Bab15

"Untuk apa kau anyam rindu, bila hatimu bercabang dusta. Riak itu, sekecil apapun bisa berubah jadi gulungan ombak, menghempasmu ke tepian tak berbatas."

"Drrrtttt....!" dering panjang ponselku yang kuletakkan di atas kulkas, menghentikan kegiatanku mencuci piring.

Aku melap kedua tanganku, lalu meraih ponsel dan melihat siapa yang meneleponku. Ternyata Sofi. Aku mengernyitkan keningku. Teringat terakhir kali Sofi menghubungi, dengan cerita di mall itu. Membuatku sejenak ragu, untuk menerima panggilan itu.

Namun, rasa penasaranku melebihi keraguanku. Segera kutelepon balik, karena panggilan itu telah berakhir.

"Halo!" sahutan di seberang tak menunggu lama.

"Halo, Sofi, ada apa nih," tanyaku to the point.

"Halo, Reny. Kemarin aku melihat, Bram, lagi di pusat perbelanjaan. Lagi-lagi minus kamu," keluh Sofi setengah kesal.

"Iya, anak-anak pergi, sama papanya. Aku kebetulan di rumah mertua. Kenapa, ya?" aku juga rada heran, bisa-bisanya Sofi ketemu terus dengan, Bram, saat di luar rumah.

"Gak kenapa-napa sih. Tadinya aku suprise banget, karena mau ketemu kamu. Tapi....," Sofi menggantung ucapannya. Sepertinya dia ragu mau bercerita.

"Tumben kamu ketemu terus sama, Bram. Kenapa gak di samperin sekalian."

"Aku juga merasa aneh. Yang namanya kebetulan, yah, gitulah."

"Devan sama Mitha 'kan ikut, kok mereka gak ada cerita kalo ketemu kamu."

"Jelaslah gak cerita, mana kenal mereka sama aku. Saat kalian pindah, mereka masih kecil. Lagi aku melihat dari jauh kok."

"Oh, iya. Aku lupa." kekehku tanpa sadar. "Jadi untuk itu saja kamu meneleponku, Fi. Aku heran aja, bisa-bisanya kamu ketemu, Bram. Apa gak kejauhan tuh, mainmu. Kenapa gak sekalian aja mampir ke rumahku," ucapku.

"Aku lagi mengunjungi kakak yang lagi sakit, Ren. Pengen juga main sih, tapi belum sempat."

"Daerah mana?" tanyaku. Siapa tau dekat biar aku datang sekalian mengunjunginya.

"Selatan, Ren. Lumayan jauh dari tempat kamu." lalu ia menyebut lokasi tempat tinggal kakaknya. Menurutku juga terlalu jauh, memakan waktu 1jam pergi ke sana.

"Trus, kamu kok bisa ketemu, Bram?" tanyaku heran.

"Kami tidak ketemu, lo Ren. Cuma aku yang melihatnya. Kebetulan kami juga belanja di sana. Sama kayak yang kemarin itu. Oh, ya, Ren, gimana soal kakak ipar kamu itu. Sudah kamu selidiki, belum?"

"Iya, aku menemukan struk pembelian di kantong, Bram," ucapku.

"Trus, kamu udah tanya, kenapa sampai suami kamu membelikan kakak ipar kamu, skin care itu?"

"Belum."

"Lho, kok kamu diam sih. Kenapa gak kamu todong, Bram, dengan struk belanjaan itu."

"Entahlah, Fi. Aku ingin bukti lebih dari itu. Bram, bisa saja berkelit, kalau dia hanya membayarkan saja. Secara dia pria dewasa satu- satunya saat itu." sahutku gamang.

"Bagaimana dengan foto ini, Ren. Masih kurang bukti jugakah?" lanjut Sofi.

"Maksud kamu apa, Fi?" Sofi mengirimkan padaku foto baru. Bram, duduk dengan seorang wanita di sebuah cafe. Aku kenal tempat itu. Bram pernah dulu, sekali mengajak kami kesana saat anak-anak masih kecil

Jantungku rasanya berhenti berdetak, wanita itu tak asing bagiku. Dia adalah kakak iparku. Jadi, saat Bram membawa anak-anak pergi, Sarah dan anaknya juga ikut.

Aku teringat kejadian di rumah mertua, saat ibu mertua mengusir Sarah. Karena aku memergokinya hendak membubuhi garam ke masakan yang telah kumasak. Jadi, setelah dia di usir ibu, Sarah, malah pergi dengan suamiku. Entah siapa yang mengajak duluan, tapi aku merasakan sakit yabg tak terkira atas perlakuan Sarah.

Ada beberapa foto yang dikirim, Sofi, ke aplikasi Wa. Kebersamaan Bram dan Sarah saat duduk berdua di cafe. Lalu bersama anak-anak. Trus saat di counter HP. Sofi seperti seorang detektif saja mengambil bukti foto yang begitu akurat. Serta luput dari kecurigaan, Bram. Padahal mengambilnya cukup dekat.

"Bram tak menyadari, kalau aku mengikutinya hingga ke counter HP. Yang membuatku kesal, Bram, membeli dua HP dengan selisih harga yang sangat jauh berbeda dan itu untuk kakak ipar kamu. Aku heran, Ren, masak kamu gak curiga sama suami kamu kalau dia punya selingkuhan.

Maaf, jika aku ngomong blak- blakan gini. Kamu yang digituin, aku yang meradang, Ren," kudengar suara Sofi yang menahan emosi. Sementara aku juga sibuk meredakan gejolak jantungku.

Kupikir, selama ini kecurigaanku tidakk beralasan. Mengingat Sarah yang tinggal dekat ibu mertua. Apa ibu mertua tak.merasa curiga? Atau tidak mencium penghianatan anaknya? Atau memang ibu mertua membiarkan saja hal itu terjadi? Tidakkah itu keterlaluan, ibu mertua membiarkan saja di depan matanya, anak dan menantunya selingkuh.

Mengingat kedekatan mereka, aku meragukan ibu tak mencium aroma perselingkuhan itu. Ataukah Bram dan Sarah terlalu pintar menyembunyikan hubungan mereka, sehingga luput dari kecurigaan ibu mertua?

Ah, aku benar- benar lengah. Terlalu lambat untuk bergerak. Kalau saja bukan karena laporan, Sofi, mana aku tau kejadian yang sesungguhnya.

Selama ini aku curiga, Bram, telah mendua hati. Tapi tidak ada pikiranku kalau kakak iparlah pelakornya. Walaupun aku pernah merasa kedekatan mereka terlalu berlebihan, tapi semua kecurigaan itu, kutebas dari pikiranku.

"Halo....Ren, kamu masih di sana'kan?" kudengar ucapan Sofi yang mengkhawatirkan aku.

"Terima kasih ya, Fi. Kali ini aku benar-benar kecolongan. Aku sama sekali tak menduga ini akan terjadi pada keluargaku. Apalagi Sarah adalah kakak iparku. Aku juga sudah lama curiga, tapi aku sama sekali tak menduga mereka berdua menghianatiku seperti ini."

"Kamu yang kuat dan sabar ya, Ren. Aku juga sebenarnya berat melakukan ini. Tapi kamu adalah sahabatku, aku juga tak bisa memdiamkan masalah ini. Maafkan aku, Ren."

"Kamu gak salah apa- apa, Fi. Aku sangat berterima kasih padamu. Akhirnya aku tahu kenapa, Bram, berubah setelah kami tinggal di sini."

"Maksud kamu, Ren?" aku akhirnya menuturkan semua kejadian sejak kami tinggal di daerah ibu mertua. Ketakpedulian, Bram, pada kami. Uang belanja yang disunat setipa bulan. Juga, Bram, yang lebih sering menghabiskan waktunya di rumah ibu mertua. Penghinaan keluarga suami padaku, terutama ibu mertua dan kakak ipar, Sarah.

Sofi, benar-benar geram mendengar ceritaku, dan sempat memaki kebodohanku yang mau saja diperlakukan seperti itu. Dia tak menyangka kalau kepindahan kami telah membawa sengsara hidupku.

"Reny, kalau kamu butuh apa-apa, jangan segan menghubungiku. Kamu harus tahu, aku mendukung sepenuhnya sikap kamu, apa yang terbaik bagi kamu. Kalau saran aku, tinggalkan saja lelaki seperti itu. Kamu masih muda. Kamu harus selamatkan masa depan anak-anakmu. Kamu berhak untuk bahagia. Tapi, jika kamu akan berpisah pastikan tanganmu tidak kosong. Kamu harus ambil apa yang bisa kamu ambil," ucap Sofi menggebu-gebu. Aku tak menduga segamblang itu dia mengajukan agar aku mengambil sikap.

Tapi apa yang dia sarankan ada benarnya juga. Seperti yang pernah aku pikirkan dulu. Bila rumah tanggaku pada akhirnya akan hancur nanti. Aku tidak pergi dengan tangan kosong. Aku akan memberi hal setimpal atas penghianatan mereka.

Setidaknya tidak semudah itu mereka menyingkirkan aku. Berbekal beberapa foto dan bukti lainnya akan kubuka borok yang disembunyikan suamiku. Mulai hari ini aku akan mengumpulkan bukti-bukti lain atas penghianatan suamiku dan Sarah.***

Terpopuler

Comments

Shinta Dewiana

Shinta Dewiana

namanya juga bangkai lama2 juga kejium juga baunya

2024-03-08

0

Kustriana Handayani

Kustriana Handayani

lanjuuuttttt... smoga kebongkar...

2023-07-12

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!