"Ayo, makan dulu." Lucy menyodorkan satu sendok bubur pada Loofyn.
Bayi itu melahapnya segera. Ia bertepuk tangan sambil tersenyum. Lucy begitu lembut dan sabar menyuapi Loofyn.
Ini hari ketiga setelah Loofyn tergeletak di depan pintu rumahnya. Ia merawat bayi itu dengan sabar. Meski masih berusia 1 tahun, Loofyn tidak rewel seperti bayi pada umumnya.
Lucy menghela napasnya lega. Sejak hari itu, tak ada gejala tantrum dari Loofyn. Saat menangis pun tak sampai mengganggu tetangga sebelah.
Yang ia repotkan hanyalah soal perut dan popok yang penuh. Setiap tengah malam, ia dikejutkan dengan tangisan Loofyn yang minta digantikan popoknya. Tak ada waktu bagi Lucy untuk merutuki keadaan, ia masih dibuat bingung dengan alasan bayi itu ada di rumahnya.
"Nah, Loofyn pintar makannya lahap."
Ia mengelap sisa bubur yang belepotan di pipi Loofyn. Bayi laki-laki itu bergumam riang di bangkunya sembari Lucy membersihkan tempat makan. Ia menggendong Loofyn untuk digantikan bajunya.
"Bagaimana kalau kita ke taman, hm?" Loofyn hanya memekik senang.
Lucy menganggapnya sebagai jawaban setuju seolah anak itu mengerti apa yang ia katakan. Ia mengenakan jaket karena hari ini sedikit lebih dingin dari biasanya. Padahal matahari bersinar sangat cerah di atas sana, tetapi angin enggan menghangat.
Ia merangkap pakaian hangat Loofyn sebelum keluar dari rumah. Bayi itu digendongnya di dada mendekap di sana mencari kehangatan. Sejujurnya, posisi ini membuat Lucy geli karena bayi itu terus mendusel.
Namun, ia mencoba mengabaikan itu demi kenyamanan Loofyn. Seperti yang pernah ia baca di internet, bayi suka mencari kenyamanan pada ibunya. Dan Lucy tengah menjadi sosok ibu untuk sementara bagi Loofyn.
Klak!
Ia pergi setelah mengunci pintu. Taman tak seberapa jauh, karena itu Lucy hanya berjalan kaki. Ia tak mengenakan sepeda karena kedua tangannya mendekap Loofyn dalam gendongan.
"Loofyn senang?" tanya Lucy.
Loofyn menggoyangkan badannya antusias. Di mata orang-orang, mereka selayaknya ibu dan anak. Tak ada yang tahu kebenaran kalau Lucy 'mengadopsi' sementara Loofyn.
Saat berjalan pun di siang yang cerah pun, Lucy merenung. Ia berpikir dan membayangkan seperti apa rupa orang tua Loofyn. Bayi ini sangat menggemaskan.
"Apakah ayahnya tampan? Atau ibunya sangat cantik? Aduh, kenapa lucu begini...!" Lucy mencubit lembut kedua pipi Loofyn.
Taman di kompleks perumahannya itu nampak sepi. Hanya satu dua anak yang tengah bermain pasir. Tak ada orang tua yang mendampingi mereka.
Lucy memilih untuk duduk di salah bangku. Ia melepaskan Loofyn dari dekapannya. Loofyn yang sudah bisa berjalan itu mulai menunjukkan bakatnya.
"Mama!" Loofyn mengulurkan tangannya pada Lucy.
"Ada apa, Loofyn? Loofyn menemukan sesuatu?" tanyanya.
Kelopak bunga berwarna merah itu ada di tangan mungil Loofyn. Rupanya ia ingin mempersembahkan hadiah pada Lucy. Bunga-bunga kecil itu, Loofyn petik dari semak-semak di dekat mereka.
"Terima kasih," ucap Lucy dengan tersenyum hangat.
Tak lama kemudia, dua anak yang tadi bermain pasir itu sudah pulang. Tinggallah Lucy dan Loofyn di taman. Hanya mereka berdua bersama angin sepoi yang berhembus sejuk.
Ia membiarkan Loofyn duduk di tanah sembari bermain bunga-bunga. Lucy mengawasinya dari dekat sembari duduk. Ia menghirup napas dalam dan menghembusnya pelan.
Matanya memang terfokus pada Loofyn, tetapi pikirannya entah di mana. Berbagai pertanyaan yang menumpuk sejak hari itu mulai bermunculan. Satu persatu ingin diperhatikan dan dijawab.
Bagaimana orang setega itu menelantarkan bayinya di tengah malam yang dingin? Bagaimana kalau dirinya tak keluar membuang sampah? Bukankah Loofyn bisa dalam bahaya akibat dinginnya udara?
