PART 5

Setelah terjebak dengan kemacetan di jalan, Arsen akhirnya tiba di kediamannya menjelang isya'. Mama Vina langsung menyambutnya dengan pelukan hangat. Padahal dirinya sudah sebesar itu, akan tetapi Mamanya itu selalu memperlakukannya seperti layaknya anak kecil. Dipeluk serta diciumi kedua pipinya.

"Mandi dulu sana. Mama tunggu di ruang makan bersama papa."

Arsen hanya mengangguk kemudian menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga satu persatu menuju kamarnya yang ada di lantai atas. Ia butuh mendinginkan otaknya yang terasa lelah setelah bekerja seharian.

Arsen mengguyur tubuhnya dari atas kepala menggunakan air dingin yang langsung mengalir dari shower. Tidak butuh waktu lama hanya sekitar lima belas menit saja Arsen sudah keluar dari kamar mandi. Tidak seperti perempuan yang menghabiskan waktu kurang lebih sekitar tiga puluh menit hanya untuk sekedar mandi saja.

Setelah mengenakan pakaian rumahan, Arsen langsung turun ke bawah menuju ke ruang makan. Dimana mama dan papanya sudah menunggunya di sana.

Mereka bertiga langsung memulai makan malamnya. Hanya mereka bertiga karena Arsen adalah putra semata wayang dari pasangan Haris dan Davina.

"Kapan kamu akan memberikan mama dan papa menantu?" Pertanyaan yang selalu dilontarkan oleh Mamanya di setiap kesempatan. Dan kali ini mamanya kembali bertanya kepadanya di sela-sela makan malamnya.

Arsen meletakkan sendoknya kemudian menatap ke arah Mamanya. "Nio belum memikirkan itu Ma. Nanti kalau Nio sudah menemukan wanita yang tepat, Nio akan membawanya kepada Mama dan Papa." Selembut itu Arsen berbicara kepada kedua orang tuanya. Berbanding terbalik dengan sikapnya saat di kantor dan juga di luaran sana.

Nio adalah panggilan kesayangan dari kedua orang tuanya dari semenjak ia kecil. Dan sampai sekarang pun di usianya yang tidak lagi muda, kedua orang tuanya masih memanggilnya dengan panggilan kesayangannya itu.

"Mau sampai kapan? Usia mu sekarang sudah kepala tiga. Kamu tak lagi muda. Usia mu itu sudah cukup matang untuk membina rumah tangga."

Ya, memang benar. Diusianya yang sudah menginjak 35 tahun itu harusnya Arsen sudah berkeluarga. Bahkan mungkin sudah memiliki momongan. Namun sayangnya hingga sampai saat ini Arsen masih membujang.

"Apa jangan-jangan benar rumor yang beredar?" Jelas saja, orang tua mana yang tidak khawatir saat mendengar rumor tentang anaknya yang mengalami impoten. Apalagi isu itu ditunjang dengan anaknya yang tidak mau menikah di usianya yang sudah cukup matang.

"Ma," Arsen langsung menyanggah ucapan Mamanya itu. "Nio kan sudah bilang, jangan termakan oleh isu-isu di luaran sana yang hanya bertujuan untuk menjatuhkan Nio. Nio baik-baik saja Ma. Secepatnya kalau Nio sudah ketemu dengan wanita yang Nio cintai, Nio akan langsung membawanya kepada mama dan papa."

"Apa tidak ada satupun wanita yang cocok dari banyaknya wanita yang kamu kencani?" Kali ini Papa Haris yang membuka suaranya setelah sejak tadi dirinya memilih diam memperhatikan interaksi antara anak dan istrinya.

Arsen dan mama Vina langsung menoleh. Memang sudah menjadi rahasia umum bahwa Arsen adalah seorang player sejati. Dan Arsen tidak menampik semua itu karena itu semua juga ia gunakan sebagai kedok untuk menutupi kelemahannya itu. Dengan bergonta-ganti pasangan, orang-orang pasti mengira bahwa dirinya suka tidur dengan wanita-wanita yang dikencaninya.

"Hentikan kebiasaan mu yang suka membawa para wanita mu ke kantor. Kelakuan mu itu hanya akan merusak nama baik perusahaan." Papa Haris menatap tajam ke arah anaknya. "Papa tidak melarang mu melakukan semua itu karena papa juga pernah muda."

