Albert tampak menatap bangunan rumah istirahat milik keluarganya yang kini ada di hadapannya,
Ia tampak ragu untuk masuk ke dalam rumah, bayangan saat dulu ia sempat melihat sosok perempuan dengan tubuh ular di danau dekat rumah peristirahatan membuatnya seketika membayangkan sosok itu kini telah berpindah ke dalam rumah keluarganya,
"Albert... cepat masuk,"
Tuan Besar memanggil anak keduanya dari ambang pintu, sementara isteri dan kedua anaknya yang lain, Luna dan Maria telah lebih dulu masuk dengan Yusuf membawakan tas-tas pakaian milik mereka,
Albert dengan masih ragu karena takut menguasai dirinya akhirnya menuruti sang Papi untuk masuk ke dalam rumah,
"Kenapa lama sekali hanya untuk masuk ke dalam rumah?"
Omel Tuan Besar,
Albert malas menjawab, baginya menjawab omelan Papi hanya sebuah kesia-siaan,
Albert kemudian menyusul Mami dan kedua saudaranya,
"Sudah Yusuf, kami menempati kamar di lantai satu saja,"
Kata Nyonya Johana pada Yusuf, membuat Yusuf pun seketika menghentikan langkahnya,
Deretan kamar di lantai satu dengan pintu-pintu besar dan tinggi tampak berjejer,
Ada sekitar enam sampai tujuh kamar di sana, sebelum kemudian di ujung koridor ada dapur lalu tempat makan dan ruang terbuka hijau yang ada pintu untuk menuju ke bagian belakang rumah yang mana di sana ada telaga alam yang selama ini dikatakan Albert terdapat perempuan setengah ular,
"Kamar ini untuk saya dan Tuan Besar, sebelah sini untuk Luna, dan di sebelahnya lagi untuk Albert, dan..."
"Aku ambil kamar di atas saja,"
Kata Maria menyerobot, sebelum Maminya menunjuk kamar untuk Maria,
"Lantai atas?"
Tanya Yusuf, wajahnya sedikit menunjukkan gelagat tak enak,
Tapi mana peduli Maria, baginya, saat ia menginginkan sesuatu, maka itu adalah mutlak,
"Kamu tidak takut Maria?"
Tanya Albert seolah mewakili yang lain,
Tapi Papi yang sepertinya justeru menyukai ide Maria, tampak mewakili Maria menjawab,
"Memangnya apa yang harus ditakutkan? Yang harus kita takuti saat ini adalah Nippon menemukan tempat persembunyian kita,"
Ujar Tuan Besar,
Albert yang mendengar jawaban Papi, tampak menghela nafas,
Nyatanya Papi memang sangat menolak percaya hal semacam itu, dan Maria adalah anak yang plek jiplek dengan Papinya,
"Bawakan tas pakaian ku ke atas Yusuf, aku akan memilih kamarku,"
Ujar Maria yang lantai berjalan santai menuju anak tangga yang untuk naik ke lantai dua,
"Ta... tapi..."
Yusuf seolah hendak mengatakan sesuatu, namun begitu melihat Nyonya Johana menggelengkan kepalanya, semacam isyarat jika Yusuf tak perlu mengatakan apapun karena tak akan berguna untuk Maria, maka Yusuf pun memutuskan untuk akhirnya diam saja,
Pemuda kampung dengan wajah tampan itupun lantas memasukkan tas-tas pakaian ke kamar-kamar yang telah diputuskan akan ditempati,
Setelah semua selesai, barulah tas milik Maria dibawakannya ke lantai dua,
"Lantai dua kenapa begitu lembab? Apa selama ini tidak ada yang pernah tinggal di sini? Kudengar, beberapa teman Papi dan keluarga mereka sering ikut menginap di sini,"
Tanya Maria begitu dilihatnya Yusuf telah menyusul dirinya,
Maria tampak berdiri di balik kaca jendela di lantai dua, menatap jalanan kampung yang terlihat sepi,
"Mereka kebanyakan lebih suka menempati kamar-kamar di lantai satu Nona,"
Jawab Yusuf,
"Jalanan di depan itu, kenapa begitu sepi? Dulu sepertinya tidak sesepi ini, banyak orang lewat menuju sawah dan beberapa kendaraan mengangkut orang untuk bekerja di perkebunan,"
Kata Maria lagi,
"Iya Nona, belakangan banyak dari mereka memilih jalan lain, sejak..."
