Bab 02

Maaf untuk semua nya untuk nama Sakti aku ganti jadi nama Saka aja, soal nya menurutku lebih bagus aja.

Lanujut kecetita nya aja yah.

"tuhkan, udah bunda bilangin kalo ujan neduh kamu. jangan ditrobos aja!"

"Laily cuma panas doang, besok juga sembuh."

"kamu itu cuma andelin besok besok aja, minum obatnya!"

Laily menjengah, karena tadi ia menerobos hujan akibatnya Laily sekarang demam tinggi.

"membaik?"

Laily mengangguk, setelah dikompres memang benar keadaan tubuhnya jauh lebih baik. namun tetap saja belum sepenuhnya enak, Laily menyesal setelahnya.

Sore harinya Laily yang merasa tubuhnya sudah jauh lebih enak pun memutuskan untuk jalan-jalan sembari membeli permen stoknya yang dijatuhkan duda siAlan itu!

"ini saja kak?"

"iya,"

Mbak kasir menjumlahkan belanjaan yang Laily beli, setelah itu Laily diam didepan minimarket tersebut. kepalanya cenat-cenut lagi, rasanya seperti ah tidak ini lebih sakit dari tadi.

Laily mencoba menahan dan berusaha berjalan kekursi yang diujung sana, setelah sampai Laily langsung duduk tepar sembari dahinya penuh keringat.

"kenapa sih, perasaan udah sembuh!"

Laily membuka minuman yang ia beli barusan, entahlah kenapa tempat ini ramai sekali orang berkunjung.Laily yang merasa kepalanya sakit semakin terngganggu, apalagi bising!

"KAKAKKKKKKK!"

Laily memutar kepalanya mencari siapa yang memanggilnya, setelah itu bayangan Saka menyapa Laily. Laily tersenyum, eh tunggu itu siapa yang dibelakang Saka?

"Saka, sedang apa?"

"aku jalan-jalan sama papa,"

Laily mendongak, si Formal ini ternyata bisa bergaya juga. hemm mana gayanya kece lagi, memakai celana bahan diatas lutut dan baju kaos polos hitam. rambutnya dibiarkan acak-acakan, aduh duda memang beda pesonanya!

"kak.."

Laily menatap canggung Saka, aduh malu. sepertinya Laily terlalu lama menatap dan memuji Jo.

"iya?"

"kakak sedang apa?"

Laily menunjukan botol minum, lalu tersenyum. berharap anak ini tidak banyak bicara karena kepalanya sakit.

"pulang yuk, udah sore."

Laily menatap Jo yang sedari tadi hanya berdiri tampa niatnya untuk duduk, padahal kursi besi bercat putih ini masih muat kok.

"aku masih betah disini pa."

"tadi janjinya cuma sebentar."

Laily hanya menyimak ia memdengarkan bagaimana anak ini berdebat dengan papa nya.

"gara-gara kamu anak saya jadi gak mau pulang!"

Laily mendongak ke pria tampan nan jangkung ini, Laily gak ngelakuin apa-apa kok disalahin sih.

"maksud Om?"

Terdengar decakan yang membuat Laily mengkerutkan kening, tidak tahu kenapa ini orang aneh banget.

"Saka, Saka harus pulang. nanti kita ketemu lagi, sudah sore lagian kak Laily mau pulang."

Saka sedikit cemberut, tapi akhirnya menurut.

"bagus, harus menurut biar jadi anak pintar."

Melihat kepergian kedua orang itu Laily berniat beranjak dari duduknya dan tapi kepalanya berat sekali penglihatannya kunang-kunang dan..

Bruk!

"kakakk!"

Sebelum menutup matanya Laily merasakan ada elusan kecil ditangannya, sepertinya itu elusan tangan Saka. dan setelah itu Laily menutup matanya kemudian terkulai lemas ditanah yang kotor.

***

Pov Laily.

"Eghhhhhh.."

Saat membuka mata yang pertama aku lihat adalah langit-langit yang tidak aku kenali, dimana ini? aku mengerjap dan berusaha beranjak meski kepalaku rasanya berat sekali.

"minum obatnya, dimana rumah kamu?"

Aku melenguh, ternyata ini dirumah si duda nyebelin itu. tapi kenapa aku bisa disini? jangan-jangan aku..

"kamu apain aku Om?"

Om Jo mengkerutkan kening, ia heran dengan pertanyaanku.

"masih sakit gak? mau pulang apa nginep?"

Aku mengerjap, aduh malu nanya apa aku ini. pria dewasa seperti Om Jo pasti tidak berselera pada gadis seperti ku.

"pulang, tapi ini dimana?"

"kalau pingsan tau kondisi dong,"

"maaf, tapi kan aku gak tau kenapa aku pingsan."

Om Jo mendesah, aku harus pulang. jam berapa ini?

"jam berapa ini Om?"

Tidak ada jawaban, Om duda itu hanya menarik tirai dan melihatkan bahwa diluar sudah gelap.

"gawat,"

Aku tersenyum getir, bagaimana ini aku pasti dimarahi papa sama bunda.

"tuan, ini bajunya."

Om duda itu menatap baju putih yang dipegang ibu-ibu paruh baya, sepertinya itu pelayan disini.

"aku mau pulang Om,"

Om Jo mengambil baju ditangan pelayan itu, lalu menyimpannya disisi ranjang. aku akui memang Om Jo tampan, baik pulak. tapi ketus sekali, aku kan gak suka.

"makan dulu, baru jam 9. jam 10 saya antar."

Hah, apa katanya? jam 10 diantar? ini Om Om gesrek ya?

