Bab 5. Siapa di Dalam?

Namaku Dara Maheswari, jelas aku seorang perempuan. Berusia dua puluh tahun, berkulit sawo matang dengan tinggi badan 160 cm dan berat badan yang ideal. Kebiasaan burukku memang selalu tidur kesiangan seperti sekarang. Rasanya malas sekali untuk membuka mata apalagi tahu aku bekerja sif siang.

"Bangun, Kak." Kirana menggoyangkan bahuku agar bangun. Yah aku tahu, karena tak sepenuhnya mataku tertutup.

"Jam berapa sekarang?" Aku menggeliat, dibuka penuh mataku yang masih mengantuk.

"Jam enam. Kakak, dipanggil sama Bibi suruh sarapan."

Masih dalam posisi berbaring di kasur. Aku meraih ponsel berinisial depan “N” tipe 2626 yang baru dibeli seminggu yang lalu. Karena tak ada jam dinding di kamar, seperti biasa aku selalu melihat waktu di ponsel.

"Lo belum berangkat sekolah, Na?" Aku bertanya kepada Kirana, adikku satu-satunya.

"Iya sebentar lagi. Kalo uda kelar sarapan," jawab Kirana.

Kirana Maheswari, dia berusia sembilan belas tahun. Dia masih duduk di kelas dua menengah atas. Akibat kebakaran dua bulan yang lalu, wajah Kirana mengalami luka bakar yang serius di pipi sebelah kirinya. Luka bakar itu sudah sembuh, sayangnya menimbulkan bekas yang membuat wajahnya tak cantik dan mulus lagi seperti dulu.

"Bilangin aja, gue nyusul bentar lagi."

Setelah aku mencuci muka. Aku berjalan menuju meja makan untuk sarapan bersama. Sebenarnya aku masih mengantuk, namun karena tidak enak dengan Bi Asih, aku terpaksa memaksakan tubuh ini agar bangun dan sarapan pagi.

"Selamat pagi, Bi, Ni Rum."

Di meja makan sudah duduk Bi Asih, Nini Arum (Panggilan untuk nenekku), Sekar dan satu wanita berpakaian seksi yang aku sendiri tidak tahu namanya. Mereka berempat sedang menikmati sarapan pagi.

"Maaf, Bi. Dara engga bantuin bibi masak tadi." Aku mendudukkan diri bersebelahan dengan Kirana.

"Tidak apa-apa Dara, lagi pula ada Tante Amel yang bantuin. Kenalkan, Tante Amel adalah teman bibi. Tadi malam dia menginap di sini," kata Bi Asih.

Melihat penampilan Tante Amel yang sangat seksi. Aku jadi teringat kejadian tadi malam. Apa mungkin suara malam tadi itu adalah suara jeritan Tante Amel? Mungkin Tante Amel membawa pacarnya menginap bersama. Tapi entahlah?

Enggan rasanya aku membalas uluran tangan Tante Amel. Tetapi demi menjaga kesopanan, mau tak mau aku menyalaminya. "Dara."

Tante Amel tersenyum ramah. "Jadi kamu yang namanya, Dara?" tanyanya, "manis sekali rupamu."

Aku mengangguk dan membalas tersenyum.

"Ibumu belum bangun, Dara?" tanya Ni Arum.

"Sekar sedang di depan menyirami bunga. Barusan aku menyuruhnya makan, tapi tidak mau," Bi Asih malah membalas pertanyaan Ni Rum.

"Bilang ke ibumu jangan terlalu banyak melamun. Kalau dia mau, ada kerjaan membuat topeng atau menganyam rotan," kata Ni rum.

Sekali lagi aku hanya mengangguk mengiyakan. Walaupun Ni Rum adalah nenek kami, aku tak terlalu dekat begitu pula dengan Kirana. Dari lahir sampai sebesar ini kami hidup di Jakarta, hanya sesekali saja pulang ke kampung halaman. Itu pun dulu ketika aku berusia tiga tahun. Berbeda dengan Bi Asih, perempuan berusia 45 tahun itu sering ke ibukota dan sering menginap di rumahku yang terbakar.

Sarapan pagi berlangsung sekitar sepuluh menit. Bi Asih bersama Tante Amel pamit pergi keluar. Bi Asih harus bekerja sif pagi menjadi petugas laundry di rumah sakit yang sama dengan tempatku bekerja.

"Aku berangkat sekolah dulu, Kak Dara, Ni Rum." Kirana berpamitan hendak pergi ke sekolah.

Kini tinggal aku dan Ni Rum di meja makan. Aku tidak mau diam saja selesai makan. Kemudian merapikan piring sisa makanan tadi dan menumpuknya menjadi satu hendak kucuci di belakang.

"Apa kamu betah tinggal di sini, Dara?" tanya Ni Rum mengagetkanku.

"Betah, Ni. Lagi pula Ibu lebih aman di sini dibandingkan di kota," jawabku.

"Syukurlah, nini ikut senang." Wanita itu lalu memutar kursi rodanya hendak meninggalkanku.

Nini Arum adalah nenekku, yang aku tahu usianya hampir tujuh puluh tahun. Di umur yang setua itu, dia tak bisa menggerakkan kakinya dan harus menggunakan kursi roda untuk berjalan. Tetapi walaupun Ni Rum lumpuh, kata Bi Asih penglihatannya masih berfungsi baik. Ni Rum masih dapat melihat jelas.

