After 250 Days
Satu bulan sudah Aqira menyandang gelar sebagai seorang istri dari Bimasena Pratyaksa. Seorang pria 35 tahun, yang berprofesi sebagai Pilot.
Namun, tidak pernah ada perlakuan spesial dari suaminya untuk Aqira. Apalagi setelah pria itu tahu jika ia menikahi gadis yang sudah pernah melakukan hubungan badan bersama pria lain yang tidak pernah Aqira sebutkan identitasnya.
Tiga tahun hubungan keduanya terjalin harmonis, dan selama itu juga Bima berusaha menjaga kekasihnya. Namun, pria itu harus menelan pil pahit, karena pada kenyataannya gadis yang bahkan tidak pernah dirinya sentuh, memiliki hubungan dengan pria lain sampai melakukan hubungan terlarang. Dan kemarahan Bima semakin menjadi-jadi setelah Aqira mengakui jika perempuan itu memang bermain api.
"Awalnya aku hanya marah kepadamu, Mas. Kamu tidak pernah mengerti aku, … tapi kejadian itu di luar kendali aku, aku tidak sengaja ataupun menyerahkan diriku begitu saja!" Aqira menuturkan pembelaan
Dan ucapan itu terdengar terus berputar-putar di dalam isi kepala Bima.
Marah, dan kecewa jelas Bima rasakan, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan, selain terus menjalankan rumah tangganya hanya untuk membuat orang tua mereka bahagia. Meskipun dia benar-benar tersiksa, dengan bayang-bayang istrinya saat sedang bersetubuh dengan pria lain, sehingga Bima tidak mampu melakukannya kembali dengan gadis yang dulu sangat dia cintai.
Klek!
Pintu terbuka dari arah luar, dan tampaklah seorang perempuan berkerudung menyembulkan kepala, menatap kearah dalam untuk memastikan keberadaan suaminya. Dan benar saja, sosok yang dia cari dan tunggu-tunggu tengah berada di ruang kerjanya.
Seulas senyum di kedua sudut bibir Aqira terlihat.
"Mas?"
Panggilan Aqira membuat lamunan Bima buyar seketika, membuat pria itu menarik kesadarannya yang sempat menghilang, melayang-layang entah kemana.
Sekilas Bima menoleh, kemudian kembali membuang muka ketika pandangan keduanya beradu.
"Sudah malam, apa kamu masih mau tetap disini?" Aqira mendekat, dengan senyuman manis yang terus dia perlihatkan.
"Aku sudah selesai masak." Aqira terus berusaha agar membuat hubungan mereka kembali membaik.
Bima bungkam.
"Aku menunggu kamu di meja makan. Tapi kamu tak kunjung datang sampai membuat aku khawa, …"
Belum selesai Aqira berbicara, Bima terlihat bangkit, membuat perempuan itu berhenti berbicara, seraya mengarahkan pandangan pada pria yang sangat dia cintai. Kepalanya menengadah, berusaha membuat Bima melunak. Namun, tampaknya pria itu masih tidak bisa berdamai dengan apa yang sudah dia ketahui, hingga raut kebencian lah yang hanya dapat Aqira lihat.
Bima masih terlihat acuh, dia selalu tidak peduli. Dan sikapnya akan berubah saat mereka sedang bersama orang tua masing-masing. Menjadi harmonis seperti pengantin baru pada umumnya.
"Mas?" Aqira memutar tubuh, kala Bima berjalan melewatinya begitu saja. "Mas?" Panggilnya lagi, dan malam ini dia memberanikan diri untuk menyentuh tangan suaminya.
Bima menoleh, menundukan pandangan sampai mereka dapat saling menatap.
Aqira yang tampak mengiba dengan raut wajah yang sendu. Sementara Bima tak pernah mengubah apapun, dia tetap menatap istrinya dengan tatapan tanpa ekspresi.
Bukan, lebih tepatnya tatapan nanar, dengan ekspresi jijik.
