Escape With You
Seorang gadis menunduk menatap lantai yang berada di bawahnya, dia tidak berani mendongak sedikitpun. Ya, walaupun keinginannya sangat besar untuk membalas perkataan yang diucapkan oleh pria paruh baya yang sedang menatapnya tajam saat ini.
"Mau jadi apa kamu ini? Papa sudah mendaftarkan kamu les tapi kamu tidak pernah datang!" Ucap pria paruh baya tersebut.
"Irina jawab pertanyaan papa!"
Ya, benar gadis yang sekarang sedang menundukan kepalanya itu bernama, Irina Anatasya. Dia menghela napasnya dan memberanikan diri mengangkat wajah untuk menatap ayahnya.
"Irina hanya ingin--"
"Ingin apa? Ingin jadi seorang pengangguran atau ingin menjadi berandalan diluar sana seperti teman mu itu?" Desis Aldi, Papa Irina.
"Mereka semua itu bukan anak berandalan Pa! Mereka temen-temen Irina," bela Irina.
"Apa susahnya sih buat kamu nurut sama perkataan papah!" Bentak Aldi.
Mendengar bentakan itu wanita paruh baya yang sedari tadi berada di samping Irina melangkah menuju tempat Aldi berdiri. Dia mengusap pundak suaminya itu dengan perlahan.
"Sudahlah tidak usah diperpanjang, Irina sayang, sebaiknya kamu lekas mengganti pakaian sekolahmu!" Tutur Aleta, ibu Irina dengan lembut.
Irina yang mendengar itu lantas menganggukan kepala, sebelum pergi ke kamarnya dia menyempatkan untuk melirik ayahnya yang sedang memalingkan wajahnya. Dia menghela napas lelah lalu berlalu dari sana.
"Kamu ini terlalu memanjakan Irina, jadinya sekarang dia menjadi anak pembangkang tidak seperti kedua kakaknya," ucap Aldi seraya menatap Aleta yang sedari tadi menatapnya sambil tersenyum.
Meski ucapan Aldi terkesan dingin pada Aleta namun tatapan matanya melembut tidak seperti dia menatap Irina tadi.
Aleta tersenyum mendengar ucapan Aldi, walaupun usianya tidak lagi muda, namun kecantikan selalu memancar dalam wajahnya. Dia memeluk suaminya itu dan mengusap-usap punggungnya dengan lembut.
"Aku tidak pernah memanjakannya. Setiap anak akan tumbuh dengan berbeda-beda."
Aldi yang mendengar itu hanya menghela napasnya seraya membalas pelukan dari istrinya.
______________________________
Irina merebahkan dirinya ke kasur setelah dia berendam dengan air dingin tadi. Kepalanya benar-benar pusing jadi dia memutuskan untuk berendam dengan air dingin sebentar. Irina menatap langit-langit kamarnya yang terdapat banyak gantungan not dalam musik. Dia menghela napas kasar saat mengingat Ayahnya itu menentang keinginannya untuk bermusik, bahkan dengan kejamnya dia membakar semua barang-barang Irina yang berkaitan dengan musik.
"Kenapa sih gu--" ucapan Irina terpotong saat pintu kamarnya di ketuk, dengan melangkah malas dia berjalan untuk membukakan pintu.
"Mau apa lo ketuk-ketuk pintu kamar gue?"
Mendengar pertanyaan yang ketus dari Irina, orang yang tadi mengetuk kamar Irina terkekeh sinis.
"Gue cuma mau bilang kalo kak satria bakalan pulang dari Paris, jadi lo harus siap-siap. Soalnya bentar lagi kita bakalan jemput dia ke bandara!" Ucap orang itu sinis.
"Ya, ya, ya. Gue ngerti, udah sana pergi lo!" Suruh Irina seraya menutup pintunya dengan kencang. Terdengar orang yang berada di luar sedang menggerutu seraya memaki Irina. Irina hanya memutar bola mata malas saat mendengar makian dari saudara perempuannya. Dia berjalan menuju lemari untuk mengambil baju yang akan dia pakai.
