Sang Penakluk
"Besok dia bebas," gumam Devan.
Laki-laki yang masih terlihat tampan di usianya yang telah matang itu mengalihkan pandangannya ke arah luar, dia kini sudah tak lagi dapat dengan bebas melakukan apapun pada keluarga Prayoga, tidak sama seperti dua belas tahun yang lalu.
Devan sudah menikahi Mila, sekretarisnya. Walaupun sebenarnya hati Devan masih terpaut pada sosok wanita yang kini tengah menjadi pemeran utama dalam fikirannya.
Mila gadis yang baik dan tidak banyak menuntut. Devan memutuskan untuk mencoba memberikan ruang di hatinya, perempuan itu memang jelas-jelas sudah menyukainya sejak dulu, makanya tak ada perjuangan yang berarti bagi Devan untuk mempersuntingnya.
Tapi tak dapat dipungkiri, jauh di lubuk hati Devan masih tersimpan satu nama yang tak dapat ia lupakan seumur hidupnya.
Cintanya tetap abadi hingga kini, namun hal itu harus tetap terpendam selamanya demi menjaga perasaan Mila yang sekarang sudah memilikinya.
Devan sudah dikaruniai seorang anak laki-laki, Al Mukti Hanif, dan kini Mila tengah mengandung buah hati mereka yang kedua.
Tok .. tok .. suara pintu diketuk dari luar, Husna masuk setelah Devan mempersilahkannya.
"Pak, ini berkas-berkas ajuan dari klien kita yang sudah masuk," wanita berjilbab putih itu berujar seraya menyodorkan beberapa tumpukan map pada atasannya.
"Oh, iya, terimakasih," ucap Devan setelah berkas-berkas itu berpindah ke tanganya.
Husna adalah karyawati yang menggantikan posisi Mila, gadis itu memutuskan untuk resign setelah dipersunting atasannya sendiri.
Husna seorang single parents yang tidak bisa lagi memiliki anak, karena rahim wanita itu sudah diangkat, ia korban KDRT suaminya sendiri.
Husna adalah salah satu klien Devan ketika ia berseteru dengan suaminya perihal KDRT yang dialaminya, ia dibela oleh Lembaga Hukum milik Devan di dalam persidangan, sampai akhirnya dia dipekerjakan di Lembaga Hukum Devano Putra Bagaskara, S.H, M.H.
Suara notifikasi whatsapp berbunyi.
'Mas, makan siangnya mau dibawain ke kantor atau kamu mau pulang dulu ke rumah?'
Mila mengirimkan pesan lewat sebuah chat.
'Sebentar lagi aku pulang,' balas Devan.
Pria berkemeja biru itu bergegas merapihkan berkas yang tadi diterimanya, ia berniat memeriksa semuanya setelah selesai jam makan siang.
Melihat atasannya keluar, Husna berdiri.
"Saya pulang dulu sebentar," ujar pria bertubuh tinggi itu.
Husna menjawab atasannya dengan anggukan kepala, kedua netranya tak berani menatap.
Devan berjalan menuju deretan kendaraan roda empat yang terparkir rapih, mobilnya memiliki sebuah area khusus yang diperuntukkan bagi dirinya sendiri, wajarlah, dia memang pemiliknya.
Dalam perjalanan terdengar suara dering panggilan dari ponsel, dengan cepat Devan mengenakan bluetooth earphone pada telinganya.
"Assalamualaikum," ucapnya setelah alat bantu komunikasi dalam mobil itu tersambung dengan baik.
"Alaikumusalam, Van, apa kabar?" tanya seorang pria dari seberang sana.
"Alhamdulillah, saya sehat, Om. Om dan Tante gimana? Sehat juga, kan?" Devan balik bertanya, senyum mengembang di bibirnya.
"Om dan Tante sehat, Van. Alhamdulillah, berkat bantuan kamu dan keluargamu selama ini," balas Prayoga, dengan suara sedikit bergetar menahan haru.
"Van, besok Sarah bebas, tapi dia menolak dijemput ke New York, anak itu meminta kami menunggunya di rumah saja. Jika berkenan, kamu datang ke rumah Om saat Sarah pulang nanti, ajak Mila juga, ya!" tutur Prayoga dengan segenap harapannya.
"Baik, InshaAllah kami usahakan untuk datang, Om," ucap Devan.
"Terimakasih, Van, salam buat Mila, ya!" pungkas Prayoga mengakhiri sambungan komunikasinya.
Devan membuka bluetooth earphone dari telinganya, kemudian meletakan kembali benda kecil itu di tempat semula.
*****
"Gimana, Devan bisa dateng nggak, Yah?" tanya Marni pada suaminya.
"InshaAllah dateng katanya, Bu," jawab Prayoga.
Marni tersenyum, dalam benaknya ia masih mengharapkan Devan menjadi menantunya. Tapi takdir berkata lain, Devan kini sudah menjadi milik istrinya, Mila.
