Laily

Laily

Bab 1

"Laily, bangun udah siang nak!"

Lenguhan terdengar dari bibir gadis dengan balutan baju piyama pendek sepaha, Ibu dari gadis itu masuk kamar tampa mengetuk dulu pintu.

"bun, Laily masih ngantuk."

"udah jam berapa ini, kamu gak sekolah?"

Laily Arabella terperejat kaget, ia baru ingat ini hari piket. gawat ini, bisa habis dimarahi pak Banu.

"kenapa gak bagunin aku Bun~"

"ini udah bunda bangunin, cepetan siap-siap."

Bak kilat menyambar, Laily langsung berlari menuju kamar mandi tampa melihat bahwa dimeja makan keluarganya sudah bersiap untuk sarapan.

"Laily kenapa bun?"

"biasalah, adikmu itu. piket, kesiangan!"

Bunda Maya duduk, ia duduk disamping suaminya Papa Angga sedangkan didepannya ada kakak sulung Laily bernama Gibran. Laily 3 bersaudara dan yang paling tua adalah Gibran.

Kakak keduanyanya Laily bernama Alea turun tangga dan bersiap untuk sarapan, gadis itu sudah siap dengan busana kerjanya lalu duduk disamping Bunda Maya.

"Laily belum nongol?"

"kesiangan."

Hanya anggukan yang Alea respon, ia mengambil roti tawar dan selai coklat paporitnya. tampa malunya Laily menaiki tangga melewati mereka berempat dengan menggunakan handuk kecil melilit tubuh polosnya.

"ya ampun, Laily. kalo bukan adik gue, udah gue garap lo!"

"em em em, terus terus! abisin makannya abang."

Gibran tersenyum malu, ternyata gumamnya terdengar oleh bunda Maya.

"bun, aku gak sarapan. buru-buru."

"bawa bekel ya,"

"gak usah, aku berangkat!"

Hanya gelengan yang bisa bunda lakukan, setelah itu Alea, Gibran dan papa berangkat karena hari semakin siang.

Lalu disekolah Laily benar saja dapat hukuman karena tidak bisa datang lebih awal dihari piketnya, biarkan sajalah.

"angkat kakinya, jangan gerak! jaga posisi kamu biar terus kaya gitu."

"iya pak! saya juga tau."

"sudah melawan kamu!"

Plak!

Pukulan kecil Pak Danu daratkan pada bokong Laliy menggunakan ranting pohon kecil, tidak terlalu sakit tapi ada sakit juga.

"jangan ubah posisi sampai jam istirahat, kamu paham!"

"iya pak, paham banget."

Danu langsung meninggalkan lapangan luas itu, Danu memang menjadi guru bagian menghukum murid. ia juga salah satu guru matematikan tergalak yang pernah ada.

"dasar nyebelin, tua-tua meresahkan!"

Sampai jam istirahat Laily baru bisa masuk kelas, untung cuaca tidak panas. bahkan bisa dikatakan mendung, jadi Laily tidak pusing kepanasan.

"makanya Li, kalo hari kamis itu datang lebih awal." ujar Mona teman dekat Laily.

Laily tidak menanggapi, memang mudah bercakap namun tidak mudah melakukan. lupakan hukuman itu, ia lapar dan perutnya keroncongan.

"gue mau makan, laper!"

"ikut~"

Mona dan Laily menyusuri lorong sekolah yang panjang, Laily memiliki tubuh putih bersih yang sedikit berbulu. rambutnya juga hitam tipis yang biasa Laily gumbal-gumbal, ia masih duduk dikelas 2 SMA.

"bi, bakso ya."

"iya, berapa?"

"satu aja,"

Sebelum menjawab Laily menanyakan dulu apakah Mona mau, ternyata gadis dengan tubuh gemuk itu tidak mau. katanya sedang diet, oke lah gak papa.

***

Jam pulang sekolah ternyata hujan, banyak murid yang tidak langsung pulang dan memilih untuk diam dulu menunggu hujan reda disekolah, karena Laily murid yang sedikit bar-bar ia tentu saja tidak menggubris hujan yang turun dengan lebatnya.

Laily diam dihalte dengan keadaan baju seragamnya basah kuyup oleh air hujan, Laily menggosok-gosok tangannya agar tidak dingin tidak tahu kenapa bus lama sekali datang.

"hikssss..hiksss.."

Laily mengedarkan pandangan, ia sayup-sayup mndengar anak kecil menangis. tapi tidak ada rupanya, waduh takut nih.

"papaaaaa Sakti takut....."

Laily menatap bocah berusia 5 tahun dengan seragam TK nya, Laily menggeser duduknya dan mendekati anak kecil tersebut.

"dek, adek kenapa?"

"hikssss papaaa...."

"cup cup cup, adek kenapa? dimana papa nya?"

"pa-papaaaa..."

"iya papa nya kemana?"

