Suasana kembali normal bahkan setelah perkenalan tak biasa dari Arzen. Lelaki itu Tengah duduk termenung di salah satu kursi. Menikmatanya terus memperhatikan seseorang yang setengah menimang serigala kecilnya.
"Oh."
Jawaban itulah yang menyebabkan suasana ini berlangsung hening. Lucy sama sekali tak mengeluarkan reaksi heboh atau takut sedikitpun. Arzen masih tak mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh perempuan itu.
Saat ini ia termangu sembari melihat kegiatan yang dilakukan oleh Lucy. Padahal di tangannya ada seorang bayi yang menyusu dari botol. Sementara tangan yang lainnya sibuk menyapu lantai rumah.
"Mengapa kau melakukan dua hal dalam satu waktu?" tanya Arzen.
Lucy menoleh, "Karena aku sibuk dan lebih efisien. Loofyn tidak bisa ditinggalkan begitu saja ketika sedang minum. Aku juga harus membersihkan rumah karena kedatangan tamu," ucapnya dengan penekanan di akhir kata.
Arzen yang mendengar itu tahu bahwa Lucy sedang menyindirnya. Ia menghela napas berat, "Berikan Loofyn padaku," katanya.
Belum diserahkan, Loofyn sudah menggaet leher Lucy. Ia mendusel di sana dengan erat. Mata Arzen sedikit membola mengetahui dirinya ditolak oleh Loofyn.
"Hei, apa maksudmu, Loofyn? Kau tidak mau dengan papa?" tanya pria itu.
Bayi 1 tahun itu menggeleng sambil memegang botol susunya. Sedari tadi, Lucy menahan tawanya melihat pria angkuh itu ditolak oleh bayi selucu Loofyn. Entah mengapa dalam hatinya ia bersorak menang.
"Sudahlah, jangan diganggu dulu. Nanti kalau sudah selesai menyusu kau boleh membawanya," ujar Lucy masih dengan menahan tawanya.
Arzen yang melihat itu berdecak kesal. Ia kembali duduk dengan perasaan jengkel. Sedikit tergores harga dirinya akibat penolakan Loofyn.
Ia kembali berpangku tangan sembari melihat Lucy yang tengah bersih-bersih. Loofyn yang berada di gendongannya pun sudah tertidur pulas. Hampir saja anak itu terjatuh kalau Lucy tak mengikatnya dengan kain.
"Kau juga menaruhnya di punggung?" tanya Arzen.
Lucy mengangguk, "Memangnya kenapa? Ini cara yang biasa dilakukan oleh ibu ketika mereka punya anak," ujarnya.
"Kupikir hanya bangsa kami yang melakukan bentuk kasih sayang seperti itu," gumam Arzen tetapi masih dapat Lucy dengar.
Gadis itu geli sendiri. Ia mengira pria angkuh itu bukan tipe yang biasa membicarakan tentang kasih sayang. Ia hanya tersenyum canggung dan kembali menyapu lantai.
"Apa kau tak ada kegiatan lain selain termenung, tuan? Daripada menghabiskan waktu sia-sia, lebih baik kau bantu aku membuang sampah!" ujar Lucy sembari membawa dua karung besar.
Arzen melotot, "Kau berani memberiku perintah?! Apa kau tuli saat perkenalan tadi?" sergahnya.
Lucy berdecak malas, "Aku dengar dan aku tak peduli apapun jabatanmu. Memangnya kalau sudah jadi raja tidak boleh bersih-bersih!?" sindirnya.
"Kau bilang aku tamu di sini!"
"Setelah aku lihat sepertinya kau tak layak aku layani selayaknya tamu," sahut Lucy dengan cepat.
Hal itu membuat Arzen bungkam dan kesal. Lagi-lagi ia berpangku tangan dengan hati yang dongkol. Matanya melirik ke sana kemari mengikuti Lucy berpindah tempat.
Tak lama ia merasakan kantuk luar biasa menyerang. Perlahan matanya memejam disertai deru napas yang tenang. Arzen tertidur dengan posisi duduk di kursi tamu.
...>>><<<...
Puk! Puk!
Arzen mengerjap terkejut sebab sesuatu mengenai wajahnya. Samar-samar ia melihat tangan kecil memukuli wajahnya. Ia mengumpulkan nyawanya dan terbangun sempurna.
"Loofyn?" ucapnya dengan suara khas orang baru bangun.
Ia menyadari sedari tadi posisinya tetap sama. Menyandarkan kepalanya dengan satu tangan sampai ia terlelap. Beruntung, ia tak terkilir atau kebas pada tangannya.
