Bab 8

Ada rasa ragu diwajah Viona saat Kelvin mengulurkan tangannya untuk berjabat tanagn dengannya. Namun, tetap Viona lakukan.

“Viona” ucap Viona membalas uluran tangan Kelvin.

“Aku sudah tahu identitasmu” bukannya tersenyum atau membalas dengan kata-kata yang baik tapi ini malah sebaliknya. Kelvin ternyata sudah tahu identitas Viona.

“Kalau sudah tahu kenapa mengajakku berkenalan?” nyolot Viona sudah dibuat kesal.

“Aku hanya memperkenalkan namaku saja. Apakah aku bertanya siapa namamu? Tidak bukan?!” dengan santainya Kelvin berjalan memutar menuju kursi kemudinya. Lalu mobil mewah Kelvin berjalan meninggalkan Viona terpaku di depan pintu gerbang rumah Viona.

“Dasar pria aneh!” teriak Viona. Tanpa ia sadari, ketua RT yang baru saja keluar rumah menoleh mendengar teriakan Viona.

“Bu Viona. Kenapa teriak-teriak bu? Apakah ada orang jahat?” tanya ketua RT yang menoleh kea rah pandangan Viona.

“Oh, pak RT. Tidak pak. Hanya ada orang aneh tadi lewat depan rumah. Permisi pak” pamit Viona pada ketua RT.

Waktu berjalan begitu cepat. Malam pun tiba. Viona yang ingin mengajak kedua anaknya berjalan-jalan, dihampiri oleh Lionel dan Irma.

“Om Lionel, tante Irma! Kalian bisa bareng? Mau kemana?” tanya Elbarak.

“Kebetulan tante Irma mau keluar daripada om pergi sendiri sekalian aja mengajak kalian bertiga. Bagaimana? Setuju tidak?” tanya Irma pada Shanum dan Elbarak yang sudah bersipa-siap.

“Kalian juga sudah rapi. Kalian mau kemana?” tanya Lionel. Kini mereka berada di ruang tamu menuggu Viona.

“Ada siapa, nak kok sepertinya ramai?” tanya Viona yang masih sibuk membetulkan sepatunya.

“Sepasang kekasih, ma” jawab Elbarak lucu. Spontan Irma melempar bantal kursi pada Elbarak.

“Enak aja sepasang kekasih. Kami itu teman. Anak kecil tahu apa tentang kekasih” Irma menyolot pada Elbarak.

“Oh kalian. Wah kebetulan ada kalian nih. Yuk kita dinner di luar. Kali ini aku yang akan mentraktir kalian” ucap Viona.

“Bukankah setiap makan dan pergi juga mama yang mentraktir om sama tante” sahut Elbarak dengan mimic wajahnya yang menggemaskan.

“Siapa bilang..itu salah. Hahahaha” tawa Irma dan Lionel. Sedangkan Viona hanya menggelengkan kepalanya saja.

“Udah ah, let’s go. Nanti keburu malam tutup lagi restorannya” ujar Viona lalu keluar diikuti para dedengkotnya. Siapa lagi jika bukan kedua sistennya dan kedua anaknya.

Mobil mereka melaju perlahan.

“Sepertinya jalanan sedang macet, Bu” ucap Lionel.

“Iya. Ada apa ya? Tumben macet jam segini” ucap Viona menolehkan kepalanya mengok kesana dan kemari melihat situasi kemacetan.

“Sepertinya ada kecelakaan, Bu” sahut Irma.

“Sebentar, Li. Itu bukankah Bu Sila? Ayo kita turun dulu, Li. Irma, kamu jaga anak-anak ya? Ayo Li kamu turun denganku” lalu Viona turun bersama Lionel. Kebetulan dibelakang mobil yang ditumpangi oleh Viona dan dedengkotnya itu adalah mobil yang dikendarai Kelvin dan asistennya, Hans.

“Tuan, sepertinya ada kecelakaan. Kita akan terlambat lagi di acaranya nona Erika, tuan” kata-kata Hans pada Kelvin mengingatkannya pada sosok wanita yang ia temui tadi siang. Tiba-tiba bibirnya muncul garis lengkung tipis. Hal itu dilihat oleh Hans dari kaca spion di depannya.

‘Dasar aneh kamu, bos’ batin Hans.

Sekelebatan terlihat di mata Kelvin siluet wanita yang sedang ada di dalam pikirannya saat ini.

