PART 18

Kirana nampak berjalan lunglai keluar dari lift. Selama di dalam lift tadi, Kirana sibuk memikirkan kembali keputusan yang sudah diambilnya. Apakah keputusan yang diambilnya itu adalah keputusan terbaik? Tapi meskipun keputusan yang sudah diambilnya itu tidak baik untuknya, setidaknya Kirana berharap keputusannya itu baik untuk ayahnya.

Dua tahun ayahnya tidak bisa melihat keindahan dunia. Dan selama dua tahun itu pula mereka menunggu adanya donor kornea mata dari pihak rumah sakit. Namun hingga saat ini nampaknya belum ada kabar baik dari rumah sakit di mana tempat ayahnya dulu dirawat. Menunggu dirinya mengumpulkan uang sedikit demi sedikit juga rasanya mustahil. Apalagi dengan kejadian yang dialaminya hari ini. Jika pun bosnya tadi memberikan keringanan kepadanya untuk mencicil kerugian yang sudah dibuatnya, sudah pasti uang gaji Kirana akan terpotong dan akan semakin lama pula ia bisa mengumpulkan uang untuk biaya pengobatan ayahnya.

Mei yang saat itu sudah berganti pakaian dan menunggu Kirana di lobby kantor segera berlari menghampiri sahabatnya itu. Hampir satu jam Mei menunggu. Diluar sana sudah hampir gelap karena waktu sudah menunjukkan hampir pukul enam sore. Adzan Maghrib pun sudah berkumandang sejak tadi.

"Bagaimana?" Mei langsung merengkuh kedua bahu Kirana. Dilihatnya mata Kirana yang memerah pertanda bahwa sahabatnya itu baru saja menangis. "Apa ada solusi dari masalah ini?"

Kirana menggeleng. "Aku ganti baju dulu Mei." Dengan lesu Kirana melangkah ke ruang loker di mana baju dan tasnya ia simpan di sana.

Mei terbengong. Ini nih yang paling ia tidak suka dari Kirana. Sahabatnya itu sering mengabaikannya. Padahal dirinya ingin menjadi orang pertama yang selalu mengerti apapun yang terjadi dengan sahabatnya. Ya, walaupun ujung-ujungnya Kirana juga bakalan cerita kepadanya. Namun kan Mei berharap Kirana langsung bercerita kepadanya saat dirinya bertanya.

Mei langsung mengikuti Kirana masuk ke ruang loker. Dari belakang dapat Mei lihat punggung Kirana yang nampak bergetar, namun sama sekali tidak ada suara. Sepertinya sahabatnya itu menangis dalam diam. Hati sahabat mana yang tidak ikut teriris saat melihat sahabatnya seperti itu. Mei pun ikut menjatuhkan air matanya. Mei langsung membalik tubuh Kirana kemudian merengkuhnya ke dalam pelukan.

"Yakinlah bahwa semuanya akan baik-baik saja." Mei mencoba menguatkan Kirana.

"Bagaimana akan baik-baik saja kalau semua ini terasa berat? Hiks.. hiks.." Akhirnya pecah juga suara tangisan Kirana. Kirana merasa bahwa saat ini dirinya sedang berada di titik terendah hingga dirinya sama sekali tidak bisa bangun. Bahkan untuk sekedar merangkak saja dirinya tidak mampu.

"Cerita biar loe sedikit lebih lega." Pinta Mei. "Meskipun nantinya gue tidak bisa membantu, seenggaknya dengan bercerita bisa mengurangi beban yang ada di pikiran loe." Mei mengurai pelukannya.

Kirana mengangguk kemudian keduanya mendudukkan tubuhnya di atas lantai, karena di dalam ruang loker itu tidak ada kursi yang bisa mereka duduki. Kirana menarik dan menghembuskan nafasnya sebelum mulai bercerita.

"Tu-Tuan Arsen memberikan ku pilihan karena aku tidak mampu membayar ganti rugi."

"Apa?" Mei terlihat tidak sabar. Seulas senyum terbit di bibir Mei karena Mei mengira Kirana mendapatkan keringanan dari bosnya.

"Tu-Tuan Arsen meminta ku menikah dengannya." Lirih Kirana kembali terisak.

"APA?!" Mata Mei hampir saja lepas dari tempatnya karena saking terkejutnya dengan apa yang diucapkan oleh Kirana. "Me-menikah?" Beo Mei. Susah payah dirinya menelan ludahnya.

