"Ibu?!"
Saat itu juga aku langsung membuka pintu kamar. Aku melihat ibu sedang duduk berhadapan dengan sebuah boneka rambut panjang yang didudukkan di sebuah bangku. Walaupun bukan kali pertama aku melihat ibu berbicara sendiri, namun tetap saja aku masih aneh melihatnya.
"Baru pulang, Dara?" tanya Ibu.
"Ibu, kenapa belum tidur?"
Ibu malah meraih boneka berisikan dacron itu di pangkuannya. Boneka dengan rambut panjang yang dikepang dua. "Tadi Kemuning yang membangunkan ibu." Ibu tersenyum seraya mengelus rambut boneka yang ibu kira 'Kemuning'.
"Ibu, mulai berhalusinasi lagi. Sudah Dara bilang kalau Kemuning itu tidak ada. Dara temani tidur, ya?"
Aku mengambil boneka Kemuning, menaruhnya kembali di bangku rotan tadi. Lalu menuntun ibu agar kembali ke ranjang besi, menyuruhnya agar tidur.
"Apa ibu sudah makan?" tanyaku sambil mengelus rambut ibu. Dibalas anggukan oleh ibu.
"Bu, bukannya Dara sudah membelikan obat kutu yang ampuh? Kenapa kutunya masih memenuhi rambut ibu? Apa ibu sudah memakainya?"
Ketika aku mengelus rambut ibu. Telapak tanganku dipenuhi oleh kutu dari rambut ibu. Aku melihat lagi kondisi rambut ibu, walaupun hari sudah malam, namun penglihatanku sangat jelas kalau ratusan kutu itu masih memenuhi rambut ibu. Padahal tempo hari, aku yakin sudah membersihkannya.
Ibu kembali mengangguk.
Entah kutu tersebut dari mana datangnya. Puluhan bahkan ratusan kutu memenuhi rambut panjang Ibu. Memang kalau dilihat dari jauh tak terlihat, tetapi kalau diperhatikan dari jarak dekat, kutu itu terlihat bergerombol di setiap helai rambut Ibu. Anehnya, kata ibu sendiri dia tak merasakan gatal.
Saat itu juga aku mengambil sisir rapat, kemudian kuarahkan di rambut ibu. Benar saja, baru beberapa sapuan, puluhan kutu memenuhi kain putih yang digunakannya untuk alas.
"Dara bungkus rambut ibu dengan penutup rambut, ya?"
Setelah menyisir seluruh rambut Sekar, dengan pelan dan telaten aku mulai membungkus rambut ibu setelah membubuhinya dengan obat kutu.
"Besok, ibu baru bisa buka dan keramas."
Lagi-lagi Ibu hanya mengangguk. Sebenarnya ibu tidak benar-benar gila seperti orang lain katakan. Ibu masih bisa mandi sendiri dan merawat tubuhnya. Bahkan ibu masih bisa memasak. Walaupun terkadang perilaku ibu terlihat aneh. Apalagi setelah kematian ayah. Depresi ibu semakin parah, bahkan menganggap sesuatu yang tidak nyata baginya seperti hidup. Contohnya saja seperti boneka itu, ibu menganggapnya Kemuning saudara kembar Kirana yang meninggal setelah lahir.
"Terima kasih, Dara."
"Tidur, ya, Bu. Dara akan menunggu di sini sampai ibu terlelap," ucapku seraya memijat kaki Sekar.
Ketika aku memijat kaki Sekar, tak sengaja aku melihat luka bakar di tangan kanan ibu. Luka yang masih belum sembuh itu mengingatkannya dengan kejadian dua bulan yang lalu. Ya, peristiwa kebakaran yang merenggut nyawa ayah, Mahesa. Tidak hanya merenggut nyawa Mahesa. Akibat kebakaran itu, rumahku yang di Jakarta hangus karena si jago merah. Bahkan membuat wajah Kirana adikku rusak separuh.
Aku terus melamun di dalam kamar ibu, mengingat lagi peristiwa naas itu. Tidak, aku tidak sedang mengingat saat kejadian kebakaran berlangsung. Melainkan, aku sedang mengingat kapan ketika kami diusir karena perbuatan ibu yang membuat mereka salah paham.
Saat itu kami masih tinggal di kota Jakarta. Kejadiannya tepat tanggal tiga belas Januari tahun 2009
Kala itu, aku kaget setengah mati. Baru saja aku pulang kerja, aku melihat warga mengarak ibu dari jauh dalam keadaan penuh dengan darah di bajunya. Sontak, aku yang masih dalam keadaan berduka sangat tercengang. Baru saja semalam tadi mengadakan empat puluh harian ayah. Aku harus menghadapi kenyataan pahit lagi.
"Dara, sudah gue bilang kalau ibumu ini gila! Harusnya dia dibawa ke rumah sakit jiwa bukannya membiarkannya berkeliaran!" Seorang warga mengamuk di depan rumah.
"Memangnya kenapa dengan ibu?" tanyaku sembari memeluk ibu. Saat itu ibu terlihat sangat ketakutan tak berani melihat ke arah sekelompok warga yang barusan menggiringnya.
