Cinta Beda Usia

Cinta Beda Usia

Bab 1

Siang itu, Viona yang pulang dari bekerja mengajar sebagai guru kindergarten kids itu menaiki sepeda motor maticnya meluncur dengan kencang. Saat hendak berbelok, hal yang tidak pernah dia duga sebelumnya, sepeda motor matic kesayangannya itu menabrak sebuah mobil mewah dari arah yang berlawanan.

Ciiiiitttt

Braakkkkkk

Seseorang dari dalam mobil.

“Anda tidak apa-apa, nona?” tanya pria paruh baya yang sepertinya seorang sopir mobil mewah itu dengan membantu Viona berdiri karena jatuh tertimpa sepeda motor.

“Oh tidak apa-apa, Pak” jawab Viona tersenyum tanpa memandang sopir itu karena mengecek keadaan sepeda motornya.

“Apakah ada yang rusak, nona? Atau nona ada yang lecet?” tanya bapak sopir itu ramah.

“Hanya luka kecil kok Pak. Dan…tergores sedikit sepeda motor saya” jawab Viona lagi.

“Pak!” panggil seseorang laki-laki dari dalam mobil mewah itu.

“Sebentar, nona” pak sopir itu berlari menghampirinya.

“Tuan, maaf nona itu sepertinya mengalami kerusakan dan terluka” lapor pak sopir kepada majikannya.

“Sudahlah ayo cepat! Aku sudah terlambat” seru sang majikan hingga membuat pak sopir itu bingung antara tanggung jawab tuannya atau tanggungjawab korbannya.

“Tapi, tuan….”

“Mau kupecat kamu?!” nampak kaca jendela mobil itu ditutup kembali. Sayang Viona tidak dapat menyaksikan seperti apa majikannya yang sombong itu.

Karena takut dipecat, pak sopir akhirnya kembali masuk ke dalam mobil dan berniat untuk melajukan mobilnya.

“Stop!” hadang Viona ke depan mobil yang hendak melarikan diri itu.

“Ck. Ada apa lagi sih dia? Kasih dia uang, Pak. Untuk ganti rugi dia” perintah sang majikan.

Lalu sang sopir turun kembali lalu memberikan beberapa lembar uang merah pada Viona. Viona yang tak terima itu tetap menghadang jalan mobil mewah itu.

“Nona, ini dari tuan saya sebagai ganti rugi kerusakan dan luka anda nona” sang sopir menyerahkan beberapa lembar uang merah itu.

“Sungguh tidak sopan! Sudah tidak mau bertanggung jawab tapi malah melarikan diri” ocehan Viona itu dapat di dengar oleh sang majikan sang sopir. Hingga kaca jendela itu diturunkan kembali lalu menjawab ocehan Viona.

“Hei, kau! Minggirlah! Aku sudah mengganti rugi atas kecelakaan ini. Harusnya kau yang aku tuntut karena sudah membuat lecet mobilku ini. Jika bukan karena aku tergesa-gesa akan aku seret kau ke pengadilan. Jalan, Pak!” ucapnya arogan. Seketika Viona hampir terbius karena ketampanan dari majikan sang sopir itu menyadarkan dirinya kembali. Sang sopir berjalan cepat menuju mobil dan melajukan mobilnya tanpa babebu pada Viona. Viona yang merasa dirinya di abaikan itu merasa kesal dan marah.

“Kau…! Dasar kau laki-laki sombong! Jika nanti aku bertemu denganmu lagi akan aku tabrak lagi kau biar kita impas!” teriak Viona lalu menggerutu manyun. Kemudian dia mengambil sepeda motornya dan bersiap untuk melajukan sepeda motornya pulang ke rumah.

Setelah beberapa menit, sampailah dia di rumah sederhananya di sebuah komplek perumahan yang terbilang untuk kalangan menengah.

“Mama! Akhirnya mama pulang juga” sambut si kecil putra satu-satunya yang paling tampan, Elbarak, di rumah karena dia memiliki kakak perempuan yang juga sangat cantik. Saat ini Elbarak berusia 6 tahun. Sedangkan kakaknya berusia 12 tahun.

“Sayang, kamu sudah pulang, nak. Apakah kamu tidak ikut latihan di sekolah?” Viona membalas sambutan si kecil Elbarak dengan memeluknya dan menciumnya.