‘Apa mataku tidak salah? Atau aku sudah gila karena wanita itu?’ batinnya dengan mata menelisik ke segala arah pemandangan didepan mobilnya.

‘Ah pasti hanya khayalanku saja. Tidak mungkin dia ada di sini sekarang’ batinnya lagi. Namun lagi-lagi dia melihat siluet yang berlari ke arah mobil di depannya dan tampak sedang berbicara dengan seseorang di dalam mobil itu. Kemudian ia turun dari mobilnya dan melihat sendiri situasi apa yang sedang terjadi. Ternyata benar dugaannya. Wanita itu ada di sini.

“Viona!” panggil Kelvin. Semua mata tertuju pada sosok tinggi gagah nan rupawan itu, Kelvin. Apalagi para wanita banyak yang mengambil gambarnya.

‘Kenapa banyak para wanita memfotonya?’ batin Viona. Tapi lagi-lagi ia tidak mau memikirkannya karena saat ini Bu Sila sedang membutuhkan bantuannya.

Viona yang tampak mengacuhkannya itu membuat Kelvin geram.

“Bisakah kau membantu kami?” tiba-tiba Viona membuyarkan lamunannya dan spontan dia menjawabnya.

“Ayo” jawab Kelvin.

Segera Viona mengarahkan Kelvin dan Lionel mengangkat tubuh Bu Sila dimasukkan ke dalam mobil Lionel.

“Anak-anak, Irma, kalian bisakah turun sebentar? Kita akan membawa Bu Sila ke rumah sakit terdekat” ucap Viona tampak bingung.

“Biarkan anak-anak dan kamu ikut dalam mobilku. Sedangkan dia biar ikut bersama mobil ini menemaninya” tunjuk Kelvin dengan kepalanya pada Irma.

“Terserah lah yang terpenting sekarang Bu Sila segera dibawa ke rumah sakit” ucap Viona yang masih berdiri di pinggir pintu antara mau masuk mobil yang mana. Namun tiba-tiba sebuah tangan menariknya untuk mengikuti langkah besarnya.

Tak lama Viona masuk dalam mobil mewah Kelvin.

“Ayo jalan!” perintahnya pada Hans. Saat ini polisi datang terlambat dan beruntunglah setelah kendaraan Bu Sila ditepikan oleh Lionel tadi, jalan berjalan dengan lancar kembali.

Sedangkan kedua anak itu mengamati Kelvin orang asing yang baru mereka lihat malam ini.

“Siapa kau?” tanya Elbarak dengan polosnya.

“El” sebelum Viona melanjutkan ucapannya, Kelvin menyambarnya.

“Aku Kelvin. Teman mama kalian” jawab Kelvin yang sudah mengetahui identitas kedua anak Viona.

“Aku Shanum, Om. Dia adikku, Elbarak” jawab Shanum dengan ramah. Terlihat kecanggungan di dalam mobil mewah itu.

Setelah beberapa menit, mobil telah sampai di pelataran rumah sakit. Segera Bu Sila dilarikan ke unit gawat darurat untuk segera di tangani.

“Terimakasih sudah membantu kami” ucap Viona sudah agak tenang.

“Nak, kalian pulang dulu sama tante Irma ya. Mama akan menunggu disini sampai ada keluarganya Bu Sila datang” bujuk Viona pada kedua anaknya.

“Ma, kami lapar. Kita tidak jadi dinner?” jawab Elbarak sekenanya. Memang perutnya saat ini berbunyi meminta jatahnya.

“Kalian akan om traktir bagaimana. Di dekat sini ada sebuah restoran yang makannnya sangat enak. Ayo kalian ikut om Kelvin dan om Hans” bujuk Kelvin. Dia tahu ini adalah kesempatan Kelvin untuk mendekati kedua anaknya Viona.

“Ma, bolehkah?” Elbarak menunggu harapan diijinkan mamanya. Viona yang melihat mata memelas kedua anaknya itu tak berdaya. Dia hanya bisa menganggukkan kepalanya.

“Horeee! Ayo kak!” Tarik Elbarak berjalan menuju mobil mewah Kelvin.

“Maaf jika aku jadi merepotkanmu” ucap Viona sungkan.

“Tidak apa-apa. Kau akan membayar ini semua. Tenang saja” jawab Kelvin lalu membisikkan ditelinga Viona dan hembusan nafas Kelvin tersapu hangat di leher Viona. Tubuhnya membeku dan berdesir.