Tampak Yusuf terdiam sejenak, seperti ragu-ragu untuk melanjutkan kalimatnya,
Namun, itu jelas membuat Maria jadi menoleh ke arahnya, dan melihat wajah Maria yang jelita, tentu menjadikan Yusuf salah tingkah karenanya,
"Ngg... It... Itu karena..."
Yusuf pun tergagap, dan dalam kondisi demikian Maria malah berjalan mendekat,
"Apa?"
Tanya Maria,
"Ngg... itu Non, sil... sil..."
"Silat?"
Tanya Maria,
Yusuf menggeleng,
"Sil... siluman ular,"
Kata Yusuf akhirnya, Maria mengerutkan keningnya,
"Siluman ular?"
Maria bergumam,
Tampak Yusuf mengangguk,
"Ada warga kampung mati saat memancing di telaga, kata temannya, dia ditarik siluman ular penunggu telaga,"
Tutur Yusuf,
"Hah? Ada yang seperti itu? Siluman ular membuat manusia mati?"
Maria terheran-heran, namun di saat yang bersamaan, Maria juga jadi ingat cerita Albert tentang perempuan dengan tubuh ular besar di sekitar danau,
"Kapan kejadiannya?"
Tanya Maria,
"Baru-baru ini saja Nona, itu sebabnya mereka sekarang memilih jalan lain meskipun harus sedikit memutar dan lebih jauh,"
Kata Yusuf,
Maria tampak menganggukkan kepalanya tanda mengerti,
Ia sudah tidak heran dengan kebiasaan orang-orang pribumi, yang memang sangat mudah ketakutan dengan hal-hal semacam itu,
Ah tidak, bukan hanya orang pribumi, karena Albert, adiknya pun juga sama saja,
Yusuf kemudian diminta oleh Maria memasukkan tas pakaiannya ke dalam kamar yang paling dekat dengan tangga,
Setelah memasukkan tas pakaian Maria, tampak Yusuf pun pamit untuk turun karena harus menyiapkan teh untuk Tuan Besar dan Nyonya Johana,
"Nona ingin dibuatkan teh juga?"
Tanya Yusuf sebelum benar-benar pergi,
Maria mengangguk,
"Ya, buatkan satu untukku,"
Kata Maria, tampak Yusuf mengangguk mengiyakan,
Yusuf lantas berjalan turun ke lantai satu lagi, di sana tampak sang Tuan Besar sedang menghubungi teman-temannya di Batavia,
Tentu saja, ia sangat khawatir dengan kondisi Hindia Belanda sekarang,
Setalah sebelumnya habis-habisan kalah dari Jerman, kini mereka yang berada di tanah Nusantara pun mulai diserang oleh Jepang pula,
Kabar jika Tarakan hingga Palembang telah dikuasai juga sudah ia dengar, termasuk juga pertempuran laut yang dimenangkan para tentara dari Negeri Sakura hingga mereka kini mampu mendarat di pulau Jawa,
Jika prediksi si Tuan Besar tidak meleset, dalam sekejap saja, Hindia Belanda tampaknya akan segera dipaksa menyerah dan kemudian berakhir di bumi ini, yang otomatis, dengan begitu mereka harus hengkang pulang ke negara asal mereka, itupun jika Jepang tak lantas membumi hanguskan mereka seluruhnya,
Yusuf berjalan menuju ke dapur, meskipun ia hanyalah pemuda kampung, tapi ia tahu tentang kabar datangnya para tentara saudara tua yang akan memerdekakan warga pribumi,
Ya, merdeka, cita-cita semua bangsa untuk bisa hidup bebas tanpa jajahan bangsa lain,
"Johanaa... Johanaaa..."
Terdengar kemudian suara Tuan Besar memanggil sang isteri,
"Ada apa Pap? Kenapa teriak-teriak?"
Tanya Nyonya Johana yang baru saja keluar untuk mengambil barang yang tertinggal di mobil,
"Keadaan sepertinya sudah sangat genting, lebih baik biarkan tas pakaian tidak usah dibongkar, empat hari lagi, kita akan ikut keluarga Dursley kembali ke Belanda,"
Kata Tuan Besar pada sang isteri.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Putrii Marfuah
sepupu Harry Potter
2023-02-24
1
🎎 Lestari Handayani 🌹
baru sampai udah mau pindah aja
2023-02-23
0
Irma Tjondroharto
ngeri ya hidup jaman perang2, jajah menjajah... syukurlah hidup di jaman sekarang
2023-02-23
0