“Tidak, Ma. El minta sama pelatih besok saja. El mau mengerjakan tugas sekolah El dulu. El kembali ke kamar ya, Ma” ucap Elbarak lalu berbalik kembali ke kamarnya untuk menyelesaikan tugas sekolahnya.

Sepulang sekolah biasanya Elbarak ikut latihan computer dan bela diri sama seperti kakaknya. Hanya, kakaknya lebih suka ikut bela diri dan latihan menguasai berbagai bahasa. Shanum, nama kakaknya Elbarak, si sulung dari keturunan Kusumawijaya. Namun, hari ini sang kakak ikut latihan bela diri hingga sore.

“Nyonya, sudah waktunya saya pulang. Permisi nyonya” pamit sang ART yang bekerja di rumah Viona paruh waktu. Viona memang tidak mencari ART yang fulltime karena baginya, dia ingin mengajari anak-anaknya hidup sederhana, meskipun dibalik itu semua, Viona bukanlah wanita sembarangan.

Pekerjaannya yang sehari-hari itu sebagai guru pun hanya menerima honor tidak seberapa. Anak-anaknya pun dia sekolahkan di sekolah negeri. Setelah pulang dari sekolah negerinya, anak-anak biasanya Viona ajak untuk mengasah bakat masing-masing dalam berbagai macam sanggar ataupun tambahan sekolah di home schooling.

“Baiklah, mbok. Terimakasih. Ini ada sedikit buat mbok Jum. Hati-hatilah di jalan ya, mbok” dengan berjalan pincang, Viona memberikan sebuah amplop coklat yang kebetulan hari ini mbok Jum waktunya menerima haknya yakni honornya. Honor pertama kalinya yang diterima Mbok Jum.

“Nyonya kakinya kenapa? Saya ambilkan obat dulu buat nyonya. Sebentar. Nyonya silahkan duduk dulu” betapa beruntungnya Viona mendapatkan seorang ART yang sangat perhatian padanya. Apalagi Mbok Jum seusia almarhumah ibunya jika seandainya ibunya masih ada. Segera mbok Jum berbalik pergi mengambil obat untuk Viona setelah menerima honor pertamanya. Awal Viona mempekerjakan mbok Jum saat Viona sedang berjalan pulang mendapati mbok Jum didorong anaknya hingga tersungkur di depannya waktu di pasar tradisional. Viona yang kasihan melihat mbok Jum menangis sambil menenteng tas dagangannya itu akhirnya menegur sapa mbok Jum. Dengan berbagai pertanyaan mbok Jum akhirnya bercerita tentang kehidupannya. Sampailah mbok Jum menjadi ART Viona. Sebenarnya Viona menginginkan mbok Jum menginap saja namun, mbok Jum tidak mau karena masih memikirkan anaknya yang masih membutuhkan bimbingannya. Viona merasa sangat kagum padanya. Ternyata masih ada wanita sekuat mbok Jum di dunia ini.

Viona duduk menunggu mbok Jum membawakan obat untuk luka di kakinya. Viona yang awalnya tidak merasakan sesuatu luka itu, kini merasakannya kakinya sangat perih. Celana panjangnya dia buka. Terlihat kini luka lecet akibat gesekan aspal di jalan tadi saat terjatuh tertimpa sepeda motornya.

“Astaghfirullah, Nyonya. Lukanya sampai berdarah. Maaf, nyonya, sebenarnya kenapa kaki nyonya bisa terluka seperti ini?” terlihat kepanikan di wajah mbok Jum. Kemudian mbok Jum mengangkat kaki Viona ke atas pangkuan pahanya.

“Jangan mbok! Tidak baik kakiku di situ, mbok” sungkan Viona. Baginya mbok Jum adalah orang tua meskipun hanya seorang ART di rumahnya, namun dia juga harus menghormatinya karena selama satu bulan ini mbok Jum selalu berbuat baik padanya.

“Tidak apa-apa, nyonya. Saya akan mengobatinya” tapi Viona mengangkat kaki kanannya ke atas kursi kecil di sampingnya.

“Maaf, ya mbok” ijin sopan Viona pada mbok Jum untuk mengangkat kakinya di samping mbok Jum.

‘Nyonya, anda sangat baik padaku. Aku berjanji pada nyonya, bahwa aku akan menjaga nyonya dan anak-anak nyonya sebaik mungkin. Terimakasih, nyonya meskipun kau orang lain, tapi kau tidak pernah menganggapku orang lain’ batin haru mbok Jum hingga hampir menitikkan air matanya. Beruntunglah dia segera mengontrol emosi rasa terharunya.

