Love Baby Wolf
"Apa yang terjadi? Kenapa ada bayi di kamarku?"
Lucy menatap seorang anak kecil yang duduk di keranjangnya. Pipi gembul dan senyum ceria menghiasi wajah batita itu. Matanya berbinar saat menatap Lucy.
Ia mengerjapkan matanya berulang kali dan berharap ini hanya mimpi meski matahari sudah mulai meninggi. "Ini mimpi, kan? Untuk apa ada bayi di sini? Dari mana dia? Kenapa bisa masuk ke kamarku?" tanyanya bertubi-tubi.
Gadis itu mundur perlahan dan hampir menyenggol meja yang ada di belakangnya. Ia menutup sebagian wajahnya dengan telapak tangan. Ingatannya berputar berusaha mengingat apa yang sudah terjadi semalam.
"Tunggu, kupikir aku sedang bermimpi..." racaunya.
"Mama!" Bayi itu berseru sembari mengangkat tangannya.
Lucy menggeleng dan melambaikan tangannya. "Tidak, bukan. Aku bukan mamamu," ujarnya lemas.
Ia tersenyum miris. "Bagaimana aku yang single ini punya anak padahal tak ada lelaki yang mau dekat denganku? Ahahah," gumamnya.
Ia kembali mengambil memori yang semalam ua lupakan. Malam itu ia begadang untuk menyelesaikan pekerjaan. Padahal seharusnya ia cuti malah disuruh lembur habis-habisan.
Ia akhirnya menyelesaikan pekerjaan yang tidak sedikit itu. Tepat pukul 12 malam ia mematikan komputernya dan kembali bersandar pada kursi. Matanya memejam sebentar lalu melihat ke langit-langit kamarnya.
Suasana malam ini benar-benar sepi, serangga yang biasanya berisik pun sudah tertidur. Tak ada satupun kendaraan yang melintas dan membuat bising. Padahal rumahnya dekat dengan jalan raya, tetapi malam ini pun seperti hanya dirinya yang tinggal di sana.
Lucy menyudahi acara mengeluhnya pada sang malam. Ia melirit ke jendela yang mengarah langsung ke langit dan menemukan bulan tengah bersinar terang di atas sana. Hal itu cukup menghiburnya lantaran ia jarang sekali mendapatkan pemandangan seindah itu.
Langit malam hari ini dihiasi dengan bintang-bintang yang seolah bertaburan. Tak lupa cahaya bulan yang paling terang di antara mereka. Angin yang berhembus pelan pun menyelinap masuk melalui celah di jendela rumahnya.
Gadis itu bangkit dari kursinya. Ia menghela napas ketika melihat seisi rumahnya yang seperti kapal pecah. Sudah dua hari ini ia melupakan keadaan dalam rumahnya.
Pakaian kotor miliknya masih tergeletak di sofa. Ia lupa kalau belum memasukkan mereka pada laundry kemarin. Bahkan botol-botol minuman pun masih ada di pojok ruangan.
Ia mulai membersihkan baju-bajunya yang kotor itu dan memasukkannya pada mesin cuci. Sembari menunggu mesin itu selesai bekerja, ia mengambil karung sampah dan mulai memungut bungkus-bungkus makanan yang sudah menumpuk. Tak lupa ia menata botol-botol kaca itu ke dalam kardus daur ulang.
Lucy tak langsung membuangnya ke tempat sampah depan. Tiba-tiba perhatiannya tertuju pada televisi. Ia menekan tombol nyala dan benda persegi itu menampilkan acaranya.
Meski ini bukan malam Minggu, ada stasiun televisi yang menayangkan film. Lucy memilih film fantasi untuk menemani malamnya. Ia mengambil sekotak pizza dan memakannya di depan televisi.
"Aku akan membersihkannya nanti," gumamnya saat melihat pilahan sampah yang sudah menunggu di dekat pintu.
Padahal beberapa menit yang lalu ia mengeluh matanya mengantuk. Namun sekarang ia malah menyaksikan film di layar televisinya. Seolah rasa kantuknya hilang entah ke mana.
Jam tengah malam sudah lewat beberapa menit, Lucy masih duduk sembari menikmati pizza yang sudah tidak hangat lagi. Pandangannya terus fokus mengikuti alur cerita film yang ia tonton.
"Astaga, aku tidak suka dengan si rambut biru!" gerutunya mengomentari tokoh antagonis dalam film.