Laily menghembuskan nafasnya, anak sekecil ini kenapa bisa sendirian dihatel bus dalam cuaca sedang hujan deras begini. kemana orang tuanya, kenapa bisa teledor sih?

"jangan nangis, nama kakak Laily. adek jangan takut ya."

Sakti kecil masih takut, ia waspada namun tidak bisa berbuat apa-apa.

"oh iya kakak punya sesuatu untuk kamu, mau?"

Sakti masih diam, diusia begini pasti ia sudah bisa menyadari dan paham betul takut penculikan.

"ini dia."

Laily mengeluarkan permen caramel yang selalu ia bawa kemana-mana, Laily memang suka sekali mengunyah permen caramel jika sedang panik.

"mau?"

Sakti kecil masih takut, ia tidak bisa menjawab meski dalam hatinya mau.

"ambilah, jangan menangis lagi."

Tangan Sakti mulai mengambil.

"enak?"

Sakti mengangguk.

"kenapa adek bisa sendirian disini, dimana mama dan papamu?"

Sakti menunjuk sekolah TK diujung sana, anak yang pintar pasti karena hujan anak ini meneduh disini. tapi Laily masih kesal kenapa anak sekecil ini dibiarkan sendiri sih, kasihan tau!

"anak pintar, nama mu siapa?"

"Sakti Dirgantara."

"wah bagus sekali, kau menghapal namamu."

"dimana orang tuamu?"

"papa bekerja dan mama sudah lama tidak bersama papa, bibi sedang pulang kampung dan aku akan dijemput papa, tapi karena hujan papa pasti terjebak macet."

Laily mengangguk, benar-benar anak yang pintar ia bisa dengan detail menjelaskan semua kejadian yang menimpa dirinya.

"kakak akan menemanimu sampai papa mu datang, bagaimana?"

Sakti mengangguk. Sakti duduk mepet pada tubuh Laily, Sakti yang lelah pun tertidur dipaha Laily. hingga ada sebuah mobil hitam yang tiba-tiba datang dengan ngebut.

"anak saya, ngapain kamu deketin anak saya."

Laily mendongak, ia menatap pria tampan yang wajahnya benar-benar keras. penampilannya formal sekali, apa jangan-jangan ini ya papa nya sakti? ah, tapi Laily tidak mau tertipu!

"malah bengong, sini itu anak saya!"

"om siapa ya?"

Pria itu mundur sembari melap bibirnya, tidak salah 'om?'

"saya JONATHAN ayah dari anak yang kamu gendong!"

"maaf ya Om, anak ini sendiri. saya gak mau ketipu, siapa tau kamu penipu!"

Jo kembali menghirup udara panjang, Sakti juga ngapain sih tidur.

"enak aja kalau ngomong, saya itu bapaknya Sakti!"

Laily mendongak, kok bisa tau ya namanya?

"kok Om tau namanya Sakti?"

"karena dia anak saya!"

Karena keributan yang Jonathan dan Laily lakukan membuat Sakti kecil terusik.

"papa..."

Sakti langsung turun, dan memeluk betis panjang Jonathan. Laily terkesip, benar dugaannya bahwa pria tampan ini adalah papanya.

"sayang, kamu gak papa kan? maaf ya, tadi macet karena hujan."

"papa jahat, Sakti benci papa!"

Laily beranjak dari duduknya, pasti menjadi ayah tunggal sangat sulot. apalagi ia harus mengatur jam kerja dan jam mengurus Sakti.

"Sakti, papa belikan mainan baru mau?"

"gak!"

Jo menggaruk kepalanya, pria itu benar-benar tidak bisa merayu anaknya sendiri.

"ehem ehem."

Deheman Laily membuat Jo memutar kepalanya 360° gak deng canda, Laily menghampiri Sakti yang cemberut sembari melihat air hujan terus turun tampa adanya tanda untuk berhenti.

"Sakti mau permen lagi?"

"mau!"

Laily merongoh sakunya lalu mengambil bungkus baru yang menjadi stok nya, Laily memotekan satu kotak permen itu lalu akan memberikannya pada Sakti.

"heh!

Bruk!

"jangan kasih macem-macem sama anak saya! siapa tau itu beracun!"

Laliy menatap bungkus yang baru ia potekan satu kotak dan masih terdapat beberapa potong permen caramel tersebut, naas sekali sudah tergelam dikobakan air hujan.

"papa! permen kak Laily jadi jatoh."

Laily tersenyum, meskipun ia merasa sakit hati. obat penenangnya jatuh dalam air kotor dan jumlahnya juga bisa dikatakan banyak karena baru diambil satu.

"ini untuk Saktu, kakak pergi dulu. ingat, jangan nakal."

Laily memberikan potongan yang masih terjaga ditangan kanannya, Sakti memberikan kupayan tangan bertanda dadah. Laily masuk kedalam bus yang sudah tiba dan meninggalkan anak dan ayah itu dihalte.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!