"Apa papamu berencana untuk tidur sampai besok?" sindir Lucy melihat wajah lelaki itu dipukuli oleh Loofyn.
Ia memindahkan makanan ke piring dan menghidangkannya ke meja makan. Aroma wangi masakan mulai menusuk indra penciuman sang serigala. Arzen mulai bangkit dari duduknya dan menggendong bayi Loofyn.
"Apa ini?" tanya Arzen melihat banyaknya piring di atas meja.
"Kau terlalu asyik tidur sampai lupa sudah waktunya makan malam," sahut Lucy.
Arzen tampak bingung melihat Lucy. Ia tak merespon ketika gadis itu mengambil alih Loofyn. Malah, ia pergi buru-buru keluar dari rumah.
"Hei! Kau mau ke mana?!" pekik Lucy melihat pintu rumahnya yang mulai menutup.
Ia mengernyit tak mengerti. Arzen terlihat seperti melarikan diri dari hal mengerikan. Ia bahkan tak berpamitan dengannya.
"Apa papamu tipe orang yang suka pergi tanpa pamit?" tanya Lucy pada Loofyn.
Batita itu menunjuk arah pintu, "Papa!" katanya. Umurnya yang masih 1 tahun itu baru bisa mengucapkan dua kata sederhana.
Lucy menghela napasnya, "Hah, benar-benar. Apa dia takut pada makan malam? Memangnya serigala tidak makan malam?!" gerutunya.
Perempuan itu meletakkan Loofyn di kursi bayi yang baru ia beli tadi siang melalui belanja online. Ia juga membeli seperangkat alat makan bayi. Tak lupa keperluan lain yang sudah habis
"Sudahlah, Loofyn ayo kita makan saja," ajaknya pada anak serigala itu.
Loofyn dengan riang menyambut suapan pertama. Ia mengangkat kedua tangannya dan bergoyang-goyang di kursinya. Matanya berbinar ketika Lucy mengaduk bubur bayi di sebuah mangkuk.
"Buka mulutmu, aaa—"
Brakk!
Baru saja ingin menyuap, keduanya dikejutkan oleh suara keras dari arah pintu. Sosok tidak karuan itu berdiri di sana dengan napasnya yang terengah-engah. Arzen menatap Lucy dan Loofyn bergantian.
"Ah..." helanya.
"Hei, apa maksudmu? Kau tiba-tiba pergi lalu pulang dan hampir menghancurkan pintu rumahku," omel Lucy.
Arzen tersenyum bangga di wajahnya yang tergores ranting. Ia mengangkat tangan kirinya yang berlumur darah dan penuh guratan. Seekor burung baru saja ia buru entah dari mana.
"Kyaa!" Lucy langsung menutup mata Loofyn dan membuat bayi itu terkesiap dalam diam.
"Kenapa kau menutup mata Loofyn dan berteriak—"
Lucy menatap marah Arzen, "Kau gila?! Letakkan itu di halaman belakang dan bersihkan dirimu!" ucapnya marah.
Arzen tak mengerti, "Hei, apa maksudmu? Kau bilang ini jam makan malam—" kalimatnya terhenti kala ia berjalan dan Lucy menyodorkan padanya sebuah garpu perak.
Ia memang bermasalah dengan benda perak. Namun, dirinya masih waspada kalau saja benda perak itu sudah diberi mantra atau doa-doa. Ia tak ingin mengambil risiko di dunia asing ini.
"Kau bisa menyakiti Loofyn kalau kau menggunakan benda itu," ucapnya melembut.
Lucy tetap menyodorkan garpunya meski bergetar. "Kau lebih berbahaya. Cepat pergi sebelum Loofyn melihatmu!"
Arzen menghela napasnya pasrah. Ia kembali dengan uring-uringan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Di halaman belakang rumah Lucy ia banting kasar burung hasil buruannya.
"Hah, dasar manusia! Sudah diberi makan tidak tahu terima kasih!" geramnya.
Ia duduk di salah satu kursi dan menghilangkan luka-lukanya dengan sihir. Arzen masih tak mengerti, di dunia ini sihirnya seperti tak berguna. Tubuhnya bisa merasakan sakit padahal hanya luka kecil.
Sihir pemulih pun bekerja dengan lambat. Ia butuh waktu beberapa menit untuk menghilangkan rasa sakit dan bekas luka di tubuhnya. Arzen bertekad untuk tidak mengeluarkan banyak energi di dunia yang belum ia ketahui ini.
"Aku tak bisa terus-terusan di dunia ini. Bisa-bisa aku lengah dan energiku habis percuma!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Park Kyung Na
semangat up thor
2023-07-03
1