Pulang

"Apa semua hidangan sudah siap, Bu?"

Prayoga menanyakan menu makanan spesial penyambutan anak semata wayangnya.

"Sudah, Ayah," jawab Marni, wanita paruh baya itu masih sibuk membenahi jilbab pashminanya.

Prayoga sepertinya sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan buah hatinya, Sarah Ardelia. Anak tunggalnya itu sudah dinyatakan bebas dari hukuman yang diberikan oleh Pengadilan New York atas kasus pembunuhan yang dilakukan Sarah kepada bayinya sendiri.

Sarah berhasil mendapatkan remisi hukuman, oleh sebab dia dapat memenangkan kompetisi bela diri cabang taekwondo yang diselenggarakan pemerintah kota.

Sarah menjadi salah satu kandidat yang dinilai sebagai tahanan berprestasi dan layak mendapatkan keringanan hukuman.

*****

Devan memantaskan dirinya di depan cermin, tubuhnya yang tinggi masih terlihat kekar, ketampanannya pun belum memudar, pria yang sudah berumur empat puluh tahun itu tetap terlihat gagah dan berwibawa.

Mila duduk di sofa, ia menunggu suaminya yang masih berada di dalam kamar. Wanita berbadan dua itu nampak anggun dengan setelan khimar dan gamis berwarna merah muda yang dikenakannya.

Keduanya bersiap untuk pergi memenuhi undangan dari keluarga Prayoga, mereka akan ikut serta dalam acara syukuran kepulangan Sarah.

Sebenarnya Mila tidak merasa baik-baik saja, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ada gemuruh cemburu yang mulai merasuk, namun demi rasa hormat dan cintanya kepada sang Suami, Mila harus membunuh egonya sendiri.

"Yuk, berangkat!" ajak Devan, ia mengulurkan tangannya meraih jemari tangan Mila.

Wanita berparas ayu itu tersenyum manis sekali, ia merasa bahagia dengan perlakuan suaminya yang selalu bertutur lembut dan penuh kasih sayang padanya.

Keduanya berjalan menuju kendaraan yang sudah disiapkan. Al tidak dibawa ikut serta, karena ke aktifannya yang teramat sangat, Devan tak ingin istrinya kecapean menjaga Al saat kandungannya yang sudah tinggal menghitung hari kelahiran.

Devan mulai mempekerjakan Mirna, pengasuh yang menjaga Al, ketika kandungan Mila mulai menginjak semester kedua.

"Bismillahirrahmanirrahim."

Kendaraan roda empat yang dikemudikan Devan mulai melaju, CRV berwarna hitam itu sudah berbaur dengan riuhnya kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya.

*****

"Saya check out hari ini," ucap seorang wanita berambut pirang, seraya memberikan kunci kamar hotel yang sudah disewanya dari kemarin.

"Baik Nona, terimakasih sudah singgah," jawab seorang resepsionis hotel.

Wanita cantik bermata bulat itu membenahi bagpack yang dibawanya, lalu berjalan menuju area parkir motor.

"Ayah, Ibu, aku datang," gumamnya sambil mengenakan helm.

CBR150R itu melaju, keluar dari area Hotel.

Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya wanita berjaket hitam itu tiba di tempat tujuan.

Setelah memarkirkan motornya, Sarah membuka helm dan jaket yang dipakainya.

Ekor matanya berkeliling memandang halaman rumah yang sudah ia tinggalkan selama belasan tahun lamanya, suasananya masih tetap sama seperti dulu.

"Neng Sarah, ini beneran Neng Sarah?"

Wanita berkaos putih itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Mang Uya, apa kabar?" sapa Sarah pada satpam rumahnya yang masih setia dari dulu.

"Baek Neng, baek Alhamdulillah, Neng Sarah gimana?" Uya balik bertanya.

"Alhamdulillah sehat, Mang," jawab Sarah.

"Saya masuk dulu, ya, Mang," pungkasnya.

"Iya, iya Neng, silahkan."

Sarah melangkahkan kakinya menuju ke depan pintu rumah mewah itu.

"Assalamualaikum," ucap Sarah dengan suara bergetar, kedua matanya mulai berembun.

Keharuan yang dirasakannya semakin kuat, namun Sarah berusaha agar tidak meneteskan air mata, ia ingin hari ini adalah hari bahagianya bersama keluarga tercinta.

"Alaikumusalam."

Ucapan salam dari Sarah dibalas oleh seluruh orang yang sudah berada di dalam rumah itu.

"Sarah, anakku!"

Marni berlari menghampiri putri tunggalnya.

Sarah meraih kedua kaki ibunya, wanita yang telah melahirkannya itu berada tepat di hadapannya. Sarah mencium kaki ibunda tercinta dengan khidmat.