‘Bodoh kau Viona. Kenapa disaat seperti ini malah pikiranmu kotor’ batinnya berperang. Tapi tubuhnya tidak bisa ia bohongi.

Kelvin tersenyum tipis melihat rona merah diwajah Viona.

“Menggemaskan” bisik Kelvin lagi dan kembali lagi membuat Viona berdesir.

Karena tidak mau berlama-lama dengan Kelvin, Viona pergi menghampiri Irma dan Lionel. Lalu dia mengurus semua administrasi rumah sakit. Viona menoleh ke belakang melihat apakah Kelvin dan kedua anaknya masih di luar atau sudah pergi meninggalkan pelataran rumah sakit. Ternyata mereka sudah meninggalkan pelataran rumah sakit. Hati Viona sangat lega. Entah kenapa menitipkan anak-anak pada Kelvin hatinya merasa tenang dan nyaman.

“Keluarga nona Sila!” teriak seorang suster muda. Semua terperanjat mendengar panggilan itu.

“Apakah kalian keluarganya?” tanyanya pada Lionel yang berdiri di depan pintu.

“Ya, sus. Kami keluarganya. Bagaimana keadaannya, sus?” jawab Viona lalu bertanya bagaimana keadaan Bu Sila.

“Syukurlah beliau dibawah tepat waktu. Lukanya sudah dijahit sama dokter. Dan tidak ada luka berat di dalam organ tubuhnya. Dokter sudah memeriksanya sesuai permintaan anda, nona” jawab sang suster. Keluarlah Bu Sila yang masih terbaring di atas ranjang tak berdaya didorong oleh beberapa tenaga medis lainnya.

Kemudian seorang dokter menghampiri Viona.

“Nona Viona, kami akan memindahkan nona Sila ke kamar rawat inap. Kalian bisa mengikuti mereka” ucap sang dokter yang sudah membantu menangani Bu Sila.

Triiing

“Keluarganya sudah saya hubungi, Bu Viona. Semoga Bu Sila tidak kenapa-kenapa ya, Bu. Kami akan segera ke sana ya, Bu malam ini” bunyi isi pesan salah satu gurunya di grup sekolah.

“Besok saja setelah pulang mengajar. Sekarang Bu Sila baik-baik saja. Dokter sudah menanganinya” balas Viona dalam chat grupnya.

“Terimakasih” balasnya lagi disertai emot love.

“Sama-sama, Bu” balas sang guru.

Setelah berselang hampir satu jam, keluarga Bu Sila baru datang. Seorang ibu berlari tergopoh-gopoh menyusuri lorong rumah sakit. Setelah menoleh ke arah Viona, ibu itu menghampiri Viona.

“Bu Viona, bagaimana keadaan anak saya? Apakah lukanya parah, bu?” serunya panik dan terisak.

“Ibu, ibu tenang dulu ya. Bu Sila sudah baik-baik saja kok. Syukurlah Bu Sila cepat ditangani para dokter. Sekarang ibu bisa menemaninya di dalam” ucap Viona menenangkan ibunya Bu Sila. Setelah agak tenang kemudian datang lagi tergopoh-gopoh seorang laki-laki hampir paruh baya lari menghampiri ibunya Bu Sila.

“Bu, dimana anak kita? Bagaimana keadaannya, bu?” ternyata laki-laki paruh baya itu adalah bapaknya Bu Sila.

“Ayo kita lihat dulu, pak ke dalam” kemudian mereka berdua ijin masuk pada Viona setelah Viona menceritakan kejadian yang dia lihat tadi di jalan. Ternyata Bu Sila mau pergi mengantarkan pesanan kue ke temannya menurut cerita bapaknya. Karena urusan sudah beres karena keluarga sudah mengetahuinya, maka Viona, Lionel juga Irma pamit pulang. Kedua orang tua Bu Sila menunggunya.

“Apa kau akan menungguinya di sini, bang?” tanya Irma yang melihat Lionel tidak bergeming di depan pintu kamar rawat inap Bu Sila seolah mengkhawatirkan keadaannya.

“Oh, ayo kita pulang” jawabnya setelah tersadar dari lamunannya.

Mereka bertiga menuju pelataran rumah sakit. Ketika hendak masuk ke mobil, Viona teringat akan kedua anaknya.

“Irma! Lionel!” serunya panik.

“El dan Shanum, bagaimana? Aku tidak memiliki kontaknya Kelvin. Bagaimana ini?” ucapnya bingung. Hingga tiba-tiba sebuah panggilan masuk. Dari nomor tidak dikenal.

