Mbok Rongya di beri ramuan sihir penyembuh. Tubuhnya yang sudah tua sangat rentan tidak sanggup menerima efek dari minuman yang di berikan oleh Sadewa. Dia berbaring lemas di atas kasur. Di dalam kediaman Gupta telah di bungkus pelindung sihir Lenggo geni.
“Mbok, istirahat ya. Lintani sesekali akan melihat mu. Aku akan melanjutkan mengasah ilmu. Tidak ada yang bisa menyentuh kediaman ini” ucap Sadewa.
Si mbok mengangguk sedangkan Lintani hanya bisa terdiam menatapnya. Dia masih berpikir bagaimana bisa mengakhiri hidupnya agar bisa tenang tanpa memikirkan kejahatan dari Adika.
Bencana ilmu sihir yang di lakukan Gupta. Rakyat kepanasan tidak tahan terkena ilmu sihir hawa panas yang di kirim Gupta melalui angin dan udara. Para abdi dalem dan sisa penghuni Kartanegara tidak terkena atau berefek apapun. Ucapan mantra hanya tertuju pada Sarang laba yang darahnya mengalir aura musuh Kartanegara.
Di dalam pertapaan Sadewa merasakan ilmu ayahnya menyebar luas, dia keluar dari gua menatap sejauh mata memandang. “Apa yang telah ayah lakukan?” gumamnya.
Dia menuju ke tempat persembunyian sang ayah. Di atas batu raksasa kekuatan sihir yang sangat besar itu membentuk pusara hawa angin yang mematikan. Sadewa berusaha menghentikan karena itu akan merusak alam.
“Ayah, tolong hentikan. Aku sudah menanam jasad adik Yuri. Tempat peristirahatan terakhirnya di halaman belakang kediaman.”
Gupta enggan memperdulikan , dia menabur seluruh sihir yang dia punya. Meniup ke setiap titik wilayah musuh.
“Ayah, jika ayah mengeluarkan mantra itu dari dalam tubuh secara paksa terus menerus maka ayah akan kehilangan kekuatan dan terbakar!” teriaknya lagi.
Bagian Tenggara negara jajahan seluruh mayat rakyat bagai lautan air yang menghirup mantra itu. Bersambung hingga ke perbatasan wilayah Sarang laba. Laporan khusus pada raja Diraga mengenai hal buruk yang menimpa rakyatnya.
“Hormat yang mulia, tidak salah lagi bahwa ini adalah serangan sihir ilmu Gupta. Para peracik sihir Gupta yang kita tahan telah mengakuinya” ucap sang panglima istana.
“Kurang ajar! Aku akan mencari si Gupta dan membunuhnya!”
“Tidak ayahanda, dia adalah sosok pria berilmu sihir yang sakti. Pada saat kejayaaan Kartanegara, dia berhasil menekuk lutut musuh dengan senjata dan sihir yang dia hembuskan dalam satu hembusan saja” kata pangeran Gani menghalangi.
“Lihatlah, sebentar lagi seluruh rakyat ku akan habis!”
Manusia tengkorak terbang mencari tempat Gupta berada, ilmunya yang sedang di kerahkan untuk meluluh lantakkan negeri Sarang laba kini menipis membuka gua persemedian sehingga manusia tengkorak dapat menemukannya.
Serangan mendadak itu tidak meruntuhkan benteng pertahanannya, Si manusia tengkorak memutar tongkat hitamnya, Sadewa menepis setiap gerakan dia merobohkan serangan para abdi dalem. Hantaman pukulan dari Sadewa, mereka mengarahkan pedang ke tubuh Gupta membuat Sadewa menggunakan ilmu Lenggo geni membunuh mereka semua.
“Ayah! Cepat hentikan serangan sihir itu!” ucap Sadewa kembali mengingatkan.
Gupta telah muntah darah berwarna hitam. Dia sudah sekarat, Sadewa terpaksa menekan titik nadi penghenti sihir dia membawa Gupta pergi di kejar si manusia tengkorak. Dia di serang dengan anak panah yang di balut sihir, Sadewa menggunakan elemen api membakar para prajurit Sarang laba yang bagai pasukan semut menyerangnya.
Gupta hampir terlempar dengan sigap Sadewa meraih tangan sang ayah. Si manusia tengkorak berhasil menggunakan tongkat yang dia lumuri dengan darahnya sendiri untuk menyerang titik nadi Sadewa. Kini pria itu terjatuh dengan posisi tetep mempertahakankan keselamatan ayahnya.