“Tidak apa-apa, mbok. Hanya luka kecil kok. Tadi tertabrak sebuah mobil. Beruntunglah hanya lecet saja. Mbok Jum tidak usah khawatir” Viona menjelaskan supaya mbok Jum tidak khawatir padanya dan menampilkan senyum termanisnya. Dilihatnya mbok Jum mengobati luka kakinya dengan telaten.

“Alhamdulillah, nyonya tidak apa-apa. Apa perlu saya pijat, nyonya? Atau nyonya mau pergi periksa ke dokter dulu. Saya bisa menunggu anak-anak di rumah” ucap mbok Jum perhatian.

“Tidak, mbok. Saya tidak apa-apa. Terimakasih ya, mbok, sudah mengobati luka kaki saya. Mbok Jum tidak usah khawatir lagi ya. Sekarang jika mbok Jum mau pulang tidak apa-apa. Karena hari sudah mulai sore. Hati-hati ya, mbok” balas Viona merasa terharu atas kebaikan mbok Jum.

“Benarkah, nyonya? Baiklah kalua begitu saya pamit pulang dulu. Besok pagi saya akan datang kemari lagi seperti biasa” ucap mbok Jum lalu membereskan obat-obat itu. Setelah selesai mengembalikan obat ke tempat semula, mbok Jum berpamitan.

“Uhhh sungguh sial hari ini” ucap Viona menyandarkan tubuhnya ke kursi. Harinya terasa melelahkan. Apalagi dia tidak hanya sebagai seorang guru. Namun juga seorang kepala sekolah yang merasa beban di pundaknya terasa begitu berat.

“Dasar laki-laki sombong. Jangan sampai kita bertemu lagi ya!” gerutu Viona kesal.

“Mami, aku pulang!” Shanum putrinya si sulung akhirnya pulang dari latihan bela dirinya.

“Sini, sayang. Kamu pasti capek ya” Viona merentangkan kedua tangannya untuk memeluk putrinya. Shanum mendekati mamanya dan mencium kedua pipi mamanya. Kemudian sadar jika mamanya tidak baik-baik saja, maka Shanum menanyakan perihal kejadian apa yang sudah menimpa mamanya.

“Apa yang terjadi dengan kaki mama? Kenapa lecet, ma?” Shanum bertanya dengan khawatir dan bermaksud untuk berlari mengambilkan obat untuk mamanya.

“Sudah diobati mbok Jum, sayang. Sudahlah kamu jangan khawatir ya. Ini luka kecil kok. Sudah sana, kamu mandi dulu dan makan siang. Kamu pasti tadi belum makan siang kan?” Viona berusaha menghibur putrinya. Shanum adalah anak yang tidak bisa melihat mamanya sakit.

“Ayo Shanum bantu ke dalam” Shanum bersiap menjulurkan tangannya untuk memapah mamanya. Kemudian Viona bangkit berdiri dan menerima bantuan Shanum.

“Baiklah. Mama akan merepotkanmu, sayang” Viona yang sudah berdiri di samping Shanum itu mencium kepala putrinya dengan sayang. Kemudian mereka berjalan menuju kamar Viona. Sampailah mereka berdua di kamar Viona dan Shanum mendudukkan mamanya di atas ranjang mamanya.

“Baiklah, ma. Shanum pergi mandi dulu ya. Jika nanti mama membutuhkan sesuatu, mama bisa berteriak memanggil Shanum. Shanum siap membantu mama” Shanum memeluk mamanya dengan kasih sayangnya dan mencium pipi mamanya lalu menampilkan senyum terbaiknya.

“Siap, putri mama yang cantik. Terimakasih sayang” balas Viona lalu melepas pelukan putrinya dan Shanum pergi keluar kamar mamanya.

Keesokan paginya, seperti biasa, Elbarak membuat ulah.

“El sayang, stop berulah ya. Kasihan mama kamu sayang. Ayo sini, tante akan menyuapimu. Lihatlah kaki mamamu sedang sakit. Masa sudah besar begini masih saja seperti bayi” ledek Irma. Ya, Irma datang pagi-pagi sekali karena Viona tadi malam menelponnya untuk datang pagi-pagi sekali untuk membantu membawakan berkas kantor ke rumahnya.