"Ibu mau masak makanan kesukaan Sarah dan Devan, pasti mereka seneng," ucap wanita paruh baya itu seraya beranjak dari tempat duduknya, lalu melangkah menuju ke arah dapur.
Prayoga menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menarik nafas dalam, terkadang ia tak habis fikir dengan kelakar yang dibuat istrinya itu.
Sudah tau Devan pria beristri, tapi masih saja berharap menjadi mertuanya, batin Prayoga.
*****
Devan sampai di depan halaman rumah yang cukup luas, bangunan minimalis modern yang terlihat rapih dan bersih itu adalah kediamannya bersama Mila juga buah hati mereka.
"Assalamualaikum," ucap Devan ketika membuka pintu depan rumahnya.
"Alaikumusalam," jawab Mila, wanita berjilbab maroon itu ternyata sudah berdiri di balik pintu, istri Devano itu menyambut kedatangan sang Suami dengan senyumnya yang menawan.
Sebuah kecupan mesra mendarat dikening wanita yang tengah berbadan dua itu.
"Mau langsung makan, Mas?" tanya Mila dengan wajah merona setelah menerima sebuah kecupan mesra.
"Iya dong, udah nungguin kan?"
Devan merangkul tubuh mungil kekasih halalnya itu, keduanya berjalan berdampingan menuju ruang makan.
Mila tersenyum bahagia, ia benar-benar merasa menjadi seorang ratu di rumah itu. Devan memperlakukan istrinya dengan begitu lembut dan penuh perhatian juga kasih sayang.
"Papah!" teriak seorang anak laki-laki berumur lima tahun yang terlihat sudah berdiri bertolak pinggang di bawah anak tangga.
Devan dan Mila menghentikan langkah mereka.
"Maaf, Tuan, Den Al ndak mau tidur siang, katanya mau nungguin Ndoro Tuan," ujar seorang wanita berseragam baby sitter, ia berdiri di belakang anak kecil yang berwajah tampan itu.
Dia itu adalah Mirna, suster yang menjaga Al Mukti Hanif, putra sulung Devan dan Mila.
"Anak Papah belum tidur siang?"
Devan menghampiri buah hatinya, lalu meraih tubuh mungil itu ke dalam gendongannya.
"Aku mau tidur sama Papah," rengek anak laki-laki itu sambil melingkarkan kedua tangannya di leher Devan.
"Al, jangan begitu, kasian Papahnya laper, mau makan dulu, Al tidur ditemenin Mamah, yah!" bujuk Mila.
"Nggak mau, Al mau sama Papah," anak itu semakin merajuk, ia mempererat pelukannya.
"Nggak apa-apa, aku ke atas dulu sebentar."
Devan menggendong anak pertamanya itu menuju kamar yang terletak di lantai atas.
Mila menghela nafas dalam, sambil mengelus-elus perutnya yang sudah menginjak usia sembilan bulan.
"Kamu jangan seperti Kakakmu, ya, Nak," bisik Mila pada perutnya yang sudah besar.
Setelah menunggu beberapa saat, terlihat Devan berjalan menuruni tangga, dia langsung menghampiri Mila yang sudah berada di ruang makan, pria yang sudah melepaskan dasi hitamnya itu lalu mendaratkan bokongnya di kursi meja makan.
Dengan cekatan Mila menyiapkan satu piring menu makan siang untuk orang yang dicintainya, Devan mulai menyantap makanan yang sudah disediakan Mila.
"Mil, besok kita ke rumah Pak Prayoga, yuk!" ajak Devan disela kunyahannya.
"Ada acara apa memangnya?" tanya Mila.
"Besok Sarah pulang, ia sudah bebas," jelas Devan dengan tatapan lekat ke arah istrinya.
"Oh, begitu ya, iya boleh, Mas," jawab Mila seraya melemparkan senyum.
Ada desiran aneh yang terasa tak mengenakan masuk ke dalam hati wanita yang berparas ayu itu, ia tau persis perihal siapa Sarah Ardelia Prayoga, dia adalah wanita yang sudah sejak lama berada di dalam hati suaminya.
Tapi Mila berusaha untuk selalu tampil baik-baik saja di hadapan suami tercintanya, karena ia yakin Devan bukan laki-laki yang tidak bisa menghormati dan menghargai pasangannya.
Devan menyudahi makan siangnya, Mila pun mengikuti. Nyonya rumah itu kemudian memanggil Mbok Minah, seorang pelayan yang membantunya di rumah.
"Kita sholat dzuhur dulu, yuk!" ajak Devan.
Mila mengangguk.
Keduanya berjamaah dengan khidmat, Devan menjalankan kewajibannya, menjadi imam untuk istrinya.
Selesai shalat Devan pamit kembali ke kantor, jarak antara kantor dan rumahnya memang tidak begitu jauh, Devan sudah mengatur semua demi kenyamanan dia dan keluarganya.
Tiba-tiba terdengar suara notifikasi whatsapp dari ponsel Devan.
'Pak, Nona Karina menunggu di kantor! Kelihatannya seperti telah mengalami sesuatu.'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments