Bab 4. Suara Menyeramkan

"Ayah, aku akan berusaha sekuat tenaga agar bisa menjaga ibu dan Kirana. Meskipun kuliahku terbengkalai, asalkan ibu dan Kirana tercukupi, aku ikhlas, Ayah."

Aku tidak paham kenapa ayah menyuruhku agar selalu memakai cincin ini. Sayangnya, sebelum menanyakan alasannya, ayah sudah lebih dulu meregang nyawa. Satu yang membuat aku masih bertanya-tanya, setelah memakai cincin ini, terasa ada energi lain yang memasuki tubuhku. Entah energi apa namanya, aku sendiri tidak mengerti.

Aku menyeka cairan bening yang menggenang di pelupuk mata. Semenjak kejadian itu, aku, Kirana dan ibu terpaksa meninggalkan ibukota. Aku merasa, sepertinya usulan Bi Asih ada baiknya juga. Menurutku, mungkin dengan kembalinya ibu ke kampung, bisa menyembuhkan depresinya.

"Selamat tidur, Bu." Kututupi tubuh ibu dengan selimut begitu ia terlelap, "sudah seminggu kita tinggal di sini. Semoga kita betah ya, Bu. Semoga dengan kepindahan kita juga di sini, kita bisa melupakan kenangan buruk di ibukota."

Sebenarnya saat itu ibu menolak untuk pulang kampung. Namun, dari pada ibu harus dibawa ke rumah sakit jiwa. Mau tak mau, aku menyetujui saran Bi Asih dan melanggar larangan ayah. Ditambah kami sudah tak memiliki rumah. Saat itu bibi juga merekomendasikan pekerjaan untukku di rumah sakit sebagai bagian dari petugas gizi seperti yang kujalani sekarang.

Kenapa bonekanya jatuh?

Aku melihat ke bawah, tampak heran kenapa boneka yang dianggap kemuning tiba-tiba terjatuh di lantai. Padahal menurutku tak ada angin yang menerpa boneka itu, bahkan kipas angin pun tak tersedia di kamar.

Kugeser tubuhku ke posisi yang pas. Tentu saja hendak meraihnya. Sambil berjongkok aku mencoba meraih boneka itu.

Akan tetapi, sebelum aku sempat meraihnya.

Tiba-tiba boneka itu malah masuk ke dalam ranjang. Seperti ada sesuatu yang menyeretnya dari kolong.

Kenapa bisa bergeser?

Deg! Aku langsung terkaget dan mendadak terdiam sesaat, dalam hati bertanya, kenapa boneka itu bisa masuk ke dalam kolong ranjang. Kalau dipikir pakai logika, tak mungkin kalau tikus yang menariknya.

Sudahlah jangan berpikiran negatif dulu.

Tak berpikir yang aneh-aneh. Kumemasukkan tangan kanan ke kolong ranjang, dan mencoba mengambil boneka Kemuning sekali lagi, dengan cara menggerayanginya dari luar.

Kenapa rambutnya sangat lembut sekali? Bukannya boneka itu memiliki rambut yang kasar seperti benang wol?

Aku menghentikan tanganku. Belum melihat ke kolong ranjang, kucoba sekali lagi terus menggerayangi kolong ranjang. Namun, bukannya mendapatkan boneka, aku malah merasa tanganku menyentuh sesuatu yang aneh. Ya, rasanya seperti menyentuh sebuah wajah. Tapi begitu lembap dan sedikit lengket. Aku menghentikan gerakan jari ketika merasa seperti sedang memegang sesuatu yang licin seperti mata.

Apa ini?

Karena rasa penasaranku yang tinggi. Aku pun akhirnya memutuskan untuk menengok ke bawah ranjang. Dengan jantung yang semakin berdetak tak beraturan, aku menurunkan posisi kepala, dan mempertajam Indera penglihatanku tepat di bawah ranjang tempat ibu tidur.

"Astaghfirullahal’adzim."

Refleks, aku langsung beristigfar detik itu juga. Ya, aku melihat setan berambut panjang sedang menyeringai melihatku. Tanganku sudah mendarat tepat di matanya. Langsung ku lepaskan detik itu juga. Benar, ternyata yang dipegang aku bukanlah sebuah boneka, melainkan wajah setan yang sangat menyeramkan.

