"Sah!" Ucap pak penghulu.
"Sah"
"Sah"
"Sah"
Semua orang berada di dalam ruangan itu saling bersahutan mengumandangkan kata sah, mereka menjadi saksi dimana sepasang anak cucu adam telah resmi menjadi pasangan suami istri. Senyum bahagia merekah di bibir semuanya, memang tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihat sepasang kekasih yang akhirnya bisa hidup bahagia bersama.
Nindy tidak dapat menyembunyikan perasaan bahagianya karena kini statusnya yang sudah berubah menjadi seorang istri dari pria yang ia cintai. Meskipun ia baru beberapa bulan mengenal Rafael dan hubungan mereka menjadi semakin dekat baru beberapa minggu terakhir,
namun ia begitu yakin jika pilihannya sudah tepat karena Rafael mampu memberikan warna batu dalam hidupnya yang sempat kelam setelah kepergian seluruh anggota keluarganya.
Acara pernikahan Rafael dan Nindy berlangsung secara sederhana, pernikahan itu di laksanakan di KUA setempat dan hanya di hadiri oleh beberapa kerabat dekat dari pihak orang tua Nindy sedangkan di pihak Rafael hanya bu Linda sang mama, Ronald sang kakak dan Edgar sahabatnya yang datang.
Setelah acara pernikahan itu selesai Rafael langsung memboyong Nindy untuk tinggal bersamanya di kota, meskipun sedih namun Nindy harus ikhlas untuk meninggalkan keluarga sang bibi yang telah merawatnya selama beberapa tahun terakhir untuk ikut bersama sang suami.
"Jaga diri baik- baik ya sayang, nurut apa kata suami. Sekarang sudah ada orang yang menggantikan bibi dan paman untuk merawatmu. Hormatilah suamimu dan jangan pernah membantahnya" Pesan bibi Ranti.
"Iya bi, Nindy akan mengingat semua pesan bibi" Balas Nindy tersenyum manis.
"Pergilah nak, ikutlah bersama suamimu. Paman dan bibi ikhlas melepasmu untuk tinggal bersama suamimu. Sering- seringlah datang kemari, paman dan bibi akan selalu menyambut kedatanganmu dengan tangan terbuka" Ucap Paman Abu.
Sebenarnya pak Abu tidak rela jika Nindy menikah dengan Rafael, bukan hanya karena usia Nindy yang masih sangat muda yaitu tujuh belas tahun tapi beliau tidak yakin jika Rafael bisa menjaga dan melindungi Nindy dengan baik, terlebih beliau begitu mengenal watak sang keponakan. Nindy adalah gadis tomboy dan sedikit keras kepala, dia memiliki watak yang keras dan teguh dalam pendiriannya. Jika ia sudah mengatakan 'iya' maka harus 'iya' dan begitu pula sebaliknya jika ia mengatakan 'tidak' maka harus 'tidak'.
Jangankan orang lain yang baru mengenalnya, kadang kedua paman dan bibinya saja tidak bisa mengaturnya. Pak Abu khawatir jika nanti bukan Rafael yang mengatur Nindy tapi Nindy yang akan mengatur suaminya itu.
"Iya paman" Sahut Nindy lagi.
Nindy menatap wajah sang paman dan bibinya secara bergantian, ia begitu menyanyangi kedua orang tua angkat yang sudah ia anggap seperti orang tua kandungnya sendiri. Paman dan bibinya itu merupakan sepupu jauh sang mama, dan merekalah yang merawatnya semenjak kedua orang tua dan saudara kandungnya meninggal dunia dalam kecelakaan tragis yang menimpa mereka.
Tujuh tahun yang lalu, seluruh anggota keluarga Nindy yang terdiri dari kedua orang tuanya dan dua kakak laki- lakinya mengalami kecelakaan hebat dan meninggal dunia. Nindy sendiri selamat dari kecelakaan maut itu karena pada hari kejadian kecelakaan ia tidak ikut dalam rombongan keluarganya, iabersikeras menolak untuk pulang kembali ke kota karena masih ingin bermain bersama sepupu- sepupunya.
Meskipun Nindy bukan anak kandung pak Abu dan bu Ranti, tapi keduanya begitu menyanyangi Nindy seperti anak mereka sendiri. Siapapun pasti akan menyanyangi Nindy karena dia adalah anak yang baik, ceria dan juga penurut meski kadang- kadang sedikit bandel dan suka menjaili teman- temannya.
"Terima kasih karena paman dan bibi sudah merawat dan menyanyangi Nindy hingga Nindy sudah sebesar ini. Paman sama bibi tidak perlu khawatir karena Nindy bisa menjaga diri dan Nindy janji akan patuh pada semua ucapan kak Rafael" Ucap Nindy penuh kenyakinan.
Pak Abu dan Ranti tersenyum, mereka tidak dapat menahan rasa harunya ketika melihat keponakan yang mereka rawat selama ini, kini telah besar dan telah menjadi istri orang.
"Paman, bibi kami harus pamit sekarang. Rafa takut nanti kami terlalu malam sampai dirumah" Pamit Rafael dengan hormat.
"Iya nak, pergilah. Jaga Nindy baik- baik ya. Jika dia nakal kamu bisa membawanya kembali pulang biar paman dan bibi yang akan menghukumnya" Ucap pak Abu.
"Ayah!" Sela bu Ranti.