"Lepaskan tangan kotormu, Qira!" Katanya dengan suara rendah. "Singkirkan tangan kotormu dariku! Lakukan saja apa yang kau mau, … tidak perlu repot-repot untuk melakukan banyak hal. Berhentilah bersikap seolah-olah kau ini sangat mencintai aku!" Bima menggeram kesal.
"Karena aku memang sangat mencintaimu, Mas. Sampai aku tetap bertahan dengan sikapmu yang tidak pernah membaik sedikit pun. Aku mencoba untuk bersabar, dan berharap kamu memberikan ampunan untukku." Suara Aqira terdengar bergetar.
Rintihan pelan mulai terdengar, air mata pun sudah terlihat berderai, bercucuran membasahi pipi.
"Harus dengan cara apa lagi aku meminta maaf kepadamu, Mas?" Suaranya terdengar rendah.
Bima menarik tangannya dengan segera, kemudian mengusap punggung tangannya dengan satu tangan yang lain.
"Sudah aku katakan, … bahkan beribu-ribu kali. Aku sudah memaafkan mu, hanya saja aku tidak dapat menghilangkan pikiran itu dari dalam kepalaku. Bayangkan saja Qira. Tiga tahun kita menjalin kasih, aku selalu memprioritaskan dirimu, aku tidak pernah seharipun tidak mengabarimu, meskipun aku sedang bertugas di luar kota sekalipun, lalu apa balasan yang aku dapat? Aku menjaga gadisku, tapi dia tidak dapat menjaga dirinya sendiri hingga mampu melakukan hal tidak senonoh dengan pria lain hanya karena merasa marah dan kesal kepada diriku!" Dia tersenyum getir.
Mata Bima terlihat memerah. Tampak sangat jelas jika rasa sakit dan kecewanya semakin besar.
"Lalu bagaimana denganmu? Kamu juga pernah melakukannya dengan kekasihmu dulu, tapi aku menerima itu!" Tangisan Aqira semakin terdengar pilu.
"Ini bukan masalah menerima atau tidak. Aku sudah berbicara jujur sejak awal jika aku pernah menjadi manusia brengsek. Tapi bagaimana dengan dirimu? Kau menyembunyikannya rapat-rapat. Apa pria itu kabur? Dia tidak mau bertanggung jawab sampai kau tetap bertahan bersamaku? Apa kau juga sedang mengandung benihnya, Qira?"
Aqira memejamkan mata, lalu menutupi kedua telinganya mengunakan tangan. Rasanya tidak sanggup lagi untuk mendengar cercaan yang terus Bima lontarkan.
"Aku mohon jangan mengatakan itu lagi, ini terlalu menyakitkan, Mas!"
Bima terkekeh getir.
"Lalu bagaimana dengan aku?" Bima mulai tersulut emosi.
Sehingga nada bicaranya terdengar semakin tinggi.
"Bagaimana dengan aku, Aqira! Bagaimana denganku! Apa kau pernah berpikir sehancur apa aku sekarang? Apa kamu juga pernah berpikir sesakit apa aku saat mengetahui wanita yang sangat ku jaga hancur oleh pria lain? Dan dengan tidak merasa bersalahnya kau datang, meminta pernikahan. Lalu apa yang aku dapatkan? Sebuah kenyataan jika kekasihku adalah seorang pelacur? Begitu?"
"Aku tidak seperti itu, Mas!" Aqira hanya dapat menangis.
"Bersyukurlah aku masih mau menampungku disini. Aku masih mau mengasihimu, dan aku masih mau menutupi aibmu, sampai orang tuamu tidak akan pernah merasakan malu. Bayangkan jika aku mengembalikanmu kepada mereka sekarang? Entah harus bagaimana mereka menghadapi pertanyaannya dari orang-orang di sekitar mereka. Apa aku juga harus mengatakan apa yang telah terjadi sebenarnya?"
"Mas?"
