Bab 2. Keanehan Ibu

Jam kerjaku berakhir. Aku keluar dari dalam rumah sakit tepat pukul setengah sebelas malam. Saat itu juga aku mulai melangkahkan kaki menjauhi rumah sakit menuju arah pertigaan jalan rumahnya. Semakin menjauhi rumah sakit, suasana semakin sepi dan sunyi. Karena daerah tempat ini bukan perkotaan, jalan utama pun jarang sekali dilalui kendaraan. Bahkan sepertinya hanya aku yang sedang berjalan.

"Tin, tin." Suara klakson angkot berbunyi di belakangku, tepatnya di pertigaan jalan. Refleks kumenoleh. Ternyata ada angkot yang kunaiiki dua hari yang lalu.

"Baru pulang, Neng Dara," sapa Mang Udin, nama sopir angkot itu. Angkotnya kini berhenti tepat di depanku. "Ayo naik, Neng, bareng. Kebetulan kan angkot mamang lewat di depan gang rumah Eneng."

Sebenarnya jarak dari tempat kerjaku ke rumah tidak terlalu jauh, bisa dilalui dengan berjalan kaki dalam waktu dua puluh menit. Namun karena hari sudah tengah malam, ditambah lagi aku sudah sangat lelah, ingin rasanya cepat merebahkan tubuhku di kasur. Aku mengangguk dan memutuskan untuk naik angkot saja.

"Iya, Mang. Lembur satu jam."

Kemudian aku membuka pintu depan sebelah kemudi. Seperti biasa aku selalu mengambil tempat duduk di depan, karena aku merasa lebih aman dan nyaman duduk di sebelah sopir.

"Kosong lagi, Mang?"

"Iya, Neng. Ini kan angkutan kota, makanya engga ada yang naik kalau lewat jalan desa. Karena rumah Neng searah rumah anak istri mamang, makanya mamang angkut biar sekalian pulang," kata Mang Udin mulai menyalakan mesinnya.

"Mamang engga takut pulang selarut ini?"

"Takut apa, Neng? Ya engga lah, Neng. Kalau takut terus nanti anak dan istri mamang engga kecukupan. Sekarang cari penumpang susah."

Daerah rumah sakit menuju rumah nenekku memang tidak dilalui angkot. Kalau pun ada itu pun bukan angkot melainkan angkutan desa yang hanya beroperasi pagi hari sampai jam tujuh malam.

Kami bercakap-cakap sebentar sebelum angkot melaju. Sayangnya, sebelum mesin berhasil dinyalakan. Seorang lelaki berpakaian kumal dengan sengaja menutupi jalan angkot Mang Udin, berjalan mondar mandir di depan. Tampak mencurigakan dan tiba-tiba menghentikan langkahnya tepat di tengah angkot.

Aku tercengang. Apalagi saat lelaki berpakaian lusuh dan Kumal itu menunjuk mukaku dengan telunjuk kanannya dari luar, dengan mata yang melotot hampir bulat sempurna. 

"Siapa dia, Mang? Kenapa tatapannya menyeramkan?" Aku mulai gusar.

Mang Udin di sebelahku hanya menggelengkan kepalanya berulang kali. Dia tak menjawab pertanyaanku, tetapi malah tetap menyalakan mobilnya.

"Berhenti!" teriak lelaki misterius itu lagi keras.

Akan tetapi, sebelum Mang Udin berhasil melajukan angkotnya. Lelaki itu tiba-tiba mengeluarkan satu tangan kirinya yang dari tadi dia sembunyikan di belakang punggung. Sambil memegang sebuah batu, sebesar kepala bayi. Sontak, aku langsung syok dan berpikiran buruk.

Lelaki yang aneh. Apa yang akan dia lakukan?

Bug! Benar apa yang kutakutkan. Batu yang dibawa lelaki tersebut, dia lemparkan ke depan kaca angkot. Aku langsung kaget. Bunyinya sangat nyaring dan berhasil membuat kaca angkot langsung pecah dan berlubang. Beruntungnya pecahan kaca mobil itu tak mengenaiku. Karena pada saat kejadian, aku refleks langsung menutupi tubuh terutama mukaku dengan tas.

"Mang Udin?"

Kutengok Mang Udin. Dia terluka dan berdarah. Ternyata pecahan kaca tersebut mengenai mukanya.

"Hati-hati!" teriak lelaki tersebut dengan nyaring sambil menunjuk mukaku seakan memberi peringatan. Kemudian berlari menjauh.

Enak saja dia pergi begitu saja setelah melukai dan merusak angkot Mang Udin. Jiwa pemberaniku mendadak bangkit.

"Kurang ajar. Pakai obat ini, Mang. Aku akan kejar lelaki itu dulu," ucapku setelah memberikan sapu tangan untuk mengelap darah di pelipis Mang Udin.

Aku sangat geram. Tak ada rasa takut sedikit pun, aku langsung keluar dari dalam angkot dan mengejar lelaki itu. Aku memiliki bekal ilmu bela diri dari ayah. Sudah saatnya ilmuku digunakan. Aku ingin tahu siapa dia? Harus memberi pelajaran lelaki itu, menangkap dan menggiringnya ke kantor polisi agar tak melakukan hal yang sama kepada orang lain.

"Berhenti!"

Bukannya berhenti, lelaki berpakaian kumal itu malah terus berlari menjauh. "Cepat pergi!" teriaknya sekali lagi.