"Ke mana ibu? Kenapa tak terlihat?"

Sambil menengok ke kamar ibu, aku membawa piring-piring kotor itu ke belakang. Sayangnya tak ada ibu di sana. Jarak ruang makan dan sumur sekitar dua puluh meter. Karena tidak ada wastafel, aku terpaksa mengangkutnya ke belakang untuk dicuci.

Aku berjalan melewati lorong yang samping kanan dan kirinya adalah kamar kosong. Rumah ini sangat besar, sekitar ada sepuluh kamar bahkan lebih kalau tidak dijadikan gudang. Tetapi yang kutahu hanya lima yang terpakai. Ruang makan letaknya di tengah, sementara kamar mandi ada dua. Salah satu kamar mandi dan sumur letaknya paling ujung rumah, itu pun harus keluar dulu dari pintu belakang karena letaknya di luar halaman.

Sambil berjalan menuju sumur, aku memperhatikan hiasan yang tertempel di tembok. Di sana banyak sekali lukisan, topeng dan beberapa kerajinan dari anyaman rotan. Ayah dulu pernah bercerita kalau dulu Ki Dharma kakekku, adalah seorang pengusaha rotan dan topeng yang sukses di Kota Cirebon. Namun, usahanya kian meredup setelah kakekku meninggal dan tak ada yang meneruskan bisnisnya lagi.

"Sangat bagus, tapi kenapa aku takut melihatnya?"

Aku memperhatikan beberapa topeng yang tertempel di tembok. Itu adalah topeng yang tersisa, sebagai kenang-kenangan kalau silsilah keluargaku adalah seorang pengrajin seni.

Meskipun usaha kakekku telah bangkrut. Ni Rum sering mengambil pekerjaan rumahan dengan mengambil beberapa rotan untuk dia anyam di rumah, lalu menyerahkannya lagi kalau sudah jadi kepada juragan rotan. Meskipun hasilnya sedikit, setidaknya lumayan untuk menyambung hidup.

"Olahraga pagi dulu."

Aku mulai mengayunkan tangan untuk menimba air di sumur. Walaupun terbiasa hidup di kota, aku tak canggung sedikit pun untuk mengikuti kebiasaan hidup di kampung, seperti menimba sumur untuk mengisinya di bak mandi seperti sekarang. Bahkan aku sendiri sudah mulai terbiasa memasak menggunakan kayu bakar.

Byur! Terdengar suara guyuran air dari kamar mandi luar. Aku yang sedang mencuci piring mengira kalau ibu yang sedang ada di dalam. Kemudian kugerakkan tangan, menggosok beberapa piring yang kotor menggunakan sabut kelapa.

Untuk ke dua kalinya terdengar lagi suara guyuran air. Kini lebih keras, seperti gerakan orang yang sedang mandi. Yakinlah sudah kalau yang ada di dalam adalah ibuku.

"Bu, jangan lupa gosok rambutnya agar kutunya menghilang."

Sayangnya, tak ada jawaban. Aku berpikir, mungkin ibu tak mendengar. Aku kembali menimba lagi air di sumur itu untuk membilas piring-piring tadi.

Akan tetapi, saat akan menariknya ke atas, tali ember yang kupegang tiba-tiba terlepas. Padahal tadi sudah kupegang erat, seperti ada yang menariknya dari bawah. Otomatis, membuat ember yang terikat terjatuh bersamanya dan tenggelam.

"Ya, talinya lepas. Bagaimana ini?"

Tentu saja aku sekarang bingung bagaimana cara mengambil air kalau timbanya lepas. Aku ingin mengambil air di bak mandi, tetapi ada orang di dalamnya. Tak mungkin aku meninggalkan cucian piring yang masih kotor begitu saja di luar.

"Sebaiknya aku ke dalam dulu. Mungkin ada ember lainnya yang bisa kugunakan untuk menimba."

Akhirnya, mau tak mau aku masuk lagi ke dalam rumah, ingin menanyakan kepada Ni Rum mengenai ember cadangan.

Akan tetapi, saat baru beberapa langkah kakiku memasuki pintu belakang. Aku dibuat kaget ketika melihat ibu di lorong yang sedang berjalan menuju kamarnya. "Ibu! Aku kira ibu ada di kamar mandi!"

Kalau bukan ibu yang ada di kamar mandi? Lalu siapa yang ada di dalam? Mungkin Ni Rum. batinku mencoba berpikir positif.

Ibu tak membalas kemudian masuk ke kamarnya. Aku pun meneruskan berjalan menuju gudang tengah. Di sana aku juga melihat Ni Rum sedang duduk di kursi roda.

"Kenapa Dara?" tanya Ni Rum.

Aku menggeleng. Di menit itu juga langsung berbalik arah dan berjalan lagi ke arah sumur. Suara orang mandi sudah tak terdengar. Sepertinya sudah tidak ada orang. Rumah belakang dikelilingi tembok yang tinggi. Jadi mana mungkin orang akan keluar dari kamar mandi tidak melewati dirinya tadi.

Kalau bukan ibu dan Ni Rum, lalu siapa yang ada di dalam?

Terpopuler

Comments

irva 😍

irva 😍

pasti 👻👻👻👻👻👻

2023-03-23

2

🦈HUSNA✰͜͡w⃠

🦈HUSNA✰͜͡w⃠

hayo siapa ya ih terlalu menyeramkan

2023-02-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!