Kirana mengangguk yang langsung membuat bahu Mei merosot dan lemes seketika. Tadinya dirinya mengira bahwa pilihan yang diberikan oleh bosnya itu bisa meringankan kerugian yang harus dibayar oleh Kirana. Namun ternyata pilihan itu benar-benar jauh dari ekspektasinya.

"Lalu?" Mei kembali menatap Kirana. "Apa loe mau menikah dengan Tuan Arsen?"

Kirana mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan Mei. Dan seketika bahu Mei merosot kembali. Lemes bestie.

"Loe serius Ran?" Sekali lagi Mei ingin memastikan bahwa keputusan yang diambil oleh Kirana itu tidak salah. Dan lagi-lagi Kirana menganggukkan kepalanya.

"Aku tidak punya pilihan lain Mei. Kamu sendiri kan tahu." Kali ini Mei yang mengangguk. "Tuan Arsen janji akan menganggapnya lunas, dan......"

"Dan apa?!" Serobot Mei karena tidak sabar mendengar kelanjutan ucapan Kirana.

"Dan akan membantu biaya pengobatan ayah." Lanjut Kirana.

Nah, kalau sudah berhubungan dengan ayahnya Kirana, Mei jelas saja sudah tidak bisa berkutik, apalagi Kirana. Kirana pasti akan mendahulukan kepentingan ayahnya daripada kepentingannya sendiri. Bagi Kirana ayahnya adalah segalanya. Kebahagiaan ayahnya adalah kebahagiaannya. Kirana pasti akan menomor sekiankan kebahagiaannya sendiri.

"Tap-tapi kan Tuan Arsen itu." Lirih Mei karena tidak ingin ucapannya itu sampai di telinga orang lain. Beruntung keadaan kantor sudah sepi. Dan Bu Winda pun sudah pulang sejak tadi.

"Itu apa?" Kirana tidak mengerti dengan maksud ucapan Mei.

"Ya itu," Ucap Mei sekali lagi seraya mengadu kedua jari telunjuknya.

"Apa sih Mei?" Mana Kirana ngerti kalau Mei cuma bilang itu dan mengadu kedua jari telunjuknya. Entah kode apa yang diberikan oleh sahabatnya itu. Kirana tak paham.

"Ish, itu loh."

"Sekali lagi bilang ita itu ita itu aku tinggal di sini kamu!"

"Haish malah ngancem. Yang punya motor siapa Buk?" Ucapan Mei membuat Kirana terkekeh. Kirana lupa kalau dirinya hanya nebeng. "Sini gue bisikin."

Kirana menurut dan langsung mendekatkan telinganya ke arah Mei. Mei pun langsung membisikkan kata-kata yang membuat Kirana mendelikkan matanya. "Impoten!" Meskipun pelan tapi suara Mei terdengar jelas di telinganya. "Kok gue ngebayangin malam pertama loe jadi pengen ketawa ya?" Kali ini tawa Mei benar-benar meledak di ruang loker.

Kirana sebenarnya sebel dengan apa yang barusan di diucapkan oleh Mei. Namun dirinya malah ketawa terpingkal-pingkal. "Eh Mei, bukannya itu bagus ya? Harusnya ini menguntungkan buat ku. Kan dengan begitu Tuan Arsen tidak akan bisa menyentuh ku. Ya, meskipun seumpama rumor itu nggak bener, Tuan Arsen juga nggak bakalan mau nyentuh aku. Aku kan bukan levelnya, Mei."

Mei manggut-manggut mendengar penuturan sahabatnya itu. Jika dipikir-pikir apa yang diucapkan oleh Kirana itu ada benarnya. Dengan begitu Kirana aman. Dan jika nantinya Tuan Arsen merasa bosan lalu melepaskan Kirana, Kirana masih dalam keadaan perawan karena belum tersentuh. Dan keuntungan yang lainnya bagi Kirana adalah ayahnya sudah bisa melihat lagi. Bukankah tidak ada salahnya sedikit merugi untuk meraih untung. Anggap aja mereka saat ini sedang berbisnis.

*****

*****

*****

Eh udah hari Senin aja 😁 ada yang punya Vote nganggur nggak ya 😂 edisi malak alus 🏃🏻‍♀️🏃🏻‍♀️

Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏

Terpopuler

Comments

Firman Firman

Firman Firman

dasar babng arsen buaya buntung 😄🤭

2024-04-10

2

Ita rahmawati

Ita rahmawati

hadeh kirana² itu cuma halumu,,nti setelah menikah sm lamu juga berdiri itunya gk impoten lg 🤣🤣🤣

2024-03-10

0

Eny Hidayati

Eny Hidayati

Mei ... Mei ... membayangkan sendiri malam yang ...

2024-02-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!