Trauma Masa Lalu

"Minumlah, biar tenang!"

Sarah meneguk segelas air putih yang dibawakan Marni, nafasnya kembali normal, kondisinya terlihat sudah lebih tenang sekarang.

"Aku lupa minum pil tidurnya tadi," ungkap wanita mantan narapidana itu, setelah ia menaruh kembali gelas dengan isi yang sudah tinggal setengah ke atas nakas di samping tempat tidurnya.

"Sejak kapan kamu seperti ini, Nak?" tanya Marni, kedua netranya sudah mulai membendung genangan air bening yang siap mengalir.

Sarah menunduk, "Sejak aku di penjara, Bu," jawabnya lirih.

Marni menghela nafasnya yang tiba-tiba sesak, ia tak kuasa saat melihat anak tunggalnya berteriak-teriak histeris seperti orang ketakutan. Sarah mengalami trauma batin yang begitu berat saat berada di rumah mantan mertuanya.

Prayoga mendekati anak perempuannya, Ayah dan anak itu kini duduk berdampingan di sisi ranjang, Marni masih tetap berada di sofa, lututnya terasa melemas, badannya seakan tak bertenaga, ia masih syok dengan kejadian yang baru saja dilihatnya.

"Besok kita ke Rumah Sakit, yah! Kamu harus sembuh dari trauma masa lalumu," sambil menggenggam tangan anaknya, Prayoga membujuk Sarah dengan lembut.

Sarah menatap lekat wajah laki-laki yang tak pernah sekalipun menyakiti hatinya, perlahan ia menggelengkan kepalanya.

"Aku nggak mau lihat manusia-manusia yang berbaju seragam sama seperti dia (Geo), aku nggak mau lihat manusia-manusia itu lagi, Ayah!" tolak Sarah, lalu ia menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya.

Tangis Sarah kembali pecah, tapi kali ini tak ada teriakan histeris seperti tadi, wanita bermata bulat itu menangis terisak, menggambarkan bahwa ada luka yang begitu dalam di hatinya.

Sarah masih belum benar-benar sembuh dari luka yang telah ditorehkan oleh mantan suaminya.

Geo dengan sengaja menghancurkan hidupnya hingga wanita itu tak bisa lepas dari trauma di masa lalunya, wanita yang kini sudah berstatus janda itu amat sangat terluka batinnya.

Sarah yang harus menjalani hukuman di dalam jeruji besi dengan berbagai macam tantangan di sana, kini ia pun harus berjuang untuk kembali melanjutkan kehidupannya dengan menata ulang masa depannya yang dulu ia hancurkan sendiri.

Marni memeluk anaknya yang masih terisak, wanita paruh baya itu dapat merasakan bagaimana hancur dan pedihnya hati Sarah bertahun-tahun lamanya.

"Aku butuh pil itu, Bu, aku ingin istirahat," lirih Sarah dengan wajah lelah menatap sang Bunda.

Marni beranjak dengan segera mengambilkan sebuah toples berukuran kecil yang berada di atas nakas beserta gelas yang tadi.

Sarah ingin kembali tidur dengan pulas, ia menelan beberapa butir pil tidurnya, wanita yang sudah pernah menjadi seorang ibu itu seolah ingin melupakan semuanya, hingga tak ada lagi mimpi buruk yang menggangu tidurnya.

Marni dan Prayoga saling pandang, keduanya tak dapat lagi menahan rasa sedih, mereka miris melihat anak tunggalnya itu yang harus bergantung pada pil tidur hanya untuk mengistirahatkan tubuh dan otaknya.

*****

"Bagaimana keadaan istri saya, dok?"

Segera Devan menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruang tindakan.

"Alhamdulillah, masa kritisnya sudah lewat, sekarang tinggal menunggu istri Bapak siuman saja," ungkap dokter kandungan itu dengan senyum dibibirnya.

"Alhamdulillahirobbil'alamiin."

Semua orang yang ada di tempat itu sama-sama mengucap syukur dengan kondisi Mila yang kini sudah pasti baik-baik saja.

"Kita lihat anakmu, yuk!" ajak Maria yang sudah tak sabar ingin melihat cucu keduanya.

Ketiganya berjalan menuju tempat dimana para bayi yang baru lahir berada.

Tiba di sebuah ruangan yang berdinding kaca, terlihat jelas oleh Devan dan kedua orangtuanya bayi mungil yang baru saja lahir dari rahim Mila.

