Bab 10. Hilang

"AA-arg ...." Aku masih terpaku di tempat. Bagaimana tidak, tangan dengan kuku-kuku panjang sekitaran dua puluh senti meter itu sedang mencengkeram kakiku agar tetap bergeming. Kukunya bahkan aku rasakan sedang menusuk kulit kaki. Aku bergetar hebat, terlebih saat kakiku mulai mengeluarkan darah segar akibat cakaran setan itu.

"Kamu harus mati." Suara setan berbisik di telingaku.

Setan berbaju merah panjang tersebut mulai menekuk tubuhnya ke depan, tubuhnya sangat lentur seakan tak memiliki tulang belulang, dan membiarkan tangannya merayap sampai ke lututku. Setan itu sangat menakutkan ketika menunjukkan taringnya yang runcing, menyeringai seperti hendak memakanku hidup-hidup. Seketika napasku seakan tercekat di tenggorokan saat ingin berteriak.

Tiba-tiba, bruk!

Saat itu juga tubuhku terjungkal ke depan, membuat kepalaku terbentur di lantai. Melihat setan itu masih menyeringai, buru-buru aku menyeret kakiku yang sudah mengeluarkan darah. Aku terpaksa harus mengesot untuk menjauhi setan itu yang merayap turun dari tangga. Sambil merangkak setan itu memutar kepalanya hingga 180 derajat, membuat rambutnya yang harusnya ada di atas, menjuntai ke lantai, menyapu tiap lantai yang dilaluinya.

"Tolong! Tolong aku!" Aku terus mengesot ke depan tanpa menoleh ke belakang. Ditariklah kakiku agar tak digapai kuku panjang setan itu lagi.

"Dara!" tiba-tiba terdengar suara Mba Siti yang begitu nyaring menyadarkanku, entah sejak kapan Mbak Siti ada di sana?

"Dara ...."

Mendengar suara Mbak Siti yang memanggil untuk ke dua kali, aku langsung bergeming, dia langsung menoleh ke kiri. Dari jarak sekitar sepuluh meter, Mba Siti berjalan ke arahku.

Mba Siti langsung berlari mendekatiku. "Dara, kenapa kamu duduk di lantai, darti tadi aku memperhatikanmu kenapa jalanmu ngesot seperti itu?"

Aku mengembuskan napas merasa lega, "Kakiku, Mbak. Lihatlah, terluka dan berdarah." Aku labgsung menunjukkan lengan kakiku tanpa menoleh.

"Emang kenapa dengan kakimu? Tidak ada luka apalagi berdarah," kata Mbak Siti memperhatikan ke dua kakiku yang baru kusadari tidak terluka sedikit pun. Aneh! Padahal beberapa detik yang lalu aku melihatnya berdarah.

Benar saja apa yang dikatakan Mbak Siti kalau kakiku baik-baik saja, tak ada Darah yang barusan aku lihat. Aku langsung mengelus kaki, membuktikan kalau memang tak ada Darah setetes pun yang keluar.

"Tidak, aku sedang tidak berhalusinasi." Aku memegang kepala berharap tadi bukankah halusinasi.

"Mungkin karena kamu kelelahan. Sebaiknya, ayo kita pulang, suami mbak sudah menunggu di depan," ajak Mbak Siti membantuku agar bangun dan berdiri.

Ketika aku berdiri, aku melihat lagi ke arah tangga. Ternyata setan itu sudah tak ada setelah kedatangan Mbak Siti.

...***...

Aku sudah keluar dari rumah sakit. Seperti biasa, aku akan berjalan melewati jalan beraspal yang ada di pertigaan rumah sakit menuju rumah Ni Rum. Aku lebih suka memilih jalan yang agak jauh, sedikit dari rumah asalkan jalannya mulus masih ada banyak lampu di pinggiran, dibandingkan harus berjalan dan melewati kebon atau pun sawah yang jaraknya lebih dekat.

Sebentar lagi aku berbelok, entah kenapa aku refleks menoleh ke belakang, kulihat ada angkot Mang Udin ingin berbelok ke jalan menuju rumah Ni Rum. Saat itu juga tanpa menyetop, Mang Udin langsung menghentikan laju angkotnya.

"Mang Udin, apa tadi Mang Udin habis periksa. Kok aku panggil-panggil tadi kenapa tidak menoleh? Apa Mang Udin tidak melihatku?" tanyaku langsung ke intinya.

Mang Udin hanya tersenyum. Berbeda dari biasanya. Angkot Mang Udin yang kulihat sangat ramai dipenuhi penumpang di belakangnya. "Wah banyak penumpangnya," kataku setelah Mang Udin menyuruhku masuk dan duduk di sebelahnya.

Sebelum aku menaiki angkot itu, kuperhatikan satu persatu wajah semua penumpang angkot yang ada di belakangnya. Kesamaan dari mereka yang perempuan adalah menggunakan kebaya jaman dulu, sementara yang laki-laki menggunakan blangkon di kepalanya.

"Mang ada acara apa ya? Tumben malem begini angkot Mang Udin sangat penuh. Biasanya kan cuman Dara saja."

"Ada selamatan di desa sebelah," jawab Mang Udin.

"Memangnya selamatan harus tengah malam seperti sekarang?"

Terpopuler

Comments

irva 😍

irva 😍

kapan bahagianya,, spot jantung trs 😩😩😩

2023-03-23

3

🦈HUSNA✰͜͡w⃠

🦈HUSNA✰͜͡w⃠

ini juga kayaknya ikutan misterius

2023-02-26

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!