Si manusia tengkorak melihat keberadaan Sadewa di pesisir pantai. Penyerangan membanting elemen air yang hembus Sadewa mengarah ke lawannya. Kekuatannya teah terkuras setiap waktu harus berjuang menjaga diri.
Raja Diraga menggunakan senjata rampasan dari Namrut menebas setiap sihirnya. Dia baru mengingat senjata sakti itu buatan pamannya Sahwana yang terselubung lapisan sihir yang sama dari senjatanya. Dia pun mengeluarkan senjata pamungkas peonix. Sang raja terperangah melihat kekuatan pedang milik Sadewa yang jauh lebih hebat darinya.
“Hiya! Terimalah jurus ini!” si manusia tengkorak membantu sihir dari pedang sang raja menghantamnya.
Dia di serang dari segala penjuru, sang raja memerintahkan para abdi dalem yang sakti dalam ilmu bela diri memukul Sadewa. Benteng pertahanannya pun runtuh, Sadewa terkena pukulan tenaga dalam sihir melumpuhkannya.
Si wanita berpakaian pelangi datang menghalangi serangan maut menggunakan selendang miliknya. Dia membantu Sadewa pergi, jurus pertahanan terakhir ilmu sihir elemen air membekukan setiap jalan agar raja Diraga dan pengikutnya tidak bisa mengejar.
“Jangan banyak bergerak, aku akan membawa mu ke guru ku. Ki Dermo, dia tinggal di sebuah gua di kaki bukit wilayah Pancer”
“Terimakasih Alas Pati, uhuk”
Sesampainya disana, Alas Pati meminta bantuan pada ki Dermo agar mengobati Sadewa. Hantaman pukulan yang di terimanya merusak sistem saraf penghubung elemen dan kekuatan pusat aliran darah di dalam dirinya.
“Lukanya sangat parah, aku tidak tau apakah dia bisa bertahan beberapa hari lagi” ucap ki Dermo.
“Jadi bagaimana aku bisa menyelamatkannya ki?”
“Jalan terakhir adalah mengambil akar pohon dari pura ilmu sihir putih wilayah hutan Kartanegara. Disana masih ada penjaga pohon suci yang tidak bisa di lihat dengan mata manusia normal. Kau harus memusatkan pikiran mengikuti cahaya rembulan dan menghadapi kelima penjaganya yang sakti. Jika kau gagal, maka kau akan menjadi tengkorak . Apakah kau sanggup?”
“Kalau begitu aku akan mencobanya Ki..”
Alas pati menunggangi kuda menuju ke wilayah tersebut. Dia melakukan perjalanan panjang selama satu hari satu malam untuk sampai kesana. Tempat ghaib yang harus dia kunjungi di lapisi kabut putih pekat. Nuansa sihir yang sangat kental, Alas pati mendengarkan petunjuk dari ki Dermo agar dia mengikuti cahaya rembulan.
Dia memusatkan pikiran, di dalam cuaca yang berubah-ubah ada titik cahaya putih pembuka jalan memperlihatkan sebuah pohon raksasa yang berakar besar dengan akara menjuntai di setiap dahannya. Perlahan dia masuk dari arah depan tubuhnya di dorong lima orang wanita berpakaian putih.
“Siapa kau? manusia di larang memasuki wilayah suci ini!”
“Aku harus menemui penjaga pohon ini, teman ku sedang sekarat. Dia membutuhkan obat dari akar pohon suci” jawab Alas pati.
“Sang penjaga sedang melakukan pertapaan, dia tidak bisa di ganggu. Pergi!”
“Hiya! Terpaksa aku menggunakan cara kekerasan!”
Alas pati tidak gentar walau dia menerima serangan dari kelima wanita berkekuatan lebih hebat darinya. Keributan itu terdengar oleh si penjaga. Dia menghentikan pertapaan merasakan ada hawa manusia yang beraliran darah sangat dekat dengannya.
“Siapa manusia itu? seolah aku harus menolongnya. Tidak biasanya aku menghentikan pertapaan begitu saja” gumam si penjaga.
“Biarkan dia masuk ke dalam.”
