Setelah menghabiskan waktu bersama pada akhir pekan yang lalu, minggu ini Nindy kembali meminta sang suami untuk menemaninya menikmati akhir pekan bersama lagi. Nindy berdalih jika minggu yang lalu ia belum puas menikmati kebersamaan mereka karena berbagai hal dan juga ada beberapa lokasi yang sebelumnya menarik perhatian dirinya namun belum sempat untuk di kunjungi.
Rafael sudah berusaha untuk menolak permintaan istrinya dengan berbagai alasan, namun Nindy tetap bersikeras membujuk sang suami agar mau mengikuti permintaannya hingga pada akhirnya Rafael terpaksa memenuhi permintaan sang istri, terlebih sang mama juga menyuruhnya untuk membawa Nindy pergi karena beliau pusing menghadapi ulah sang menantu yang tidak pernah bisa duduk tenang tanpa melakukan sesuatu yang membuat kericuhan di dalam rumah.
Dan di sinilah mereka berada sekarang, di pusat pembelanjaan yang minggu lalu telah mereka datangi. Nindy melemparkan pandangannya memandangi keseluruh sudut hingga pada akhirnya pandangan matanya menangkap sesuatu yang menurutnya seru dan sudah sejak minggu lalu menarik perhatiannya.
"Pak Su itu apa?" Tunjuk Nindy pada beberapa boneka binatang yang lewat tidak jauh dari posisinya.
Rafael menggerang kesal karena Nindy masih memanggilnya dengan panggilan pak su, padahal sudah berulang kali ia melarang sang istri memanggilnya dengan panggilan yang aneh itu. Rafael sungguh tidak menyukai panggilan yang Nindy sematkan untuk dirinya, namun saat ini Rafael tidak ingin melakukan aksi protes lagi, ia akan membiarkan istri bocilnya itu melakukan apapun yang dia sukai selama pikirannya tentang Laura teralihkan. Meski sudah satu minggu berlalu, namun kadang- kadang Nindy masih mengungkit tentang pertemuannya dengan Laura waktu itu.
"Boneka listrik" Sahut Rafael singkat.
"Lucu banget sih" Nindy terlihat begitu tertarik dengan permainan itu dan seketika ia begitu berminat untuk menaiki binatang yang bisa berjalan dengan bantuan listrik itu.
"Kita naik itu yuk!" Ajak Nindy dengan semangat.
"Apa?" Rafael terkejut mendengar ajakan dari sang istri.
"Kita naik boneka listrik itu" Ucapnya lagi.
"Tidak. Aku tidak mau dan kamu juga tidak boleh naik binatang itu" Sahut Rafael.
"Memangnya kenapa sih? Kan seru" Balas Nindy lagi.
"Apanya yang seru. Itu cuma mainan anak- anak. Memangnya kamu anak kecil?".
"Aku kan memang masih kecil" Sahut Nindy cepat.
"Pak Su nggak lihat badan aku masih kecil begini".
"Badan kamu memang udah kecil dari dulu dan akan tetap seperti itu. Memangnya kamu masih berharap jika tubuhmu bisa tumbuh lebih tinggi lagi".
Nindy cemberut, ia kesal karena suami selalu mengejek tubuh kecilnya.
"Lihat saja nanti ketika aku dewasa, aku akan membuat kamu menyesal karena telah menghina tubuh kecilku. Memangnya kamu pikir badanku sudah mentok di ukuran segini? Maaf ya pak suami jika harapan anda tidak kesampaian karena mulai saat ini aku akan berusaha membuat tubuhku untuk tumbuh lebih tinggi" Monolog Nindy.
"Kalau pak Su nggak mau temani aku untuk naik boneka itu, ya sudah! Aku bisa naik sendiri" Ucap Nindy yang bergegas melangkah menuju ke tempat penyewaan boneka listri itu.
"Hei mau kemana kamu?" Panggil Rafael saat melihat Nindy yang melangkah pergi.
"Aits,,, anak itu. Makin hari semakin susah untuk di atur".
Dengan perasaan kesal Rafael mengikuti Nindy hingga sampai di tempat penyewaan boneka tersebut dan tanpa kata ia langsung menarik tangan Nindy kemudian membawanya menjauh dari sana.
"Pak Su kenapa sih? Kenapa aku malah di bawa kesini? Aku kan mau naik itu" protes Nindy karena Rafael membawanya pergi.
"Aku tidak suka kamu naik itu" Balas Rafael.
"Kalau kamu nggak suka, ya udah nggak ikut. Aku kan cuma mau main, kenapa nggak boleh" Sahut Nindy lagi.