"aku harus pulang Om,"

Aku beranjak dari dudukku, lalu mencari ponselku kemudian mendekati Om Jo.

"makasih, aku pulang dulu."

Aku membuka pintu, aku kaget sendiri. waduh, ini rumah apa istana sih? kok gede banget.

"turun tangga belok kanan, ada pertigaan belok kiri terus ada pintu, masuk aja."

Aku menoleh, peka juga tuh Om-Om. aku yang kebingungan harus kemana.

"kepintu keluar?" tanyaku memastikan.

"kedapur."

Kurang ajar, memangnya aku mau apa kedapur.

"hais!"

Aku melangkah meninggalkan kamar tersebut setelah tas selampangku ada ditanganku, rumah ini besar sekali. tapi terasa dingin dan hampa, mungkin karena tidak ada seorang ibu sekaligus istri.

"non mau kemana?"

Aku menoleh, pelayan tadi menyapaku menggunakan nama non? apa tidak salah dengar aku ini jadi nyonya?

"a-aku mau pulang."

"makan dulu, sudah bibi siapkan."

"tidak bi, makasih. aku harus pulang, papa sama bunda pasti nyari aku."

Setelah sedikit berdebat dengan pelayan, aku pun keluar dari rumah atas bantuan pelayan. udik sih aku, rumahku kan tidak sebesar ini.

Aku melewati jalan yang amat gelap, terdengar suara langkah yang mengikutiku dibelakang. aku berusaha untuk tidak menoleh, namun langkah itu semakin kesini semakin dekat.

"papaaa Li takut.."

Untung saja kompleks Om Jo aku tahu, ini memang tidak jauh dari kompleks tempat aku tinggal. aku dengar-dengar sih ini kompleks kawasan elit, alias horang kayaa semua.

"tunggu!"

Aku berlari setelah mendengar teriakan seorang pria dari belakang, benar dugaanku bahwa ada yang mengikutiku dari belakang. siapa ya, aduh mana pria lagi. aku takut, Om duda itu juga ngapain gak anterin aku sih. tapi, kalau dianterin aku takut juga.

Bruk!

Aku tersandung batu yang ada dijalanan lepas itu, gerbang kompleks didepan mata. aku harus sampai sana dan melaporkan pada satpam tapi kenapa ini kaki pake ciuman sama batu sih.

"kamu gak papa?"

Aku merasa bahuku dielus lembut oleh seseorang, aku diam membeku. aku tidak tahu harus bagaimana, malam-malam begini ditempat gelap mana ada pria aneh lagi.

"jangan macam-macam kamu ya!"

Aku memukUl keras tangan kekar itu, terdengar aduhan dari pria itu. posisiku masih membelakanginya, aku takut sekedar melihat wajahnya saja.

Aku kembali berlari, aku takut aku benar-benar takut.

"Laily tunggu!"

Apa? Laily? benar tidak ya aku mendengar orang itu memanggil namaku?

"Om Jo?"

Aku melihat wajah tampan itu tersorot lampu karena kami sudah sampai pos satpam, dia menggosok lengannya yang tadi habis aku tangkis.

"kamu berani pulang sendiri?"

Aku celingukan, benar juga ya. aku sebenarnya tidak berani alias takut, namun ketakutan itu kalah dengan marahnya papa.

"be-berani lah!"

Om Jo terkekeh, apa nya yang lucu sih?

"aku mau pulang, ini terakhir kita ketemu! camkan baik-baik!"

"saya anter sampek depan rumah kamu."

"gak usah!"

Om Jo malah mendahuluiku, dasar menyebalkan. dia memang tau rumahku dimana? diblok berapa dan no berapa? sotoy banget ini duda.

Aku kemudian mengukuti langkah pria jangkung itu, aku rasa tinggi badanku hanya sepundaknya saja. dia benar-benar tinggi, eh apa aku yang pendek ya?

"sampai sini aja Om, makasih!"

Bukannya mendengarkan Om Jo malah terus berjalan, hingga sampai rumah samping rumahku dia berhenti dan menatap wajahku.

"tuh, mereka udah siap mau marahin kamu."

Aku menatap kesal wajahnya, dia terkekeh.

"selamat menikmati hukumannya,"

Aku tidak menggubris ucapan duda nyebelin itu, aku mendekati tumah cat biru langit dengan dua kursi teras kecil berwarna putih.

Papa sedang memegang ponselnya, sedangkan Bunda sedang ditenangkan oleh ka Alea. apa kepergianku membuat mereka risau?

"Bun, Pa."

Seketika 4 orang itu menoleh, aku menunduk takut. aku yakin papa pasti marah melihat anak gadisnya pulang malam begini.

"ASTAGA LAILY, KAMU DARI MANA?"

"L-Laily.."

"kamu gak tau kita semua khawatirin kamu! anak cewe gak baik pulang malem diatas jam 8 Laily! kamu itu masih sekolah, apa kata orang nanti."

"Maaf, Pa."

Bunda memeluku, aku masih menunduk. aku takut sekali tatapan papa yang bak singa kelaparan.

"kamu gak papa kan sayang?"

Aku mengangguk.

"ada yang sakit?"

Aku menggeleng, meskipun kepalaku berat.

"lain kali kalau mau keluar jangan matiin hp kamu, biar kita gak khawatir."

Aku baru ingat, ponselku kehabisan daya.

"iya bun, aku minta maaf."

Papa masuk lebih dulu, bang Gibran juga menyusul papa hanya aku diluar dengan bunda dan kak Alea, setelah tenang aku baru masuk kedalam rumah bersama bunda dan kak Alea.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!