Mobil mewah bewarna hitam memasuki halaman rumah yang besar nan megah secara perlahan hingga berhenti tepat di depan pintu utama. Beberapa pelayan yang sudah lama menanti kedatangan sang tuan muda langsung keluar untuk menyambutnya.
Nindy yang baru saja turun dari dalam mobil, seketika takjub saat melihat bangun yang tampak begitu besar berdiri tegak tepat di depan matanya.
"Wah! Ini rumah apa hotel ya, gede banget. Halamannya juga luas banget, cocok banget kalau di jadiin lapangan bola".
Memang bukan hal yang baru bagi Nindy saat melihat rumah besar dan megah seperti itu karena dulu ia juga pernah tinggal di rumah yang tidak kalah besar dari rumah itu, namun semenjak kepergian kedua orang tua dan saudaranya Nindy tidak pernah lagi menginjakkan kaki di rumah keluarganya dan bahkan saat ini ia sudah lupa bagaimana wujud dari rumah itu.
"Bawa masuk barang- barangnya kedalam" Perintah Rafael kepada pelayan.
Mereka mengangguk dan langsung mengambil alih semua barang bawaan Nindy dan membawanya masuk kedalam.
"Ayo masuk" Ajak Rafael pada istrinya.
"Ya" Sahut Nindy kemudian langsung mengikuti langkah kaki suaminya dari belakang.
Bu Linda yang mendengar Rafael sudah pulang langsung menghampiri putra sulungnya itu.
"Kemana saja kamu? Kenapa baru sampai?" Tanya bu Linda.
Bu Linda memang turut hadir pada saat prosesi pernikahan Rafael dan Nindy, namun setelah acara pernikahan selesai beliau langsung bergegas pulang bersama Ronald dan juga Edgar dengan mobil yang berbeda sehingga beliau tidak mengetahui apa saja yang dilakukan sang putra.
"Tadi kami mampir sebentar mah untuk makan malam" Jawab Rafael.
"Kenapa musti makan diluar, kan kamu bisa makan malam di rumah" Sela bu Linda.
Bu Linda menatap Nindy yang berdiri di belakang Rafael.
"Bik Nur!" Panggilnya pada seorang pelayan.
Bik Nur yang mendengar namanya disebut langsung bergegas datang.
"Iya nyonya, ada apa?" Tanya bik Nur.
"Antarkan gadis itu kekamarnya" Perintah bu Linda.
"Baik bu!" Bik Nur mengambil barang- barang bawaan Nindy untuk di antarkan ke kamar khusus yang telah di persiapkan jauh- jauh hari.
"Mari non" Ajak bik Nur pada Nindy.
Nindy mengangguk pelan dan tanpa banyak bertanya ia langsung mengikuti langkah bik Nur menuju kekamarnya yang terletak di lantai dua.
"Ini kamar nona" Ucap Bik Nur saat membuka pintu kamar Nindy.
Nindy takjub saat melihat kamarnya telah di persiapkan dengan bersih dan rapi.
"Terima kasih bik" Ucap Nindy tulus.
"Sama- sama non" Balas bik Nur.
"Kalau nona butuh apa- apa panggil bibik saja, nanti bibik akan membantu nona".
"Iya bik, sekali lagi makasi ya".
Bik Nur mengangguk pelan kemudian kembali berjalan keluar.
"Bik!" Nindy memanggil bik Nur hingga membuat bik Nur kembali menatapnya.
"Ada apa non" Tanya Bik Nur.
"Kamar kak Rafael dimana?" Tanya Nindy.
"Di sana non" Tunjuk bik Nur pada sebuah kamar.
"Selang satu kamar setelah kamar nona. Kamar tuan Rafael yang terletak di ujung tangga" Jelas Bik Nur lagi.
"Ooo, di situ ternyata" Gumam Nindy.
"Makasih ya bik" Ucapnya lagi.
Bik Nur kembali mengangguk.
"Ada lagi yang nona inginkan?" Tanya bik Nur ssbelum beliau pergi.
Nindy menggeleng.
"Tidak bik, terima kasih ya. Bik Nur sudah boleh pergi".
Bik Nur mengangguk lalu langsung pergi keluar dari kamar nona muda baru di rumah ini. Beliau sempat kaget saat melihat istri dari tuan muda Rafael yang terlihat masih sangat muda bahkan bisa di bilang masih remaja, terlebih penampilan yang terlihat begitu sederhana dan tampak sedikit tomboy dengan rambut yang di potong pendek sebahu. Penampilan istri tuan mudanya sungguh sangat jauh berbeda dengan penampilan pacar tuan Rafael sendiri yang selalu berpenampilan glamor, feminin dan juga dewasa.
"Sepertinya akan ada masalah baru yang datang kerumah ini, semoga nona Nindy sanggup bertahan" Gumam bik Nur sebelum akhirnya meninggalkan kamar majikannya yang baru.
Sementara itu, Nindy yang memang sudah merasa sangat lelah setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh bergegas berganti pakaian dan tanpa menunggu lama langsung naik keatas ranjang besar dan mengambil posisi ternyaman.
"Ah nyamannya" Gumam Nindy saat merasakan tubuhnya yang langsung hangat saat memeluk guling dan selimutnya.
