Tidak ada yang lebih indah dari pertemuan awal
kalbu terisi senandung gelap terangnya langit menapaki bebatuan terjal
Hati tidak akan pernah berdusta siapa pemilik sebenarnya
Hanya saja pada mula garis nasib dan takdir masih menjadi misteri di kehidupan nyata
Hujan menabur pelangi berkepanjangan menyaksikan seorang dewi Bahati sedang mandi di sungai bersama teman-temannya. Tawa nyaring terdengar hingga ke perbukitan hijau tempat Sadewa berteduh. Gubuk kecil yang hanya cukup untuk dia duduk. Mencari sumber suara berisik itu, dia mengintip dari sela bebatuan ada banyak wanita cantik bermain air.
Salah satu mereka hanyut terbawa aliran air sungai yang deras. Sadewa mengambil kain menggunakan akar kayu yang panjang. Dia berpikir ulang akan memberikan kain yang dia temukan itu namun pasti mereka akan menjadi salah sangka. Para wanita itu tampak terburu-buru meninggalkan sungai. Bakul-bakul yang berisi cucian kain di pinggul hingga salah satu dari mereka masih sibuk mencari sesuatu.
“Siapapun tolong aku, bantu aku menemukan pakaian ku yang hilang! Aku akan memberikan hadiah yang besar sebagai imbalannya” jeritnya.
Sadewa muncul dari bebatuan menggenggam pakaian miliknya. Dia menyodorkan baju itu dengan memiringkan kepala menatap ke lain. Dengan cepat wanita itu meraihnya, dia berpindah ke balik sisi bebatuan yang lebih tinggi. Setelah memakai pakaiannya, dia membawa bakul selendangnya memperhatikan pria di depannya.
“Terimakasih telah atas kebaikan kisanah_”
“Panggil saja aku Sadewa, siapa nama mu?”
“Saya Dewi Bahati, putri perdana menteri hakim.”
“Kalau saya putra ketua penyihir pembuat ramuan kerajaan. Senang bisa berkenalan dengan putri.”
Setelah pertemuan itu, mereka berdua sering bertemu di tepi sungai maupun perbukitan hijau. Hingga suatu hari perasaan Dewi Bahati menggebu memikirkan Sadewa menarik ulur hatinya untuk bertemu.
“Dia ada disitu, temui saja” ucap Yana.
“Tapi aku malu, apa yang akan aku katakan padanya?”
“Kalian kan sama-sama suka membaca buku, bilang saja engkau akan mau membaca buku di atas bukit hijau__”
Desakan memberanikannya untuk menemui Sadewa tertidur sambil memegang sebuah buku di atas dadanya. Dewi Bahati berpura-pura berdehem keras hingga suaranya membangunkannya. Sadewa tersenyum tersipuh malu, dia melirik buku yang di baca wanita yang kini selalu ada di dalam pikirannya itu.
“Aku pergi ya” bisik Yana memberikan acungan jempol pada temannya itu.
Bahati mengangguk berterimakasih. Duduk di sebelah pria itu, dia rela bajunya kotor atau harus kepanasan karena terkena terik mentari yang panas menyilaukan mata.
“Kanda serius sekali bacanya, bukunya terbalik. Ihihihhh”
“Heheh, maaf dinda” sahut Sadewa memasang wajah malu.
Dari kejauhan rombongan berduka hitam Digja mengepung mereka berdua. Dewi Bahati melotot merentangkan tangan. Dia tau sifat angkuh ,kasar pria itu menggunakan kekuatan orang tuanya supaya memenuhi kehendak sendiri.
“Jangan lindungin aku Dewi Bahati, aku seperti pria lemah” ucap Sadewa.
Digja turun dari kuda memasang jurus andalan siap menyerang. Dua para pengikutnya ikut menyerbu, dia terkepung di hajar hingga babak belur. Di atas tanah berlumpur, lukanya mengalir darah yang deras.
“Cukup! Hentikan Digja! Atau aku akan melapor ke istana!” bentak Dewi Bahati.
“Ingat ya, pertarungan ini belum selesai!” pekik Digja membawa pasukannya pergi.
Bahati membopong Sadewa pulang menuju rumahnya. Pria yang tidak ingin menyusahkan wanitanya itu meminta dengan sopan agar Bahati melepaskan pelukan dan membiarkannya berjalan sendiri.
“Kanda kenapa sih? Kalau nggak suka bilang aja! Huhh! Aku pulang saja”
“Bukan begitu maksud ku dinda Dewi Bahati!” Karena tubuhnya sangat lemah, dia tidak bisa mengejarnya.