"Sana ke dalam, adzanin dulu anakmu, Van!"

Tanpa menunggu lama, Devan berjalan memasuki ruangan khusus bayi itu.

Lantunan adzan dari mulut Devan mengalun merdu dengan khidmat, tepat di telinga sebelah kanan bayi yang cantik dan menggemaskan.

Selesai melafadzkan adzan di telinga kanan sang bayi, berganti Devan melafadzkan iqomah di telinga kiri putrinya.

Bayi itu seakan berbahagia mendengar suara merdu sang Ayah, beberapa kali bibir mungilnya mengukir senyuman yang membuat Devan menitikan air mata bahagia.

"Silahkan menunggu di ruang tunggu lagi, ya, Pak. Kami akan membawa bayi Bapak beserta ibunya ke ruang perawatan," ungkap seorang suster yang sedang bertugas di ruangan itu.

Devan mengangguk, gegas ia keluar dari ruangan dan berjalan kembali menuju ruang tunggu beserta kedua orangtuanya.

"Kamu sudah urus administrasinya? Mila dirawat dimana nanti? Pilih ruang VIP aja, biar tenang. Mila butuh banyak waktu buat istirahat, kasian kalo ada orang lain di dalam satu ruangan," Prayoga bertanya dengan detil.

Devan tersenyum, betapa bahagianya ia memiliki orang tua yang begitu sangat perhatian pada anak menantunya.

Mila adalah anak yatim piatu, kedua orangtuanya belum lama meninggal karena kecelakaan, Mila tak memiliki adik maupun Kakak, dia hidup sebatangkara, sebab itu Devan sangat menyayangi istrinya.

"Sudah diatur semuanya, Pah," jawabnya.

Terlihat pintu ruangan UGD terbuka lebar, dua orang perawat laki-laki dengan hati-hati mendorong blankar yang membawa tubuh lemah Mila keluar ruangan UGD.

Dengan cepat Devan dan kedua orangtuanya mengikuti langkah dua orang perawat itu yang membawa Mila.

Mbok Minah pun ikut serta mengekor di belakang para juragannya sambil tetap setia membawa serta tas perlengkapan melahirkan yang sudah disiapkan Mila jauh-jauh hari sebelumnya.

Tiba di sebuah ruang rawat inap VIP, kedua perawat itu memindahkan tubuh mungil Mila dari blankar ke atas ranjang kasur perawatan.

Selang infus dan oksigen sudah terpasang di tubuh ibu dua anak itu.

Mila masih tergolek lemah tak sadarkan diri, ia telah berjuang menjadi seorang ibu untuk yang kedua kalinya.

Devan menggenggam tangan istrinya dengan lembut, wanita yang sangat disayanginya itu masih memejamkan mata.

Suara dering panggilan video call berbunyi, segera Bagas merogoh ponsel dari saku jaketnya, panggilan itu dari Karina, anak bungsunya.

"Pah, gimana Kak Mila?" tanya gadis bermata biru itu, wajah cantiknya terlihat di layar ponsel milik Bagas.

"Alhamdulillah, udah lahiran, tuh masih pingsan," tunjuk Bagas dengan mengarahkan kamera ponselnya pada menantu dan anak sulungnya.

"Kakak, selamat jadi Ayah untuk yang kedua kalinya, yah!" ucap Karina seraya melambaikan tangannya pada Devan.

"Makasih, Tot," jawab Devan membalas lambaian tangan adiknya.

"Ponakan baru aku, mana?" tanya Karina.

Bagas mengarahkan kamera pada bayi mungil yang sedang terlelap di dalam sebuah inkubator.

"Waah, cantiknya kamu. Dia bakal jadi squad aku nanti," celoteh gadis periang itu, dengan wajah gembira melihat anggota baru di keluarganya.

"Papah sama Mamah nginep dulu disini, ya, nggak apa-apa, kan?" tanya Maria.

"Iya, nggak apa-apa, aku bisa sendiri," balas Karina.

"Ya udah, aku tidur, yah! Daaah semua!"

Gadis bermata biru itu mengakhiri panggilan videonya.

Devan bangga dengan kedekatan yang terjalin di antara anggota keluarganya.

"Papah memang laki-laki yang hebat," gumamnya dalam hati.

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

like👍 dan bunga🌷 buat author. smoga novelnya sukses, lancar jaya. 👌👏.

2023-04-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!