Filmnya memang belum selesai, tetapi ia tergerak untuk segera membuang sampah itu keluar rumah. Ia mengikat setiap karung dan membawanya keluar. Angin Malam berhembus sangat dingin padahal ia baru saja membuka pintu.
Gadis itu merangkul dirinya. Seakan sia-sia meski ia memakai sweater yang tebal karena angin masih bisa menembus mengelus kulitnya. Tak ingin berlama-lama dia segera mengangkut sampah itu ke tempat sampah umum.
Trak!
Ia dikejutkan oleh sesuatu yang tergeletak di dekat pintu rumahnya. Ketika ia baru saja mengibaskan tangannya dari debu yang menempel setelah buang sampah, sesuatu menyerupai keranjang itu menyita perhatiannya. Ia mengamati lingkungan sekitar yang sudah sepi dari orang-orang.
"Apa ini sudah ada sejak tadi? Aku tidak melihatnya tadi," gumam Lucy.
Lucy mendekati keranjang kecil itu untuk memeriksa isinya. Alangkah terkejut ketika ia melihat ada bayi berusia 1 tahun tengah tertidur di dalam sana. Kembali ia menengok kanan kiri memastikan apakah ada orang lain di sana.
Tetap saja gadis itu tak menemukannya. Tengah malam bukan waktunya orang-orang untuk keluar dari gubuk nyaman mereka. Jujur saja, dalam hatinya ia penasaran siapa gerangan yang meninggalkan anak bayinya di malam yang dingin ini.
Secarik kertas terselip di bawah bantal bayi itu. Lucy segera mengambilnya untuk dibaca. Ia dibuat penasaran oleh kehadiran bayi misterius itu.
[Tolong rawat dia untuk sementara waktu. Orang tuanya akan kembali, mungkin agak lama. Ada uang untuk biaya hidup di bawah selimutnya. Sangat membutuhkan pertolonganmu, aku percaya kau orang yang baik.
Terima kasih.]
"Orang tua mana lagi yang meninggalkan bayi seimut ini?" keluhnya sedih.
Banyak kejanggalan yang ia terima begitu selesai membaca surat. Tak disertakan nama orang tua atau orang yang bertanggung jawab atas bayi malang ini. Lucy menggelengkan kepalanya, ia segera membawa bayi itu masuk ke dalam rumah agar tak lama-lama kedinginan.
Gasp!
Lucy menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ia syok setelah ingatan itu muncul dan memberitahu dirinya bahwa ini bukanlah mimpi. Ia benar-benar mengambil bayi itu dan membawanya masuk ke dalam rumah.
"Bodohnya aku..." gerundelnya sembari berjongkok di dekat meja.
Lucy memegangi kepalanya, mengelus rambutnya gusar. Ia tak tahu bagaimana bisa seenak jidat itu mengambil keputusan penting. Mengambil bayi itu berarti bersedia merawatnya.
"Apa yang kau lakukan, Lucy?! Kau bahkan tak pernah bertemu anak kecil 10 tahun terakhir," gerutunya dengan sesekali memukul kepalanya pelan.
Ia agak menyesali tindakannya. Wajahnya murung padahal cuaca sedang cerah di luar sana. Ia terlalu gegabah padahal tidak tahu apa-apa.
"Tetapi kalau tidak aku bawa masuk, dia bisa kedinginan. Kalau tetangga yang menemukan, aku juga bisa kena kasus..." pikirnya.
Ia menatap anak kecil yang ada di depannya. "Siapa yang membawanya ke depan rumahku? Apa alasannya?"
Srak! Srak!
Seorang wanita berjalan lunglai ke arah taman penuh pepohonan. Ia memegangi dadanya yang bercucura darah. Racun yang diminumkan padanya mulai bekerja.
Air matanya mulai mengalir setelah tak kuat ia bendung. Ingatan tentang dirinya dan seorang anak kecil mulai terputar. Senyuman di bibirnya sangat tulus tetapi juga paling sakit.
"Aku mencintaimu, anakku sayang."
Ia menahan erangan sakit di sekujur tubuh. Jantung yang berdetak lemah itu perlahan berhenti. Membuatnya memuntahkan darah dan mengotori baju tidur yang ia kenakan.
"Ma–maafkan ibu, nak... manusia, aku percaya padamu, tolong jaga anakku."
Bruk!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
suprshy
kak novel nya bagus sekalii, aku sempat insecure sesaat waktu baca novelnya nya. Aku juga masih pemula kak, tapi semoga novel yang ku buat pertama kali ini bisa sukses ya kak🤍🥺
2024-01-05
1
Park Kyung Na
mampir
2023-07-01
1