"Apa maksudmu? Berhenti!"

Tak sampai lima menit. Aku tambah geram dan berhasil menghentikannya dengan melakukan tendangan jarak jauh, tepat mengenai kepala lelaki tersebut.

"Siapa kamu? Kenapa kamu melempar angkot Mang Udin dengan batu?" Kukunci tangannya ke belakang punggungnya agar tidak kabur.

Bukannya menjawab, lelaki itu malah tersenyum. "Cepat pergi. Hati-hati, kamu dalam bahaya.”

Karena saking kesalnya, aku memukul lelaki itu sangat keras. "Kamu adalah sumber bahayanya! Kenapa kamu melemparku dengan batu, hah?"

Lelaki itu kembali berkata, "Sudah kubilang cepat pergi! Aku akan memberitahumu nanti."

Dari kejauhan Mang Udin melambai ke arahku.

"Neng Dara, ayo pulang. Jangan tanggapi, lelaki itu adalah orang gila." Mang Udin rupanya menyusul, menyuruhku agar tak memberi pelajaran. "Dia bukan pemuda sini, kelakuannya memang jahil."

Karena lelaki itu tak menjawab, aku pun memutuskan untuk pulang dan melepaskannya. Kalau memang dia orang gila, sia-sia aku memberi pelajaran kepada orang yang kurang waras.

Akhirnya aku memutuskan kembali ke dalam angkot. Aku melihat Mang Udin sudah menutupi lukanya dengan kain kasa.

"Apa sebaiknya Mang Udin ke rumah sakit saja? Lukanya cukup parah," kataku.

"Tidak usah, Neng. Lukanya tidak terlalu parah. Lagian sudah dikasih obat luka. Nanti juga kering sendiri, mamang sudah terbiasa." Mang Udin mulai melajukan angkotnya.

Sambil mengemudi , Mang Udin banyak bercerita banyak kepadaky. Mang Udin banyak menceritakan anak dan istrinya. Anaknya bernama Ani beberapa hari lagi berumur lima tahun, dia menginginkan hadiah boneka Barbie di hari ulang tahunnya. Mang Udin sangat menyayangi putri satu-satunya itu, dia terpaksa harus narik angkot sampai malam agar mendapatkan uang lebih.

Akhirnya, tidak sampai sepuluh menit, angkot Mang Udin sudah sampai depan gang rumah nenek. "Terima kasih ya, Mang." Kusodorkan kertas dua puluh ribu rupiah, "kembaliannya berikan saja buat Ani, anak Mamang."

"Terima kasih ya, Neng." Mang Udin lalu melajukan angkotnya pergi.

Sepuluh menit kemudian akhirnya sampai juga di rumah nenek. Seperti biasa sangat sepi dan gelap. Tak ada tetangga karena rumah nenek letaknya terpisah dan dekat sekali dengan sawah.

"Assalamualaikum."

Kebetulan karena aku memiliki kunci cadangan, aku tak perlu membangunkan penghuni yang sedang tidur untuk membukakan pintu masuk.

Aku baru tinggal di rumah itu sekitar seminggu yang lalu. Rumah yang dibangun semenjak ayah kecil ini sangat luas dan memiliki banyak kamar dan ruangan kosong. Bangunan yang sudah tua tapi masih kokoh. Walaupun dindingnya sudah mulai mengelupas, namun, bangunan ini masih sangat layak untuk mereka berlima tempati.

Sebelum menuju kamar, aku yang dari tadi menahan buang air kecil. Memutuskan untuk membersihkan diri dulu ke kamar mandi. Letak kamar mandi paling ujung, dan aku harus melewati beberapa kamar kosong yang gelap. Keluargaku masih kekurangan, sehingga untuk menghemat biaya listrik, kamar yang tidak digunakan, sengaja tak disediakan lampu. Hanya kamar tamu dan beberapa kamar yang menyala.

Dengan bantuan lampu minyak, aku sampai di kamar mandi yang luasnya sangat besar, luasnya hampir sama dengan kamar kostku di Jakarta. Sebenarnya ketika aku berjalan melewati kamar kosong, perasaanku seperti ada yang mengikuti. Namun, perasaan aneh ini segera kutepis.

Setelah selesai membersihkan diri, aku menuju kamarnya. Sebelum sampai ke kamar aku melewati kamar ibu. Kebetulan saat itu aku melihat kamar ibu yang masih menyala.

Beberapa langkah lagi sampai, sayup-sayup ku mendengar ibu sedang bernyanyi. Suaranya terdengar pelan dan parau.

“Satu satu, aku sayang ibu. Dua dua, juga sayang ayah. Tiga-tiga, sayang adik kakak.

Satu ... dua ... tiga, sayang semuanya.”

Aku langsung menghentikan langkah. Semenjak kematian ayah, tingkah ibu semakin aneh. Kata dokter, ibu didiagnosis memiliki gangguan mental skizofrenia. Kembali ku mengintip ibu.

"Ibu!"

Aku sangat kaget, begitu mengetahui kalau ibu sedang mengajak sebuah boneka bernyanyi.

Terpopuler

Comments

irva 😍

irva 😍

penuh misteri 👻👻👻

2023-03-23

4

🦈HUSNA✰͜͡w⃠

🦈HUSNA✰͜͡w⃠

kasihan ibunya Dara dia depresi berat

2023-02-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!