"Eh, buruan! Gue udah siap nih!" Teriak Sena, saudara perempuan Irina
"Iya, iya," balas Irina sambil menyisir rambutnya asal.
Irina menuruni tangga dengan tergesa pasalnya dia takut ditinggalkan oleh saudara perempuannya itu. Dia menutup pintu mobil dengan kencang, membuat Sena yang sedang bermain ponsel terlonjak kaget.
"Bisa gak sih lo jangan rusuh?" Tanya Sena seraya menjalankan mobilnya.
Irina tidak menjawab dia malah memakai headseat nya dan mulai menganggukan kepala mengikuti irama lagu yang di dengarnya. Sena yang tidak mendapat jawaban dari Irina mendelikan matanya.
Emang enak gue kacangin! Batin Irina tertawa sinis.
______________________________
Irina mendengus pelan, sungguh dia merasa bosan sekarang. Setelah menjemput Satria Kakak pertamanya dari bandara, mereka langsung pulang ke rumahnya. Dan sekarang ini mereka sedang makan sekeluarga. Keheningan melanda di ruang makan hanya terdengar suara dentingan disana, itulah yang membuat Irina bosan. Ini juga salah satu peraturan yang diterapkan oleh ayahnya 'Tidak boleh berbicara saat sedang makan'. Irina beranjak dari kursinya menimbulkan decitan yang lumayan keras, membuat semua orang menatapnya dengan pandangan bertanya, kecuali ayahnya yang menatapnya dengan datar.
"Irina udah selesai makannya, aku pamit dulu," ucap Irina seraya berlalu.
"Dia masih saja begitu," ucap Satria.
"Itulah akibatnya jika dia bergaul dengan orang-orang yang tak benar," ucap Aldi, ayah mereka. Aleta hanya menghela napas saat mendengar ucapan dari Aldi.
"Bagaimana keadaan disana?" Tanya Aldi pada Satria.
"Semua berjalan dengan lancar."
Aldi hanya menganggukan kepalanya saat mendengar jawaban dari Satria.
"Oh iya Sena mau memberi tahu sesuatu nih..."
"Apa sayang?" Tanya Aleta.
"Sena berhasil memenangkan juara satu se Asia kemarin dalam lomba balet..."
Semua orang di ruangan itu memuji Sena dan Satria, termasuk ayahnya yang membangga-banggakan keduanya. Tanpa mereka sadari sebenarnya Irina belum beranjak dari sana, dia bersembunyi di balik tembok mendengar gelak tawa mereka semua. Irina memandang pilu ke depan, mengapa ayahnya selalu sinis kepadanya? Sedangkan kepada Sena dia selalu dijadikan 'princessnya' ayah. Tidak ingin merasa lebih sesak Irina beranjak dari sana.
______________________________
Tok... tok... tok...
"Irin bangun ini sudah pagi!" Ucap Aleta dengan suara lembut seraya mengetuk-ngetuk pintu kamar Irina. Karena tidak kunjung mendapat balasan Aleta kembali mengetuk pintu kamar itu.
"Irin ini sudah pagi, kamu harus sekolah!"
Tepukan di bahu Aleta membuatnya terjingkat kaget. Dia memukul bahu anak pertamanya yang sedang terkekeh geli.
"Mamah pagi-pagi udah teriak-teriak," ucap Satria.
"Ini adik mu. Dia susah sekali dibanguninnya."
"Coba Satria yang panggil, mamah terlalu lembut memanggilnya," ucap Satria membuat Aleta menjitak kepalanya.
"Gini ni mah, ekhem... ekhem.. IRINA OY BANGUN DASAR KEBO," teriak Satria seraya menggedor-gedor pintu kamar Irina.