Sesampainya di rumah Sadewa meringis kesakitan. Dia merebahkan tubuh tidak berdaya akibat hantaman pukulan pertengkaran tadi siang. Mbok Rongya berjalan tergopoh-gopoh membawa nampan. Ada wadah kecil yang berisiair hangat , handuk kecil, dan segelas ramuan penyembuh luka.
“Ssthhh , sakit! Pelan-pelan mbok!”
“Kamu selalu membuat si mbok khawatir. Kalau tidak bisa berkelahi ya jangan cari musuh. Musuh saja tidak di cari sudah datang sendiri”
“Aku akan belajar ilmu Kanurangan, warisan ilmu sihir dan ilmu bela diri untuk melindungi diri”
“Ayah mu pasti tidak akan setuju jika kamu menggunakan ilmu-ilmu itu untuk kepentingan pribadi.”
“Aku juga akan menggunakannya untuk membantu orang yang lemah__”
Selesai mengurus Sadewa,pengasuh itu meronda mengecek anak-anak Gupta sebelum tidur. Pada tiap ruangan mereka menggembangkan bakat masing-masing. Yuri masih meracik ilmu sihir putih menggunakan penyatuan pura cenayang. Diam-diam dari balik dinding dia menguping pembicaraan si mbok dengan Sadewa. Dia penasaran dengan sebuah nama dari seorang wanita yang sering di perbincangkan itu.
Adika secara sembunyi-sembunyi mencari tau dimana alamat rumah Dewi Bahati serta segala kegemaran dan kesukaannya. Paras wanita yang cantik nan ayu, kulit putih bagai salju, wajah merah merona bagai putikkelopak bunga yang mekar. Adika tanpa memandang Bahati sebagai kekasih Sadewa itu berniat mencuri hatinya.
Teruntuk dewi Bahati
Aku menatap mu dari kejauhan, rembulan indah yang ingin aku dekap sepanjang waktu
Oh putri penguasa dahaga kerinduan ku
Laksana bintang ingin aku menjadi satu nama di hati mu
Aku mencintai mu
Syair itu di tulis pada sebuah kertas sihir yang di terbangkan berbentuk iring-iringan kupu-kupu yang indah. Sihir hitam yang bisa menembusa dinding kamarnya. Bahati tersenyum berpikir surat sihir itu berasal dari Sadewa.
“Oh kakanda, engkau terlalu membuat ku di mabuk kepayang. Siapa lagi jika bukan engkau yang mengirim ini? engkau adalah anak si penyihir terhebat di kalangan wilayah kerajaan Kartanegara” gumam Bahati.
Dia berkali-kali membolak-balik isi surat itu, Hari ini seperti biasa menunggu pertemuan di bawah perbukitan hijau. Dewi Bahati berhias seindah mungkin di temani Yana yang membantu membawakan tumpukan buku.
Waktu belum menunjukkan pertemuan yang seharusnya pada sore hari, dia menemui Sadewa yang sedang memanjat pohon.
“Kakang Sadewa, aku ingin berbicara dengan mu!” teriak Bahati.
Sadewa melompat turun tersenyum menyambut kedatangannya. Wanita itu menahan diri ingin memeluknya. Dia menujukkan ucapan terimakasih atas surat sihir indah berbentuk kupu-kupu beterbangan di langit-langit kamarnya.
“Aku ingin membalasnya kanda__” wajah senang tergurai bahagia.
Pernyataan membalas perasaannya itu, masih ragu-ragu dia ungkap kan. Raut wajah Sadewa kebingungan karena tidak pernah mengirimkan apapun padanya. Dia membaca tulisan tangan dan sihir hitam yang selalu di layangkan oleh Adika saudaranya.
“Maafkan aku Dewi Bahati, tapi bukan aku yang menulis surat ini” ucap Sadewa.
Kejujuran Sadewa membuat amarah di Bahati. Dia sangat malu telah salah alamat hampir saja kata balasan terlontar padanya. Bahati menangis meninggalkannya, dia membuang surat itu meninggalkan Sadewa dan Yana yang masih kesusahan berjalan membawa bukunya.
“Bahati tunggu aku!” panggil Yana.
”Hiks, hiks__”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
anak micin
suka gaya Sadewa
2023-03-24
1
nobon
like 👍
2023-03-24
0
cici✧༺♥༻✧
lanjut dong kak nanggung teruss
2023-03-24
0