nasibku selama ini.

"Ah iya, kalau nggak ada ayah, mungkin aku nggak akan hidup sampai sekarang, kalaupun masih, pasti aku nggak akan ada di posisi seperti ini. " Ucapku lesu membayangkan kesengsaraan yg mungkin akan aku dan mamaku rasakan jika tidak ada orang baik, sebalik ayah Emil.

Ayah mengusap lembut puncak kepalaku yg sedang tertunduk mengingat masa kecilku.

"Udah, makannya kamu harus mandiri, kamu tunjukkan pada papamu, bahwa kamu bisa berdiri di atas kakimu sendiri, jangan bergantung apalagi manja manja sama ayah, kamu udah dewasa Laura, ayah itu hanya ayah angkat yang nggak mahram sama kamu. " Ucapan ayah kali ini seketika membuatku tersadar dari kesalahan yg aku lakukan selama ini, selama ini aku nggak pernah menyadari bahwa dirinya tidaklah mahram denganku, sehingga aku dengan seenaknya sendiri mendekatinya secara berlebihan, ya Allah ampuni dosa dosaku selama ini.

"Maaf ayah, selama ini Laura nggak menyadari hal itu," Ucapku lirih.

"Iyaaa, Laura harus belajar mandiri ya. " Sahut ayah sembari mengusap punggungku dengan tangan kirinya.

Aku hanya menganggukkan kepalaku lemah, bisakah aku menjalani semua ini sendiri? Ah rasanya berat sekali.

Aku melempar pandangan ke luar kaca jendela melihat lihat keadaan di jalanan besar seperti.

Saat mobil berhenti di lampu merah tiba tiba ada pengamen kecil yg mendekatkan mobil yg aku tumpangi, karna kebetulan aku tengah menurunkan kaca mobilnya.

"Bila bermimpi kamuu...

Jangan dari tidurku..

Aku sebut namamu..

Aku sebut cintamu.. "

Menyodorkan selembar uang lima puluh ribuan ke arahnya, dia menerimanya dengan raut bahagia.

"Terimakasih, ternyata kak Laura baik banget ya, " Ucapnya kegirangan dengan mata berbinar saat menatapku.

"Hey... " Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, tiba tiba dia berlari dari samping mobilku, ah ternyata lampu hijau sudah menyala.

"Mereka anak kecil yg di paksa dewasa karna keadaannya. " Ucap ayah sembari terus menatap lurus ke depan.

Mungkin aku akan bernasib sama dengannya jika tidak ada om erik dan juga ayah Emil.

Papaku sendiri, dia sangat jauh dariku, bahkan dia seperti tidak menginginkan diriku.

Dia selalu membentak ku saat aku tak sengaja membuat kesalahan kecil, seperti menjatuhkan rokoknya yg berada di atas meja.

Bahkan dulu saat aku berusia tiga tahun, dia pernah memukulku dengan pelepah pisang lantaran aku terus menangis saat mama tidak memberiku uang untuk membeli ice cream yg keliling saat itu.

Ya, memang saat itu perekonomian mamaku sedang berada di bawah, hingga dia tidak mampu memberikan apa yg aku minta.

Setelah aku dapat pukulan dari papa, aku terus menangis sampai sore hari, tepat saat om erik pulang dari garment, dia marah besar kepada mama papa ku yg tidak mampu memberikan apa yg aku inginkan.

"Papanya Laura belum mendapatkan uang hasil kerja dari kapalnya rik, jadi aku belum ada uang," Ucap mama saat itu kala mendapatkan amukan dari om erik, ya, aku akui, om erik memang sangat menyayangi aku sejak kecil, karena akulah satu satunya keponakannya yg berjenis kelamin perempuan.

"Heh, mana ada orang udah pulang dari kapal dua hari yg lalu kok belom dapat duit! " Bentak om erik dengan suara menggelegar membuatku ketakutan dan menjerit histeris.

Om erik menyambar tubuhku kedalam gendongannya, lalu dia membawaku pergi ke alfamart dengan motornya.

sesampainya di alfamart, om erik menggendong ku ke dalam alfamart tersebut.

Om erik meraih beberapa susu bubuk yg biasa aku minum setiap malam, dan juga beberapa susu kotak siap saji yg biasanya aku minum di siang harinya.

"Mau ice cream om, " Ucapku yg sudah tenang dari tangis yang sempat pecah di rumah.

"Oke." Sahut om sembari meraih dua ice cream cup dan memasukannya ke dalam keranjang.

Setelah membayar belanjaan di kasir, om segera membawaku ke arah motornya.

"Laura harus jadi orang yg berani ya, jangan pernah takut sama papamu yg nggak berguna itu. " Ucap om erik kala itu saat di perjalanan pulang dari alfamart.

Aku hanya menganggukkan kepalaku cepat, karna sejak kejadian siang itu, benih kebencian mulai tumbuh subur di dalam jiwaku.

Terpopuler

Comments

Sri Fauziahanwar

Sri Fauziahanwar

knp laura gak nikah aja sma laura...secara ayah juga baik dan mengayomi gak masalah dngn umur mah!

2023-06-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!