Aleta yang melihat putranya teriak-teriak hanya menggelengkan kepalanya, dia menjewer telinga Satria dengan gemasnya.
"Kamu itu malah teriak-terika kayak orang gila aja."
"Aws.. sakit mah!" Ucap Satria seraya mengerucutkan bibirnya.
"Mamah tega banget, ganteng gini disamain sama orang gila."
"Stop.. stop kenapa mamah jadi ladenin kamu?" Tanya Aleta dengan kening berkerut setelah itu dia kembali mengetuk-ngetuk pintu kamar Irina.
"Irina sayang... bangun ini udah pagi, kamu harus sekolah!"
Aleta gelisah karena Irina tidak kunjung membuka pintunya dan menjawab panggilannya. Biasanya Irina akan langsung bangun jika dirinya yang membangunkan. Aleta menghela napas gusar dia melirik ke arah putranya yang sedang sibuk dengan ponselnya.
"Bang, mending sekarang kamu dobrak aja pintunya!" Suruh Aleta pada Satria dan langsung diangguki olehnya.
BRAKK
Pintu terbuka sempurna memperlihatkan isi kamar Irina. Aleta berjalan menuju ranjang Irina dia menyingkapkan selimut yang menutupi, napasnya langsung tercekat karena di balik selimut itu tidak ditemukan Irina melainkan guling.
"Bang kok Irina gak ada?" Tanya Aleta dengan suara bergetar.
"Mamah tenang dulu! Coba Satria cek ke kamar mandinya," ucap Satria seraya berlalu untuk mengecek kamar mandi Iriana, dia mengetuk dulu pintu kamar mandi itu namun kamar mandi itu tidak terkunci dan kekosongan yang di lihatnya.
Satria menggelengkan kepalanya seraya menatap ibunya yang sudah berlinang air mata. Satria mendekati jendela yang tidak terkunci dan dia menemukan tali tambang disana. Aleta semakin terisak ketika menemukan surat di atas nakas disana, membuat Satria memeluknya.
"Hiks.. hiks.. ini gak mungkin! MANA IRINA? MAMAH INGIN IRINA!" Teriak Aleta sambil menangis dengan kencang di pelukan Satria. Aldi sudah pergi ke kantornya sedangkan Sena sudah berangkat kuliah. Satria menggendong ibunya saat tubuh ibunya sudah melemah dia meketakan Aleta dengan hati-hati ke ranjang.
"Huft... anak itu masih saja seperti dulu," ucap Satria menghela napas kasar seraya mengutak-atik handphone nya untuk menghubungi ayahnya.
"Pah Irina berulah lagi," ucap Satria setelah sambungan terhubung.
"Mulai saja pencariannya!"
"Baiklah, tapi masalahnya dia tidak membawa ponsel atau alat-alat lainnya."
"Anak itu sedari dulu selalu membangkang dan membuatku susah!"
"Jadi sekarang bagaimana?"
"Cari dia sampai ketemu! Papah akan menyuruh seseorang untuk mencarinya juga!"
"Baiklah."
Tut
Panggilan ditutup oleh Aldi secara sepihak membuat Satria mendengus kesal.
"Selamat Irina kau telah membuat hari liburku tersita," desis Satria.
Sementara itu di tempat lain seorang gadis sedang tersenyum lebar sambil menatap lautan luas dia merentangkan tangannya lalu menutup mata menikmati semilir angin yang membelainya.
Akhirnya gue bebas, semoga aja bertahan lama! Batin gadis itu.
---------------------------
Halo gaess semoga suka ya sama ceritanya...
Masih banyak typo dimana-mana soalnya.....
Jangan lupa lho tinggalkan jejak kalian berupa vote dan komenan nya😚😂
-Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Yani Cuhayanih
Thor aku mampir ya.semangat lanjuuut
2022-09-21
1
zkdlinmy
awal yg menarik')
2021-06-12
0
mriani
semangat
2020-11-06
2