Tak perlu menunggu lama Nindy langsung tertidur tanpa beban sedikitpun, ia langsung terlelap dalam mimpi yang menjadi bunga- bunga tidurnya. Nindy memang beda, dia sungguh berbeda dengan kebanyakan orang lainnya. Biasanya orang akan kesulitan untuk tidur jika ditempat baru, namun ternyata hal itu tidak berlaku untuk seorang Nindy, bahkan saat ini ia mampu tertidur dengan lelap tanpa gangguan sedikitpun.
.
Tok tok tok
Nindy mengetuk pintu kamar sang suami perlahan karena tidak ingin mengundang kegaduhan di pagi hari. Pagi ini ia segaja bangun lebih awal karena semalam ia sudah bertekat untuk menjadi istri yang baik bagi suaminya itu.
Hal pertama yang ia lakukan adalah menyiapkan sarapan pagi untuk pak suami meskipun yang ia lakukan hanya merecoki bik Nur di dapur, dan sekarang ia akan membangunkan sang suami sesuai dengan saran dari bik Nur. Bik Nur mengatakan jika Rafael sangat susah untuk bangun pagi padahal dia harus berangkat kekantor pagi- pagi. Alhasil hampir setiap pagi bik Nur bertugas untuk membangunkan sang tuan muda sekaligus menyiapkan semua keperluannya untuk pergi kekantor.
Berulang kali ia mengetuk pintu itu namun tidak mendapatkan respon apapun dari dalam, sepertinya sang penghuni kamar masih terlelap dalam tidurnya padahal hari sudah menjelang pagi. Karena tidak mendapat jawaban apapun, Nindy berinisiatif untuk langsung menerobos masuk kedalam kamar pak suami karena takut suaminya itu akan terlambat jika ia tidak bergegas untuk membangunkannya.
Cklekk
Nindy dapat dengan mudah membuka pintu tersebut karena memang pintu itu tidak terkunci, Rafael memang tidak pernah mengunci pintu kamarnya karena seseorang harus membangunkannya di pagi hari.
Kegelapan langsung menyambut kedatangan Nindy saat pertama kali ia melangkahkan kaki memasuki kamar suaminya itu. Bulu kuduknya tiba- tiba langsung merinding ketika dinginnya udara mulai menyapu kulit tubuhnya.
"Ini kamar apa kuburan sih, gelap banget. Dingin lagi" Gerutu Nindy sambil mengelus kuduk lehernya.
Kamar Rafael memang gelap, ia memang tidak pernah menyalakan lampu ketika tidur karena ia memang tidak bisa tidur jika lampu masih menyala bahkan lampu tidurpun tidak pernah ia nyalakan. Jika biasanya orang tidur dengan memakai lampu tidur namun tidak dengan Rafael, ia malah tidur tanpa cahaya sedikitpun. Hanya ada sedikit cahaya temaram yang masuk kedalam kamarnya, cahaya yang berasal dari lampu balkon kamarnya.
Dengan bantuan cahaya temaram yang berasal dari balkon kamar Rafael, Nindy melangkahkan kakinya perlahan memasuki kamar suaminya. Dan hal pertama yang ia lakukan adalah membuka gorden tebal yang menjadi biang kegelapan kamar itu.
"Ah, leganya" Ucap Nindy setelah ia berhasil membuka gorden besar itu dan cahaya pagi mulai masuk kedalam kamar.
Nindy menatap keluar sambil menyunggingkan senyum, ia menyambut pagi ini dengan rasa bahagia karena ini adalah hari pertamanya setelah menjadi seorang istri dari pria yang menjadi cinta pertamanya. Nindy tidak pernah menyangka jika pria yang berhasil menaklukkan hatinya itu kini telah resmi menjadi suaminya.
Nindy memutar tubuhnya menatap pak suami yang masih terlelap di bawah selimut hangatnya, dia terlihat begitu damai seolah tidak memiliki beban apapun. Perlahan ia melangkahkan kaki menuju kearah ranjang dan seketika senyum manis kembali terukir di bibirnya saat melihat wajah sang suami yang tampak tenang dalam tidur lelapnya.
"Kak! Kak Rafael" Nindy menepuk lengan Rafael pelan mencoba untuk membangunkan suaminya itu.
Tidak ada respon dari Rafael, ia masih betah berada di alam mimpinya.
"Kak, kak Rafael! Bangun kak, udah pagi" Panggilnya lagi, kini dengan tepukan yang lebih keras.
Dan tetap seperti sebelumnya, Rafael masih tidak bergeming sedikitpun, ia benar- benar seperti orang pingsan.
"Ih, parah banget sih inih orang. Di panggil berkali- kali nggak bangun- bangun juga" Gerutu Nindy yang mulai kesal.
"Aits,,,! Ini orang kayaknya baru bangun kalau di tembaki petasan".
"Ini terakhir kalinya aku bangunin ya, kalau masih nggak bangun juga maka aku siram pake air dingin" Ucap Nindy penuh ancaman.
Nindy mengambil ancang- ancang untuk melancarkan aksinya.
"Ok, siap- siap!" Ucapnya pada diri sendiri.
"Satu, dua, ti,,,!"
Dengan gerakan cepat kedua tangan Nindy menarik selimut tebal yang menutupi tubuh Rafael hingga selimut itu tergeletak di lantai.
"Ga,,,! Aaaa,,,,!"
☆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments