"Jangan bilang aku di khianati oleh mereka semua?" batin Dewi, ia menatap kosong di depannya.
"Nona, ayo di makan, nanti keburu dingin," ucap Bibi.
"Eh iya," jawab Dewi tersadarkan dan ia kembali melahap makanannya.
Anita dengan pakaian yang sudah rapi, sepertinya ia ingin keluar, tapi ia memakai masker.
"Hey kau! Kenapa kau ada di dapur?" tanya Anita kaget melihat Dewi yang sedang duduk santai di meja makan.
"Kenapa memangnya? Aku punya kaki untuk pergi kemanapun aku mau, tapi sepertinya kau ingin keluar ya? Kenapa memakai masker, takut jika wajahmu yang tembam itu di lihat oleh teman-teman mu, atau takut di lihat oleh orang yang kau sukai?" tanya Dewi terkekeh.
"Sialan! Ini semua gara-gara kamu! Kau yang sudah membuat aku seperti ini!" teriak Anita marah dengan wajah merah padam.
"Hm … benarkah? Bukannya kau sendiri yang menamparnya?" tanya Dewi tersenyum dengan menopang dagunya di tangan kirinya.
"Kau benar-benar menyebalkan!" teriak Anita yang terpaksa pergi dari mata ia mati kejang-kejang melihat Dewi.
"Hey tunggu! Bukannya kau ke dapur ingin makan, kenapa malah pergi!" panggil Dewi menyengir.
"Tidak usah! Melihat wajah mu saja aku sudah kenyang," jawab Anita kesal dan berlari keluar dari rumahnya.
"He-he-he kalau begitu sering-sering lah melihat wajahku, mungkin kau tidak perlu makan nasi lagi," ucap Dewi tertawa.
Bibi juga ikut tersenyum, ini adalah hal baru bagi Bibi, karena biasanya Dewi adalah anak yang penurut patuh dan selalu mengikuti perintah Anita, ia bahkan menjadi pembantu Anita saat Surya tidak ada di rumah. Dewi selalu di bentak-bentak oleh Lena dan Anita, hanya saja, Bibi tidak berani untuk mengadu pada Surya karena di tekan oleh Lena. Ia terpaksa harus bungkam dan mengasihi dari jauh.
"Nona, Bibi tidak menyangka ternyata Nona sudah menjadi pemberani, syukurlah jika Nona seperti ini. Maafkan bibi selama ini tidak bisa bantu Nona," ucap Bibi tersenyum senang.
"Bibi tenang saja, aku tidak akan mudah di tindas lagi," ucap Dewi menghabiskan makanannya.
"Btw makanan yang di masak bibi enak banget, aku ke kamar dulu ya," ucap Dewi.
"Iya Nona," angguk Bibi mengambil piring kotor dan meletakkan di tempat wastafelnya.
Dewi masuk ke dalam kamar dan ia segera mandi, karena sebentar lagi malam akan tiba, ia akan pergi ke tempat Zeiro untuk mempersiapkan segalanya untuk berangkat ke kompetisi internasional itu.
Dewi membasahi seluruh tubuhnya dengan air hangat. Ia mengikat kembali apa yang di ucapkan bibi tentang mimpi dan pengkhianat itu.
"Apa maksudnya? Apa itu hanya bunga tidur ya benar! Itu hanya bunga tidur, aku tidak boleh berpikir yang tidak-tidak! tidak boleh! Karena meraka adalah keluargaku," ucap Dewi menggeleng kepala dengan kuat hingga kepala membentur dinding tembok dan malah tembok itu sedikit retak.
"Eh! Apa aku terlalu kuat membenturnya?" tanya Dewi memegang kepalanya.
Ia cepat-cepat mandi, rasnya sudah tak sabar ingin pergi ke negara asalnya dan ingin bertemu dengan mereka meskipun hanya dari kejauhan, karena dirinya bukan lagi dirinya, wajahnya bukan lagi wajahnya dan pemilik tubuh ini bukan lagi tubuhnya.
Dewi membuka lemari dan mencari pakaian yang cocok dengannya saat ini.
"Untung saja ada baju olah raga, setidaknya ini sepasang dengan celana," ucap Dewi mengambil pakaian itu dan mengenakannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
Asih Ningsih
iya namanya aja kekuatan siper arwah dewi pembunuh yg dahsyat.
2024-06-05
1
Asih Ningsih
🤣🤣🤣🤣
2024-06-05
0
Diajeng Ayu
ragu kalo dia Dewi pembunuh soalnya terlalu naif, biasanya orang kaya gak mudah percaya sama siapa pun termasuk keluarga sendiri. heran kenapa Dia bisa jadi pembunuh internasional klo dia aja masih bisa dibodohi aneh
2024-04-14
1