"Owh, jadi dulu Papa juga seperti itu? Sering bergonta-ganti pasangan?" Mama Vina memicingkan matanya ke arah sang suami.

"Ma, bukan begitu." Sanggah Papa Haris. Menyesal ia karena tanpa sengaja sudah mengungkap aibnya sendiri di masa lalu.

"Pantas saja kelakuan anaknya juga seperti ini. Ternyata turunan dari bapaknya."

Klunting!

Mama Vina meletakkan sendoknya dengan kasar kemudian beranjak dari duduknya dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia sungguh merasa dibodohi oleh suaminya itu karena dulu saat mengajaknya menikah, Papa Haris mengaku masih bujang.

"Hadeeehh..." Papa Haris menghela nafasnya pelan. "Ini semua gara-gara kamu Mama kamu ngambek sama papa."

"Lah, kok Nio yang disalahin." Arsen tidak terima karena dijadikan kambing hitam oleh papannya.

Papa Haris segera beranjak dari duduknya untuk menyusul istrinya. Ia akan berusaha membujuk istrinya itu agar tidak ngambek berkepanjangan.

*****

Di tempat lain, lebih tepatnya di kediaman Kirana. Nampak ayah dan anak itu sedang duduk di depan TV. Itu adalah salah satu kebiasaan mereka setelah makan malam. Ayah Irwan dengan lembut membelai kepala anaknya yang berada di pangkuannya. Meskipun dirinya tidak bisa melihat, tapi ayah Irwan selalu setia menemani anaknya itu menonton televisi.

"Maafin Ayah ya nak, maaf karena Ayah sudah menjadi beban mu selama ini." Tangan itu masih tetap mengusap-usap lembut kepala putrinya.

"Ayah," Kirana meraih tangan ayahnya kemudian menciuminya. "Ayah kenapa bilang begitu? Kiran tidak pernah merasa terbebani. Ayah bukan beban bagi Kiran. Kiran sayang sama ayah, jadi ayah jangan pernah bicara begitu lagi."

Setetes air mata jatuh di kening Kirana. Kirana langsung mendongak dan melihat ayahnya itu ternyata meneteskan air mata. Tangan Kirana terulur. Diusapnya pelan air mata yang mengalir di kedua pipi ayahnya. Hati Kirana ikut tersayat menyaksikan itu. Ia tahu betul dan bisa merasakannya. Pasti ayahnya itu merasa sangat bersalah karena tidak bisa memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.

Namun semua itu bukanlah kehendak ayahnya. Memang takdir seperti inilah yang sudah digariskan kepada mereka dan harus dijalani oleh keduanya. Jadi Kirana tidak akan pernah menyesali keadaannya saat ini. Selagi tangan dan kakinya masih bisa digerakkan, Kirana akan bekerja dengan sungguh-sungguh untuk memenuhi kebutuhan mereka. Syukur-syukur dirinya bisa menabung sedikit demi sedikit untuk biaya pengobatan ayahnya.

Dokter yang menangani ayahnya dulu sudah pernah mengatakan kepadanya, bahwa ayahnya itu masih ada kemungkinan untuk bisa melihat lagi. Asal mereka mendapatkan donor kornea mata. Namun bukankah semua itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit?

Kirana berharap dan selalu berdoa semoga saja ada orang baik yang mau mendonorkan kornea matanya kepada ayahnya. Bukan berarti Kirana mendoakan orang lain untuk celaka. Bukan! Semisal ada keluarga dari orang tersebut yang meninggal dan mau menghibahkan kornea matanya untuk ayahnya, maka Kirana akan sangat-sangat bersyukur atas itu. Namun sayangnya sudah dua tahun lamanya belum juga ada pemberitahuan dari pihak rumah sakit tempat di mana ayahnya dulu dirawat.

*****

*****

*****

Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏

Terpopuler

Comments

Bilal Khan

Bilal Khan

semangat kirana

2024-04-15

2

Firman Firman

Firman Firman

lnjut semngat trus kirana

2024-04-09

0

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

semoga cepat dapat yang akan mendonorkan mata nya...

2024-03-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!