Di samping itu, ia bisa dibombardir tetangga keesokan harinya. Ia bisa kena tuduhan penelantaran anak. Ia tak membayangkan hari cutinya dimulai dengan berita gempar seperti itu.
"Huft... kalau orang tuamu tidak datang setelah seminggu, aku terpaksa menitipkanmu ke panti asuhan atau daycare," gumamnya.
Tanpa keduanya sadari, sepasang mata mengintai dari balik bayangan. Semak belukar dekat taman menjadi tempatnya bersembunyi. Sosok itu terus mengamati Lucy dan Loofyn dengan sorot yang tajam.
Sesekali ia menghembus napas garang. Dengan sabar ia menunggu waktu yang tepat untuk muncul. Tatapannya tertuju pada batita yang sedang bermain bunga di tanah itu.
Grrroar...!
Ia mendengus dan menggeram. Kukunya yang tajam mungkin siap mencabik siapa saja yang menjadi musuh. Surai halus berwarna perak itu bak jubah kebanggaan. Telinganya berdiri tegak memastikan ia mampu mendengar suara yang jauh.
Manik mata yang kelabu itu mengkilat tajam. Ia menggaruk tanah untuk mengambil start. Saat dua orang di taman pergi dan menyisakan dua orang lainnya, ia rasa ia sudah siap.
Drap! Srak!
Serigala berbulu perak itu muncul dengan tenang. Menghampiri si bayi yang tengah bermain sendiri. Ia membuat pergerakan yang tenang.
Hembusan napasnya menerpa pipi si bayi. Hal itu membuat Loofyn menoleh. Anehnya, ia tak menangis melihat binatang buas tengah berdiri di depannya.
Loofyn malah terlihat sangat senang seolah mendapat teman baru. Serigala itu menggunakan moncongnya untuk menyentuh pipi Loofyn. Di saat yang sama, Lucy membelalak dengan apa yang ia lihat di depan mata.
Ia akan menganggapnya mimpi kalau mau. Tanpa pikir panjang, gadis itu segera menarik Loofyn dan membawanya menjauh dari serigala besar itu. Sialnya, ia harus terjatuh dan terjerembab di tanah.
Tangannya terus mendekap Loofyn, ia berusaha melindungi bayi itu. "Ke–kenapa ada serigala di taman?" gumamnya panik.
Serigala itu terlihat tidak terima ketika mangsanya direbut. Ia menggagahkan dadanya dengan sedikit membusung. Kaki-kaki yang kuat itu menapak tanah ketika melangkah.
Ia menatap tajam Loofyn yang berada dalam dekapan Lucy. Gadis itu berusaha minggir sampai menyentuh kursi yang ia duduki tadi. Lidahnya mendadak kelu untuk berteriak meminta bantuan.
"Papa!" Loofyn memekik membuat serigala itu berhenti melangkah.
"Be–berhenti...! Ja–jangan makan Loofyn, dia tidak enak! Makan aku saja!" pekik Lucy.
Setelahnya, ia benar-benar merutuki diri sendiri. Seenak jidat si mulut berbicara padahal seluruh badan bergetar hebat. Dalam pikirannya hanya ada rencana bagaimana agar Loofyn selamat.
"Mama! Papa!"
Loofyn menepuk-nepuk Lucy sembari tangan yang lain menunjuk ke arah serigala itu. Makhluk buas itu mundur satu langkah. Ia terlihat menghela napas.
"Kembalikan anakku, manusia!"
Lucy membelalakkan matanya yang semula terpejam. Ia tak salah dengar, suara itu berasal dari si serigala. Tak ada orang lain di dekat sana selain ia dan Loofyn.
"Apa kau tidak dengar? Kembalikan anakku!"
Kalimat kali ini lebih tegas dan penuh penekanan. Lucy memberanikan diri menatap serigala besar itu. Ia ikut menajamkan tatapannya dengan keberanian yang tersisa.
"Apa maksudmu? Kau–kau bisa berbicara, hah?!"
"Benar. Sudahi basa-basimu, serahkan Loofyn padaku!"
Lucy mendekap Loofyn semakin erat. "Tidak! Aku tak tahu teknologi macam apa yang sedang digunakan untuk menjailiku. Aku tidak akan menyerahkan anak ini!" pekiknya.
Serigala berbulu perak itu tak bisa menahan sabarnya. Ia menghentakkan kakinya sebagai peringatan pertama. Lucy yang terkejut itu memejamkan matanya.
"Dasar manusia! Kau akan menyesal tidak menuruti perintahku!"
PYASS! CRANG!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
wongkepoan
penasaran ...
2024-06-05
1
Narimah Ahmad
👍 seru
2023-09-25
1
Park Kyung Na
lanjut thor
ceritanya bagus 😊
2023-07-02
1