“Tapi, El tidak mau disuapi tante. Rasanya tidak enak” balas Elbarak.

“Kamu bilang apa?” Irma menggelitiki perut Elbarak. Semalam Elbarak diberitahu Shanum jika mamanya sedang sakit.

“Sini, dek, kakak suapin mau?” Shanum mencoba menawarkan adiknya untuk dia suapin.

“Tidak! Tangan kakak sama tidak enaknya dengan tangan tante Irma” ejek Elbarak pada kakaknya lalu tertawa karena merasa geli akibat ulah Irma dan Shanum.

“Sudah sudah kak, tante. Gelii!” teriak Elbarak.

Viona sangat senang melihat di pagi hari rumahnya selalu ramai dengan canda tawa seperti pagi ini. Dia tersenyum melihat keakraban Irma seorang karyawan yang sudah seperti adik baginya. Kini hidupnya yang sebatangkara hanya memiliki dua orang anak kini tidak sendiri lagi. Dia masih memiliki pegawai yang sangat menyayanginya seperti Irma juga mbok Jum.

Drama sarapan pagipun telah usai. Hari ini Viona meminta ijin kepada yayasan sekolahnya karena kakinya yang masih terasa sakit jika tergesek celana. Dia pun menyelesaikan tugasnya sebagai kepala sekolah dan usahanya dari rumah.

“Irma, nanti minta tolong kamu antarkan ke sekolah ya. Berkas teman-teman sudah aku tanda tangani. Tolong sampaikan kepada Bu Sila. Supaya beliau mengeceknya terlebih dahulu kembali sebelum dikirim ke dinas” ucap Viona pada Irma setelah kedua anaknya berangkat ke sekolah.

“Baik, kak” jawab Irma patuh. Lalu Irma pergi menuju ke sekolah tempat Viona bekerja untuk menyampaikan berkas-berkas itu.

“Selamat pagi, nyonya!” sapa mbok Jum ramah.

“Selamat pagi, mbok” balas Vio tak kalah ramah menampilkan senyum manisnya. Meskipun usia Viona tak lagi muda, namun wajah dan bodynya masih terlihat seperti anak muda jaman sekarang. Wajahnya yang ayu nan cantik dan memiliki kulit yang putih itu terlihat seperti perempuan yang belum memiliki anak dan tidak terlihat jika dia seorang janda.

“Bagaimana kabar nyonya pagi ini?” tanya mbok Jum yang baru datang itu langsung menghampiri nyonyanya.

“Alhamdulillah, mbok. Baru terasa sakitnya. Nanti jam 10.00 aku akan pergi ke dokter. Nitip rumah ya mbok. Jika aku belum pulang dan anak-anak sudah pulang, tolong berikan mereka buah-buahan yang ada di kulkas. Semua sudah aku siapkan tadi. Mbok Jum juga makanlah. Buah sangat penting buat kita, mbok” perkataan Viona itu membuat mbok Jum sangat menyayangi nyonya mudanya. Baginya nyonyanya adalah keluarga barunya.

“Nyonya, terimakasih. Nyonya sudah memberikan saya gaji yang lebih dari cukup buat saya. Selama saya jualan di pasar, saya tidak pernah mendapatkan hasil sebanyak itu, nyonya. Jadi sisanya saya tabung buat naik haji nanti” ucap mbok Jum menitikkan air matanya. Keinginan terbesarnya adalah bisa naik haji. Namun uangnya sering dicuri anaknya.

“Syukurlah, mbok. Aku turut senang mendengarnya. Semoga keinginan mbok Jum terijabah ya” kata-kata Viona diaminkan oleh mbok Jum.

“Permisi, nyonya. Saya mau ke belakang dulu. Bersih-bersih” ucapan mbok Jum diangguki oleh Viona. Lalu Viona menelpon seseorang entah siapa orang yang saat ini sedang ia hubungi.

“Halo…..” ucap Viona dengan wajah datarnya dan tampak sangat serius tanpa senyuman indah cerianya.

Terpopuler

Comments

Kinan Rosa

Kinan Rosa

maaf kak aku baru mampir 🙏
semangat kak cerita nya seru

2023-05-24

0

Anara_Ta

Anara_Ta

semangat kakak, aku mampir ya

2023-04-06

2

Nana Shin

Nana Shin

semangat ki kirim bunga untukmu

2023-04-05

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!