"Maafkan aku, Bu," kalimat itu yang selalu Sarah ucapkan setiap kali ia bertemu dengan ibunya.

Tangis haru wanita paruh baya itu pecah seketika, ia teramat sangat bersyukur dengan kepulangan anak semata wayangnya.

Keduanya saling berpelukan erat seakan tak ingin lagi mereka terpisahkan kembali.

Prayoga mendekati kedua wanita yang sangat dicintainya, pria paruh baya itupun memeluk mereka.

"Kamu sehat, Nak?" tanya Prayoga, setelah ketiganya melepaskan pelukan masing-masing.

Sarah tersenyum dan menganggukkan kepalanya, terlihat rona bahagia terpancar dari wajah cantiknya itu.

Devan beserta keluarganya mendekat, mereka bergantian menyapa Sarah, termasuk Mila yang diperkenalkan oleh Devan.

Suasana haru biru berubah menjadi tawa bahagia. Bagas, Maria juga Karina, turut serta hadir di tempat itu, mereka ikut senang dengan kepulangan Sarah.

Setelah saling sapa, Sarah pamit untuk menyimpan tas gendongnya ke kamar, Marni dengan cepat menggandeng tangan anaknya, ia mendampingi Sarah menuju kamarnya.

Sarah perlahan membuka pintu kamarnya, ruangan itu masih tetap seperti dulu, tak ada yang berubah sedikitpun.

"Ibu sengaja tak merubahnya, agar kamu tidak merasa asing," ujar Marni, sambil mengusap lelehan air matanya yang masih terus mengalir dari tadi.

Sarah meraba setiap benda yang ada di sana, tempat tidur, lemari pakaian dan sebuah tempat pajangan trophy juara, semua masih berada ditempatnya.

Senyum bahagia masih diumbarnya, ia sangat bersyukur dapat kembali ke tengah-tengah keluarga dan melihat semua barang-barang kesayangannya lagi.

"Ayo sayang, kita ke luar lagi, kasian mereka sudah menunggumu di meja makan," ajak Marni.

Sarah mengangguk, setelah meletakan bagpack-nya, ia kembali berjalan didampingi ibundanya menuju ruang makan.

"Ajeng, Sri, tolong disiapkan semuanya!"

Tanpa menunggu lama, kedua pelayan yang masih setia membantu di keluarga Prayoga itu menata makanan di atas meja makan.

Dua keluarga sahabat itupun mulai menyantap makanan yang sudah disediakan.

Sesekali Devan melirik wanita pujaan hatinya itu, namun ia berusaha untuk tetap menjaga perasaan Mila.

"Kamu dulu sekretaris Devan?" tanya Sarah disela kunyahannya.

Mila mengangguk seraya tersenyum, rona merah terlihat di wajahnya.

"Cantik," puji Sarah.

Wajah Mila semakin memerah, pujian Sarah benar-benar membuatnya semakin tak karuan.

"Kamu pintar cari istri," Sarah kembali melontarkan pujian sambil menatap ke arah Devan.

Pandangan keduanya beradu, Devan langsung menundukan wajahnya. Sarah hanya tersenyum, tak terlihat ada perasaan apapun yang terpancar dari wajahnya ketika menatap Devan, datar seperti biasanya.

Setelah berbincang melepas rindu, Devan dan Mila pamit pulang lebih dulu, mereka teringat Al yang sudah lama ditinggalkan bersama susternya di rumah.

Kini tinggal Bagaskara beserta istri dan si Bungsu Karina.

"Om, kalo ada lowongan pekerjaan, kasih tau saya yah!" pinta Sarah pada Bagaskara.

"Memangnya kamu mau kerja di restoran?" tanya Bagas.

"Dimana aja boleh, Om," jawab Sarah.

"Kenapa nggak bantuin Ayah aja di kantor?" tanya Prayoga.

"Saya bukan sarjana, dan lagi, masa sekantor sama Ayah sendiri, nanti disebut nepotisme," tolak Sarah tanpa basa basi.

Semua yang ada di sana tertawa mendengar pertanyaan Sarah yang lugas.

Setelah lama berbincang dan saling bercerita, Bagas dan Maria juga pamit pulang.

"Karina, sering-sering maen kesini, biar Kakak ada temen," pinta Sarah pada gadis bermata biru itu.

Karina tersenyum seraya berkata, "iya, Kak."

Ketiganya berjalan menuju mobil yang terparkir di pinggir sebuah motor.

Karina menatap kendaraan itu, ia merasa pernah bertemu dengan Honda CB150R yang berada di samping mobil Ayahnya.

Gadis itu semakin yakin karena helm hitam dan jaket kulit yang dipakai oleh orang yang menolongnya kemaren itupun berada di sana.

"Apa mungkin itu ...?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!