Aqira hendak kembali meraih tangan Bima. Namun, pria itu mundur beberapa langkah, sehingga keduanya kembali berjarak.
"Singkirkan tangan kotor itu!"
"Maafkan aku, maafkan aku. Aku mohon maafkan aku!"
"Aku sudah memaafkanmu. Tapi berhentilah menggangguku, aku sudah melakukan apa yang kau inginkan. Mempertahankan pernikahan gila ini, dan mewujudkan keinginanmu yang lain, sehingga kau dan keluargamu tidak harus menanggung malu!" Ucap Bima penuh penekanan.
Mata Bima membulat sempurna, suaranya terdengar semakin bergetar, dengan jari telunjung yang terus pria itu tujukan kepada istrinya.
Keadaan hening untuk beberapa saat setelah Bima berhenti berteriak. Hanya terdengar isakan samar yang keluar dari mulut Aqira, dan hembusan nafas Bima yang terdengar menderu-deru.
"Untuk besok dan seterusnya, … kau tidak perlu bersusah payah membuat makanan untukku. Urus saja dirimu sendiri, aku tidak butuh kau lagi!" Tegas Bima.
Membuat dunia Aqira terasa semakin hancur.
"Tapi Mas?" Perempuan itu memekik pelan.
Entah harus bagaimana lagi dirinya sekarang. Semuanya terasa semakin mengganjal, bahkan Aqira merasa jika dirinya semakin tidak dapat menggapai Bima, pria yang dulu selalu bersikap manis kepada dirinya, kini berubah menjadi sosok yang sangat dingin.
"Lakukan! Atau kita sudahi saja, …"
"Baiklah, baiklah. Apapun, asal jangan mengantarkan aku ke rumah Mama dan Papah. Hanya tidak perlu memasak, dan melakukan beberapa hal bukan? Tapi kita akan tetap bersama?" Aqira menjawab.
Dadanya terasa sangat sesak. Seolah segumpal daging yang terkurung tulang rusuk sana terus di remat kencang, hingga menyisakan perasaan ngilu yang teramat sangat.
Aqira memotong ucapan Bima, sehingga pria itu berhenti bersuara sebelum menyelesaikan ucapannya.
Bima tidak menjawab, pria itu tampak memutar tubuh, dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Kini Aqira berada di ambang kebimbangan. Di satu sisi dirinya mulai lelah dengan hubungannya dengan Bima yang tidak kunjung membaik. Namun, disisi lain juga dirinya tidak bisa menyerah begitu saja, apa yang akan dikatakan orang tua mereka, jika saja rumah tangga yang baru berjalan satu bulan itu harus berakhir begitu saja. Terlebih rasa bersalah yang cukup besar, membuat Aqira merasa mempunyai beban yang sangat berat sebelum pria itu berkenan memaafkannya dengan sungguh-sungguh.
Dan bukan hanya cintanya kepada Bima yang membuat Aqira terus bertahan. Melainkan alasan yang akan pria itu berikan kepada kedua orang tuanya, jika saja Bima memulangkan dirinya begitu saja.
Tentu, orang tua mana yang hanya akan diam ketika putrinya di kembalikan. Tidak mungkin jika mereka tidak bertanya tentang alasan keduanya menyudahi hubungan yang baru saja di ikat oleh status yang lebih suci.
......................
Dukungan kalian sangatlah berharga ~
Jangan lupa Like, komen, hadiah dan Vote. Masukin ke kaporit kalian juga yah, biar notifikasinya bunyi pas othor mulai gentayangan 🤩
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Rifa Endro
problematika kehidupan siapa yg tahu.
2024-04-22
0
khair
pentingnya periksa kesehatan pranikah... jadi kesehatan tubuh luar dalam... bisa sekalian tes perawan.. gk beli kucing dalam karung
2023-08-25
1
Suharnanik Cihui
atas rekomendasi autor fit Trie
2023-07-11
1