"Hati- hati di jalan ya nak. Semoga kalian berdua hidup bahagia selamanya" Ucap bu Ranti penuh harap.
Setelah berpamitan kepada paman dan bibinya, akhirnya Nindy langsung pergi bersama suaminya untuk memulai yang hidup baru. Meski dengan berat hati, Nindy harus rela melepaskan paman dan bibi yang telah merawatnya sejak kecil dengan sangat baik dan berjanji jika ia akan hidup bahagia bersama keluarga barunya.
Perjalanan dari rumah pak Abu menuju kekota membutuhkan waktu yang panjang, setidaknya delapan jam waktu yang harus mereka tempuh untuk bisa sampai dikota jika tanpa singgah, namun jika mereka berhenti untuk makan atau sekedar kekamar kecil maka waktu yang di butuhkan lebih lama sekita satu atau dua jam lagi.
Dan selama perjalanan itu waktu Nindy di isi dengan lamunan, ia sedang membayangkan bagaimana nasibnya kini setelah menjadi istri dari seorang pria bernama Rafael, apakah ia akan hidup bahagia bersama pria yang sedang duduk di sampingnya sambil menyetir itu. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin Nindy tanyakan kepada suaminya itu, namun ia mengurungkan niatnya tersebut karena ia merasa hawa dingin mulai menyelimuti sekelilingnya.
Rafael yang sebelumnya bersikap hangat kini tiba- tiba berubah menjadi dingin, tatapan matanya fokus kedepan tanpa ingin melirik sedikitpun kearah istrinya dengan tangan yang masih menggenggam erat setir mobil.
"Apakah masih jauh?" Nindy mencoba untuk memulai percakapan dengan sang suami.
"Mmmm!" Balas Rafael.
"Apa kamu tidak lapar?" Tanya Nindy lagi sambil menyentuh perutnya.
"Kamu lapar?" Rafael malah balik bertanya.
"Iya" Sahut Nindy cepat tanpa jaim.
"Aku sudah sangat lapar" Ucapnya lagi.
"Aku yang menyetir mobil, tapi kenapa malah kamu yang kelaparan?" Protes Rafael.
"Aku memang tidak ikut menyetir mobil, tapi akukan ikut mengawasi yang lagi menyetir mobil. Dan sekarang aku sudah lelah dan merasa sedikit lapar" Ucapnya lagi.
"Lagi pula kita sudah melewati perjalanan yang panjang dan semua energiku sudah terkuras habis. Jadi aku butuh pasokan energi yang baru".
"Sabarlah. Sebentar lagi kita akan segera sampai dirumah. Nanti kamu bisa makan sepuasnya" Balas Rafael.
"Aku sudah tidak bisa menunggu terlalu lama lagi kak. Perutku sudah berdemo sejak tadi dan meminta makanan" Sahut Nindy.
Rafael menghela nafas panjang, inilah yang ia benci dari seorang bocil. Mereka tidak akan sanggup menahan apapun dan harus segera mendapatkannya saat itu juga.
"Dasar bocil" Gumam Rafael dengan kesal.
"Kak!" Rajuk Nindy lagi.
"Iya, iya. Nggak sabaran banget sih kamu ini. Sabar! Aku cari tempat makan dulu" Sergah Rafael dengan kesal.
"Orang lagi lapar malah di suruh sabar" Nindy masih mengoceh.
Rafael menghentikan laju mobilnya dan menatap tajam pada sang istri.
"Kamu mau makan sekarang?" Tanya Rafael.
Nindy langsung mengangguk cepat.
"Iya, aku mau!" Sahutnya cepat.
"Disini? Yakin?" Tanya Rafael lagi.
"Yakin!" Sahut Nindy lagi.
"Ya udah sana turun" Perintah Rafael.
"Hah! Turun" Nindy mengedarkan pandangannya menatap keluar mobil namun ia tidak melihat satu warung makan pun yang ada di sana dan hanya perkebunan dan sawah yang ia lihat.
"Kok turun disini?" Tanyanya tidak mengerti.
"Katanya mau makan" Ejek Rafael.
"Mau makan apa? Kan tidak ada warung makan disini" Ucapnya.
Tak
Rafael menjitak kepala sang istri dengan kesal.
"Aww, sakit!" Keluh Nindy sambil mengusap kepalanya.
"Makanya kalau orang bicara itu di dengerin, jangan suka memaksa kehendak sendiri. Kan tadi aku sudah bilang sabar, tapi kamu masih ngeyel" Ucap Rafael.
Nindy masih mengelus kepalanya sambil memikirkan ucapan sang suami dan ia mengaku salah karena telah tidak sabar.
"Mau turun di sini atau lanjut jalan?" Tanya Rafael kemudian.
"Lanjut jalan aja" Sahut Nindy cepat.
"Lagian mau ngapain turun disini, mau bantu tuh kakek- kakek bajak sawah" Nindy masih menggerutu pelan, namun Rafael masih bisa mendengarnya.
Rafael tersenyum karena akhirnya ia bisa mengalahkan si bocil.
"Kita lanjut jalankan?" Tanyanya lagi.
"Iya jalan" Sahut Nindy kesal.
Rafael kembali menyunggingkan senyumnya, rasa bosannya menghilang seketika. Ternyata begini ya rasanya berdebat dengan bocil, pikirnya.
☆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Greenindya
baru
2023-06-09
1