“Nomor tidak dikenal?” lirihnya menatap layar ponselnya.

“Angkat saja, kak” seru Irma.

“Siapa tahu itu tuan dingin itu” sahutnya lagi.

“Ya halo!” Vionapun menerima panggilan telepon itu ragu.

“Mama! Ini kami. Kami meminjam ponselnya om Kelvin. Ma, kami sudah diantar pulang oleh Om Kelvin. Sekarang kami sudah di rumah. Mama nanti hati-hati ya pulangnya” ujar suara Shanum dari seberang telepon.

“Ohhh, baiklah sayang. Syukurlah kalian sudah di rumah. Bagaimana Elbarak?” tanya Viona lega.

“Adik sudah tidur, ma. Karena menunggu mama sangat lama” jawab Shanum seperti mengantuk.

“Kalau kamu sudah mengantuk, tidurlah terlebih dulu ya. Mama bersama om Lionel dan tante Irma sudah ada di mobil akan pulang. Daa sayang. Mmuaahh” ucap Viona pada Shanum begitu hangat dan itu didengar oleh Kelvin karena Shanum mengeraskan suara teleponnya.

“Mmmuaachh, Kakak sayang mama” jawab Shanum yang sudah sering ia lakukan ketika sedang berada di jarak jauh dari mamanya. Kemudian suara sambungan telepon pun mati.

Tuut tuut tuut

“Ayo kita pulang sekarang. Jika kalian lapar, maka kalian nanti pergilah cari makan setelah mengantarkan aku pulang. Aku sudah sangat lelah” ucap Viona dan mobil pun melaju dengan kecepatan sedang.

“Baiklah, kak. Kakak jangan memikirkan kami” jawab Irma mengelus pundak Viona lembut. Dia beruntung menemukan sosok bos yang sudah menganggapnya seperti adiknya sendiri.

Tak terasa malam yang dingin itu semakin larut. Mereka bertiga sudah sampai di rumah Viona. Viona langsung turun tanpa menunggu Lionel membukakan pintu untuknya. Namun Lionel tetap turun.

“Pulanglah! Sampai jumpa besok pagi. Terimakasih sudah membantu Bu Sila” ucap Viona pada kedua pegawainya itu.

“Iya, Bu sama-sama” jawab Lionel tersenyum ramah. Lalu mengangguk dan kembali ke mobilnya.

Tiinn

Suara klakson mobil Lionel tanda pamit. Hal itu disaksikan oleh Kelvin dari dalam rumah.

Ceklek

Suara pintu dibuka dari luar.

“Bagaimana kondisi temanmu itu?” perkataan Kelvin itu mengagetkan Viona. Viona mengurut dadanya yang terlonjak kaget dan berdebar.

“Kau! Kau mengagetkanku saja! Kenapa kau masih di sini? Hari sudah larut. Sudah ditangani dokter dengan baik” Viona mencoba menetralkan degupan jantungnya.

“Ganti ucapan terimakasihmu itu dengan secangkir teh hangat. Aku ingin minum teh hangat buatanmu” sewot Kelvin lalu duduk di teras luar. Viona yang menoleh melihat Kelvin keluar itu, tampak lega. Lalu dia berbalik dan pergi ke dapur membuatkan minuman hangat untuknya dan untuk tamunya. Tak lama ia kembali membawa dua cangkir minuman hangat.

“Silahkan, minumlah!” ucap Viona menyodorkan minuman yang diminta Kelvin.

‘Hmm wangi dan enak rasanya. Bagaimana dia bisa membuatnya ya? Rasa tehnya seperti teh-teh dari restoran mahal diluaran sana’ batin Kelvin mengernyitkan keningnya. Viona yang melihat itu, merasa ragu apakah Kelvin menyukai teh buatannya atau tidak.

“Bagaimana? Tidak suka ya? Biar kuganti” ucapnya ragu.

“Tidak! Rasanya enak. Kamu pintar juga membuat teh” pujinya tersenyum tipis lalu kembali menikmati minumannya.

Setelah mengobrol sedikit, Kelvin pun pamit undur diri. Viona tak henti-hentinya mengucapkan terimakasihnya. Kelvin kembali ke mobilnya yang diparkir di dekat rumah Viona dan Hans sudah menunggunya hingga tertidur.

Terpopuler

Comments

Kinan Rosa

Kinan Rosa

bang Kevin sudah nungguin aja di rumah nya
kasian si Hans

2023-05-24

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!