Karena kaget, aku sampai tak bisa menyeimbangkan tubuh. Dalam posisi masih terduduk di lantai, aku menutup wajahku dengan ke dua telapak tangan. Ini adalah kali ke sekian Dara melihat setan. Ya, aku bisa melihat sosok yang tak kasat mata tepatnya setelah kematian ayah. Untuk ke sekian kalinya juga aku begitu ketakutan dan gemetar.

Semakin aku memundurkan posisi duduk. Sepertinya setan berambut panjang itu semakin maju, auranya sangat berasa merayap mendekatiku. Aku mengingat, wajahnya sangat menyeramkan dengan mata yang dipenuhi darah. Rambut menjuntai berantakan menutupi seluruh mukanya. Kurasakan sosok tak kasat mata itu menggerayangi tubuhku dengan kuku yang terasa sangat tajam.

"Harhhh ... harhh ...." Setan itu mengeram.

Aku yang semakin gemetar, masih tak berani melihat dan menutup mata. Aku merasakan sentuhan halus kuku setan itu mengenai tengkuk lalu beralih ke tangan. Tubuhku mendadak lumpuh tak berdaya.

"Ja-jangan." Gigiku bergemeletuk, karena gemetar ketakutan.

Di dalam hati, aku berusaha melafazkan doa-doa yang sudah hafal. Meskipun aku bukan terlahir dari keluarga yang taat beribadah. Akan tetapi, beberapa surat pendek yang diajarkan di sekolah masih aku ingat. Dengan bibir yang bergetar hebat aku terus berdoa.

Kemudian terdengar suara gebrakan pintu terdengar tak begitu keras dari dalam kamar. Hawa di sebelahku sudah seperti sedia kala. Aku juga merasa sudah tidak ada yang menyentuhku. Akhirnya aku memberanikan diri membuka mata perlahan. Sosok menyeramkan sudah menghilang membuatku bisa bernapas lega.

"Ibu!"

Seketika, aku langsung mengingat ibu. Masih dengan kondisi detak jantung yang belum beraturan, kemudian aku berdiri dan melihat kondisi ibu yang sedang tidur.

"Alhamdulillah."

Setelah semuanya kembali aman. Aku memutuskan untuk kembali ke kamar. Hari ini benar-benar sangat lelah. Untungnya besok aku masih kebagian sif sore, aku masih bisa beristirahat lebih lama lagi sampai pagi.

Pintu kembali aku buka hendak keluar dan kembali ke kamar. Dari kecil aku bukanlah perempuan penakut. Bahkan berkelahi pun aku jagonya. Namun, kalau harus berurusan langsung dengan setan. Aku masih belum bisa menguatkan mental.

"Dia sudah tak ada."

Aku kembali berjalan menuju kamarku yang tidak jauh dari kamar ibu. Walaupun masih terngiang peristiwa barusan, mau tak mau aku harus berani. Beban hidupku lebih menakutkan dibandingkan penampakan tadi.

"Aahh."

Terdengar suara rintihan di telingaku. Menurutku, sepertinya suaranya agak jauh dari tempatku berdiri. Namun, aku yakin kalau suara itu masih berasal dari dalam rumahnya.

"Ahhhh."

Untuk ke dua kalinya, suara rintihan itu kembali terdengar walaupun tak terlalu keras. Seketika, aku langsung menghentikan langkah, kembali mempertajam pendengaran. Di tengah malam yang sunyi ini, meskipun suara itu sangat kecil, masih sangat jelas terdengar.

Suara itu seperti ...?

Sontak, aku langsung terdiam. Meskipun aku belum memiliki pacar. Aku mengerti rintihan itu adalah milik dua orang yang sedang memadu kasih.

Aku kembali berpikir. 'Siapa pemilik suara itu? Bukankah di rumah ini tidak ada lelaki? Atau mungkin ....'

Aku langsung menutup kedua telinga ketika mendengar jeritan untuk yang ke tiga kalinya. Di detik itu juga aku langsung membuka pintu kamar, secepat kilat masuk ke dalam.

Aku segera memasuki kamar, mengganti baju dan segera menutup tubuh dengan selimut. Malam ini begitu dingin dan sunyi, aku tak ingin melewati kesempatan ini untuk beristirahat. 

"Rumah ini sangat menyeramkan," teriakku dalam hati.

Terpopuler

Comments

irva 😍

irva 😍

rumahnya kudu di ruqyah 😅

2023-03-23

3

🦈HUSNA✰͜͡w⃠

🦈HUSNA✰͜͡w⃠

memang sangat menyeramkan dan bila aku beeada di situasi seperti itu pasti takkan sanggup

2023-02-25

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!