Perbincangan keduanya di dalam sebuah gua yang di penuhi akar dan tumbuhan bercahaya, manik mata Alas pati membelalak melihat keajaiban di tempat itu.
“Ada perlu apa kau hingga menantang maut untuk datang ke tempat ini? bagaimana jika kau tidak bisa kembali hidup-hidup”
“Aku harus menyelamatkan teman ku, dia sedang terluka parah. AKu butuh akar pohon cahaya”
“Sungguh teman mu itu sangat special. Oh ya, siapa nama mu dan dari mana asal mu wahai pendekar?”
“Dia adalah sahabat baik ku. Nama ku adalah Alas pati, aku berasal dari perbukitan wilayah Pancer.”
Jawaban dari wanita di hadapannya mengingatkan seorang bayi yang dia titipkan pada guru besarnya tepat setelah dia mendapat pengkhianatan dari raja Diraga. Dia ingat sekali meminta gurunya, ki Dermo agar menamakan bayinya Alas pati dan menjadikannya seorang pendekar sakti. Perlahan sudut mata itu mengalir butiran air mata yang tidak bisa dia tahan.
“Anakku, anak ku yang malam” gumamnya sambil melihat kehadiran Alas pati di hadapannya.
“Kenapa anda menangis?”
“Saya hanya terharu melihat persahabatan tulus kalian berdua. Aku bisa saja memberikan akar pohon suci ini namun akan merusak akar lainnya. Pohon ini akan berfungsi jika di gunakan secara langsung pada penyakit yang di tuju. Maka engkau harus membawa teman mu itu kesini. Pakai tusuk konde akar cahaya ku ini agar engkau bisa leluasa menemukan tempat ini”
“Terimakasih banyak penjaga”
Pada malam itu juga Alas pati bergegas pergi kembali ke gua kaki bukit pancer. Dia berkuda tanpa beristirahat hingga menjelang pagi tubuhnya terhempas berjarak dua meter dari gua. Sesuai firasat ki Dermo merasakan kehadiran Alas pati, dia menyusuri perbukitan melihatnya tidak sadarkan diri sementara kudanya berada tepat di sampingnya.
“Kasian dia ki, dia harus menderita karena aku. Alas pati sudah banyak membantu ku. Di setiap pertempuran bahkan melindungi ku dari serangan si manusi tengkorak”
“Dia adalah wanita yang sangat baik. Aku mengasuh dan mengajarkan seluruh kekuatan yang aku miliki. Sedari dia bayi, ibunya menitipkan pada ku.”
Tersadar mendengar suara obrolan Sadewa dan ki Dermo dia perlahan bersandar sambil menekan kepalanya yang sangat sakit.
“Loh, kenapa aku sudah ada disini ki?”
“Kamu berkuda sampai pagi hari. Aku menemukan mu berjarak tidak jauh dari gua.”
“Aku tidak apa-apa ki. Sadewa, kita harus menuju tempat itu, sang penjaga mengatakan kalau akar itu berfungsi jika di gunakan langsung pada sakit yang di tuju”
Berbekal seadanya, Sadewa naik di atas kuda sambil menahan sakit. Alas pati menaiki kuda lain menarik kuda itu perlahan terkadang melihat kondisi Sadewa yang kesakitan menekan bagian jantungnya.
“Alas pati, aku terlalu banyak berhutang budi pada mu. Aku tidak tau dengan cara apa aku membalas semua kebaikan mu itu”
“Tidak perlu Sadewa, aku sangat ikhlas membantu mu. Jangan banyak bergerak atau luka mu akan melebar, sebentar lagi kita akan sampai”
“Sekali lagi aku ucapkan ribuan terima kasih, aku tidak akan melupakan budi baik mu. Oh ya aku tidak melihat pohon yang engkau maksud itu. Apakah memang benar ini jalannya?”
“Ya, aku di beri simbol penunjuk jalan melalui tusuk konde yang aku pakai ini. Pemberian si penjaga pohon suci.”
Keanehan suasana yang berubah di pandangan Sadewa, mereka seperti masuk ke dimensi lain di sekeliling terlihat berbagai bentuk makhluk aneh memperhatikan kedatangan keduanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
brown
sadewa emang pria bertanggung jawab
2023-04-02
0