Sosok wanita berbaju pelangi muncul membantu Sadewa yang sedang kesusahan menggendong ayahnya itu melarikan diri.
“Hei pendekar, cepat bawa pria itu menaiki kuda ku. Aku akan menghalangi mereka”
“Terimakasih__”
Pertarungan di ambil alih wanita yang lihat menggunakan senjata dan jurus bela diri. Sadewa memasuki daerah hutan terdalam, dia mencari sebuah tempat persembunyian yang aman dari kejaran abdi dalem Sarang laba. Raja Diraga turun tangan menyerbu, di kala itu mereka masih berputar mengitari seluk beluk setiap tempat.
“Aku yakin sekali dia tidak akan jauh dari sini” ucap sang raja.
Mereka menegakkan tenda-tenda darurat. Menyisir secara tuntas mencari Gupta dan Sadewa, selepas pertempuran si manusia tengkorak dengan wanita berbaju pelangi. Kabut pekat memisahkan keduanya. Menggunakan sihir lenggogeni dan ilmu suwung laduni, Sadewa membawa Gupta ke tempat asal dia bersembunyi bersama para abdi dalem. Melindungi dua wilayah yang terpisah yaitu kediaman Gupta dan persembunyian Gupta.
“Terimakasih telah menolong kami, anda ini siapa?” tanya Sadewa.
“Saya ada penjaga kaki bukit dan pegunungan Pancer, panggil saja saya Alas Pati. Pendekar, saya harus segera pergi”
Di dalam benak Gupta, seharusnya para pengikut wilayah Sarang laba harus tunduk [ada rajanya. Tidak dengan sosok pendekat yang dia temui itu, mengatakan bahwa dirinya adalah penjaga tapi melindungi musuh negeri lawan.
“Sadewa, tampak dari sorot mata dan tindak tanduknya kalau dia melindungi kaun yang lemah” ucap Gupta.
“Engkau benar ayah, kita beruntung bertemu dengannya.”
“Bagaimana dengan keadaan Adika dan cucu menantuku ku? Apakah mereka baik-baik saja?”
“Maafkan aku ayah, aku terpaksa melepas seluruh kemampuan kakang Adika, dia_”
Dengan berat hati Sadewa mengatakan yang sebenarnya, dia semula sangat bingung akan memulai dari mana. Gupta telah mendengar lebih dulu sebelum anaknya itu memberitahu. Tapi dia tetap tidak percaya sampai menyayat leher seorang penyampai kabar dari salah satu abdi dalem.
“Setelah perkataan itu keluar langsung dari mu maka kali ini aku akan percayainya” ucap Gupta.
“Sekali lagi maafkan aku ayah, aku tidak bermaksud ingin mengadu atau menjelek-jelekkan saudara ku sendiri.”
“Buka mata mu lebar-lebar Sadewa. Dia sebenarnya bukanlah saudara kandung mu. Aku terpaksa mengangkatnya sebagai anak sepeninggalk ibunya, Rume. Kala itu Adika aku jadikan anak paling tua sebagai penutup kenyataan dia bukanlah anak kandung ku”
“Pantas saja kakang Adika seolah sangat membenci ku.”
“Dia sudah mengetahuinya sejak menekuni dunia sihir hitam.”
......................
Di kediaman Dewi Bahati
Kondisi wanita itu semakin hari semakin memburuk. Hari ini mbok Rija memutuskan untuk tidak memberikannya obat ramuan sihir dari Yuri.
“Mana obat ku mbok?” tanya Bahati.
Si mbok mengatakan bahwa obat itu masih di rebus, dia sangat gamang memberikan minuman itu padanya. Ingin sekali dia mengatakan bahwa wajah sang majikan telah berubah menghitam, tubuhnya semakin kurus dan nafasnya terputus-putus.
“Nyonya, apa yang nyonya rasakan setelah minum ramuan sihir?” tanya si mbok.
“Sekujur tubuh ku terasa kaku mbok. Tapi sekarang aku sudah bisa tidur nyenyak. Mungkin karena efeknya sedang bekerja.”
“Lapor nyonya, saya menyampaikan pesan bahwa nyonya Yuri telah meninggal dunia” ucap salah satu pekerja yang biasa mengambilkan obat ke kediaman Gupta.
“Apa! Yuri!”
Dewi Bahati terduduk lemas mendengar kabar duka itu. Si mbok membopohnya duduk sambil berpegangan pada dinding.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Nana 🐧
lop sekebon
2023-04-17
0
brown
Lintani! sial para wanita yNg ketmu si adika
2023-04-02
0