"Pokoknya kalau aku bilang tidak boleh, ya tidak boleh" Jawab Rafael tegas.
"Jika kamu protes lagi maka sekarang juga kita pulang ke rumah" Ancam Rafael.
Seketika raut wajah Nindy mulai berubah, ia menekukkan wajahnya dan tidak lama kemudian suara isak tangis mulai terdengar. Akhirnya Nindy terpaksa mengeluarkan senjata terakhirnya yaitu menangis, apapun yang terjadi ia harus bisa naik boneka itu.
Rafael menghela nafas saat mendengar Nindy yang mulai menangis, ia tidak pernah menyangka jika ternyata beginilah rasanya jalan dengan bocil. Ia harus memenuhi segala permintaan bocah itu dan harus siap dengan konsekuensi jika menolaknya. Dan saat ini Rafael harus menerima konsenkuensinya karena telah menolak permintaan istri kecilnya itu.
Karena tidak ingin mengundang perhatian dari banyak orang, akhirnya Rafael menuruti keinginan Nindy untuk naik boneka listrik itu. Dan tentu saja Nindy menyambutnya dengan suka hati, 'nggak percuma ia berpura- pura menangis, toh pada akhirnya sang suami menuruti keinginannya'.
Nindy memilik boneka yang berbentuk gajah dan tanpa menunggu lama boneka listrik itu pun langsung melesat pergi membawa penumpang kecilnya untuk mengelilingi mall. Sementara itu Rafael memutuskan untuk menunggu di tempat penyewaan.
Waktu terus berlalu hingga tanpa terasa sudah dua puluh menit Nindy pergi dengan boneka listrik itu dan belum juga kembali, seketika Rafael mulai cemas karena istri kecilnya pergi sudah melebihi waktu yang ditentukan. Rafael mengedarkan pandangan matanya untuk melihat dimana sang istri berada sampai pada akhirnya ia melihat istrinya yang berjalan mengikuti seorang pria dewasa yang terlihat sedang mendorong boneka listrik yang di naiki oleh Nindy tadi.
Rafael tertawa ngakak saat pria itu mengatakan jika boneka listrik itu tidak bisa bergerak lagi karena sudah kehabisan baterai sehingga harus di dorong. Rafael patut bersyukur boneka itu habis baterai hingga tidak bisa berjalan lain, ia tidak dapat membayangkan jika daya boneka itu masih full pasti istri bocilnya itu tidak akan pernah berhenti bermain. Setelah menyelesaikan pembayaran, Rafael langsung menarik Nindy untuk pergi dari tempat itu sebelum sang istri meminta untuk naik boneka yang lainnya.
.
Nindy membersihkan mulutnya yang berlepotan sehabis menikmati es krim kesukaannya yang di pesan khusus oleh Rafael setelah mereka selesai makan siang, ia tersenyum senang setelah seluruh tenaganya terisi kembali.
"Sudah kenyang?" Tanya Rafael
Nindy mengangguk cepat sambil tersenyum.
"Bagus, kalau begitu kita pulang sekarang" Ucap Rafael.
Senyum Nindy seketika memudar mendengar kata pulang yang lagi- lagi keluar dari mulut suaminya.
"Loh kok pulang sih, ini kan masih siang" Protes Nindy.
"Aku masih mau main" Lanjutnya.
"Mainnya di lanjutkan minggu depan saja, sekarang kita pulang. Aku sudah punya janji dengan rekan bisnis".
"Tapi aku masih mau main"
"Memangnya kamu mau main apa lagi sih? Kita sudah memutari arena permainan di mall ini dari tadi pagi dan kamu sudah memainkan hampir dari semua permainan yang ada di sini. Apa kamu tidak capek? Aku saja yang hanya berjalan mengikutimu capek Nin, masa kamu nggak ada capek- capeknya sih!" Keluh Rafael.
"Tapi pak ,,,!".
Rafael meletakkan jari telunjuknya di bibir Nindy untuk menghentikan ucapannya.
"Cukup. Aku tidak mau mendengar protes apapun lagi dan sudah berapa kali aku bilang jangan memanggilku dengan panggilan itu lagi".
"Ais,,, Dasar orang tua. Baru juga diajak main sebentar udah capek" Gerutu Nindy yang samar - samar ikut di dengar oleh Rafael.
"Kamu bilang apa tadi?" Tanyanya.
"Eh, nggak. Enggak bilang apa- apa" Sahut Nindy sambil menyingir.
"Jangan bohong, aku tahu kalau,,,!"
Ucapan Rafael terjeda saat seseorang menepuk pundaknya dari belakang.
"Rafael!".
☆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments