Bab 11. Tiba-tiba Kosong

Merasa aku melihat mereka, para penumpang malah menatap balik. Mereka melihat tetapi tak mengeluarkan satu kata pun suara. Kesamaan dari mereka, semuanya memiliki wajah yang pucat pasi.

"Mang, kenapa mereka saling diam?"

Mang Udin tak menjawab, dia terus melajukan angkotnya ke depan. Entah mengapa perasaan aku kali ini tak enak. Ingin sekali aku turun dari angkot ini, tetapi karena sebentar lagi sampai rumah, aku menahan diri agar terus di dalam.

Aku sebenarnya merasakan keanehan pada angkot ini. Tidak hanya penumpangnya saja, tetapi juga kepada Mang Udin. Kali ini ekspresi wajah Mang Udin terlihat sangat datar. Lelaki yang mengenakan kaos yang sama semenjak tujuh hari yang lalu itu, kini mendadak diam. Aku juga melihat luka di kepala Mang Udin kemarin rupanya sudah sembuh. Ya, luka terkena hantaman batu kemarin yang menyebabkan kepalanya bocor dan banyak mengeluarkan darah, kini tak terlihat bekasnya.

Lima menit kemudian angkot sampai depan gang rumah Ni Rum. "Mang ongkosnya taruh di sini ya," kataku setelah membuka pintu depan angkot.

Mang Udin mengangguk.

Sebelum turun aku menengok lagi ke belakang. Semua penumpang yang ada di belakang masih utuh seperti tadi, mungkin karena sudah malam mereka malas saling berbicara. Tujuan mereka sama makanya satu pun tak ada yang turun.

"Neng," panggil Mang Udin pelan.

Aku menoleh, aku yang hendak turun berhenti sejenak. Mang Udin merapihkan uang yang ada di depan kemudinya. Uang yang berceceran itu dia kumpulkan lalu memberikannya kepadaku. "Tolong belikan boneka Barbie untuk anakku Ani, besok dia berulang tahun. Mamang tak bisa datang dan membelikannya."

"Memangnya kenapa, Mang?" tanyaku masih bingung.

Mang Udin tak menjawab pertanyaanku, kemudian menyerahkan semua uang itu ke tanganku. "Tolong belikan dan antar saja untuk Ani besok. Rumah mamang ada di Desa Sodeng sebelah jembatan. Tolong bilang kepada Ani, kalau bapak sangat menyayanginya, bilang pada Ani agar menjadi anak baik yang selalu mendoakan orang tuanya," kata Mang Udin.

Aku terpaksa meraih tumpukan uang kertas di tangan Mang Udin. Kemudian mengingat lagi beberapa lembar uang itu, yang aku tahu uang kertas yang berwarna hijau adalah uang yang kuberikan kemarin, karena terdapat goresan pena di kertasnya. Tapi kenapa masih ada malam ini? Mungkinkah Mang Udin belum pulang dari kemarin? Entahlah.

"Memangnya, mamang tak pulang ke rumah sekarang?"

Mang Udin mengangguk.

"Lalu Mang Udin mau ke mana?"

Pertanyaan aku membuat semua penumpang angkot menoleh ke arahku, menatap seperti tidak suka. Merasa menjadi pusat perhatian, aku langsung terdiam dan tak berani bertanya lagi. Tatapan semua penumpang begitu menakutkan.

"Baiklah, Mang. Dara akan membelikan boneka ini nanti pagi dan akan menyerahkannya langsung kepada Ani besok." Saat itu juga aku memasukkan uangnya ke dalam tas lalu turun dari angkot.

"Terima kasih, Neng."

Baru beberapa langkah menuruni angkot. Mang Udin sudah melajukan lagi angkotnya. Aku memperhatikan angkot yang sudah memunggungiku itu. Kuperhatikan saksama, aku sangat kaget ketika semua penumpang di dalam angkot itu tiba-tiba kosong, tak ada satu pun orang yang kulihat tadi berpakaian kebaya. Untuk kedua kalinya kupastikan lagi kalau penglihatanku tidak bermasalah. Namun, tetap saja tidak ada penumpang.

Bukankah tadi banyak penumpang? Kenapa tidak ada satu pun sekarang? Di mana mereka turun?

Terpopuler

Comments

irva 😍

irva 😍

mang udin ny knp,,

2023-03-23

3

🦈HUSNA✰͜͡w⃠

🦈HUSNA✰͜͡w⃠

si mamang Sdh meninggal ya misterius banget

2023-02-26

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!