Satu orang warga membawa bukti pisau dan dua ekor anjing yang sudah tewas. Mayat anjing itu dia letakkan di depan teras kontrakan kami. Terlihat banyak bekas luka tusukan yang terbuka. Darahnya pun masih menetes segar di atas karung. Membuktikan kalau anjing itu belum lama mati.
"Ibumu dengan brutal membunuh dua ekor anjing ini dengan pisau. Sepertinya gangguan jiwa ibumu sudah parah, Dara. Sebaiknya, kamu titipkan di rumah sakit jiwa saja. Bapak yang akan mengurus surat rujukannya," usul Pak RT.
"Benar, ibunya sudah gila. Kalau ini dibiarkan gue yakin Sekar bisa saja mencelakakan orang lain." Satu warga lagi menimpali.
Mendengar ibu ingin dibawa ke rumah sakit jiwa, aku begitu kaget. Tentu saja aku menolak tegas. Menurutku, ibu itu tidak membahayakan orang lain. Walaupun ibu pengidap gangguan mental skizofrenia, tapi ibu masih bisa membedakan mana yang membahayakan dan bukan.
"Pak, aku yakin ini hanya salah paham. Mungkin anjing itu yang menyerang ibuku terlebih dahulu," ucapku membela ibu.
"Mencelakakan bagaimana? Emak Lo itu membunuh anjing gue di depan mata kepala gue sendiri. Liat baju Mak Lo yang penuh dengan Darah, itu sudah membuktikan kalau Sekar sebagai pembunuhnya. Gue yakin ini keluarga tidak beres, menurut keyakinan gue, Sekar sendiri penyebab rumah mereka terbakar. Sepertinya Sekar sengaja ingin membunuh suaminya sendiri," ucap pemilik anjing.
"Ya, Sekar itu seorang wanita gatal. Dia sengaja membunuh suaminya agar bisa menjadi janda dan mendekati Imron." Timpal seorang ibu-ibu yang selalu iri dan menggosipkan ibu setiap hari. Walaupun usia ibu sudah hampir kepada empat. Ibu masih terlihat cantik dan awet muda, seperti umur tiga puluhan. Bahkan aku sering dikatakan adiknya.
"Bukan ibuku pelakunya, polisi sudah menyelidikinya. Penyebab kebakaran empat puluh hari yang lalu murni karena korsleting listrik. Ibu sangat menyayangi ayah, tidak mungkin melakukan hal senista itu." Saat itu aku terus membela agar ibu tidak disalahkan.
"Banyak bacot, lo! Emak sama anak sama saja! Sudahlah Pak RT, usir saja keluarga ini dari sini kalau Sekar tidak diperbolehkan dibawa ke rumah sakit jiwa. Lagian apa susahnya si, Dara. Emak lo bisa berobat di sana dengan gratis. Makan pun dijamin, bego lo jadi orang!" Seorang wanita tetangga Dara menimpali.
"Apa benar, ibu yang membunuh dua anjing itu?" tanyaku kepada ibu. Aku ingin mendengar langsung dari ibu.
Akan tetapi, ibu diam saja tak menjawab. Ibuku terlihat semakin ketakutan bersembunyi di punggungku. Ibu terus menggeleng, dan tak berani berbicara.
"Halah! Mengelak terus, lo! Bukti sudah di depan mata, Dara! Emak lo itu sudah gila!" Seorang tetangga wanita menunjuk muka Sekar.
"Betul! Ini anjing gue sudah mati! Siapa yang mau bertanggung jawab kalau begini? Selain gila dia juga seorang psikopat. Kami takut Pak RT."
"Sudah, sudah!" Pak RT berusaha menenangkan. "Dara, demi kebaikan bersama sebaiknya ibumu dititipkan saja ke rumah sakit jiwa. Kecuali kalau ada penjamin yang menjaga ibumu. Pak RT sangsi kalau ibumu dijaga Kirana, sementara kamu sendiri sibuk bekerja," imbuhnya.
"Pak ... aku mohon--"
Belum sempat aku meneruskan berbicara, Bi Asih keluar dari dalam rumah. "Jangan bawa Sekar ke rumah sakit jiwa. Aku yang akan menjaganya. Aku akan membawa mereka pulang ke kampung halaman kami yang ada di Cirebon."
Bi Asih adalah adik ayahku yang bernama Mahesa.
Semua kejadian dan kata-kata pedas para tetangga sebelum mereka pindah, masih terngiang di telinga. Semuanya tidak aku lupakan. Akibat kejadian itu, bersama ibu dan Kirana, aku terpaksa kembali ke kabupaten Cirebon. Rumah nenek yang aku tempati sekarang.
“Ayah, maafkan aku sudah melanggar pesan ayah. Tapi, aku janji akan selalu memakai cincin ini." Sambil mengusap cincin ini aku ingat betul dulu ayah sempat melarang kami tinggal di rumah nenek.
Lamunanku buyar saat melihat cincin ini. Tubuhku mendadak bergetar hebat saat merasakan tiba-tiba ada aura ganjil merasuk ke dalam tubuh. Hal ini sering terjadi tiap kali aku mengusap cincin pemberian ayah yang kini melingkar di jari manisku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
irva 😍
cirebon nya dimana ya???
2023-03-23
3
🦈HUSNA✰͜͡w⃠
sungguh diliputi penuh misteri kehidupan mereka
2023-02-25
2