Pernikahan Kontrak
Pak Doyok selalu guru kesiswaan hanya mampu menghela nafas saat gadis sengak di depan nya sibuk menghitung cicak dengan jari yang berada di lubang hidung. Tiga puluh menit lebih wali kelas nya memberikan teguran, namun gadis itu nampak biasa saja membuat Pak Doyok menggebrak meja dengan keras.
"Auvarata, dengarkan wali mu berbicara!"
"Auvaretta," ralatnya tanpa melirik sedikit pun lawan bicara nya.
"Kamu..." Bu Enzel kehabisan kata-kata, beliau memijit pangkal hidungnya yang terasa pening kemudian memusatkan pandangan nya pada buku bersampul merah dari osis.
"Terlibat aksi tawuran dan menggunakan fasilitas sekolah untuk mengunduh video dewasa?"
Varetta berdecak. "Saya sekolah juga bayar, fasilitas itu ibarat saya sewa. Bebas dong, mau di buat apa?"
"Tapi tidak digunakan untuk hal seperti itu, Retta. Perilaku kamu sudah melanggar peraturan dan kamu patut di hukum, beberapa kali Pak Doyok sudah menegur kamu tapi apa hasil nya?"
"Peraturan ada untuk di langgar, udah gitu aja repot. Tinggal ngasih saya hukuman apa susahnya, sih?"
"Varata!" bentak Doyok membuat Varetta menggelengkan kepala.
"Retta aja, lah, Pak. Capek saya, punya nama bagus malah diganti-ganti mulu kek tukang cilok."
Bu Enzel menutup buku pelanggaran dengan pasrah. "Kamu saya pulangkan selama satu minggu!"
Kedua sudut bibir Varetta tertarik hingga membentuk lengkungan manis, ini adalah hukuman yang ia tunggu-tunggu sejak tadi. Usaha nya untuk membuat emosi wali kelas nya membuahkan hasil, ia muak berada di sekolah ini dan ingin sesegera mungkin lulus.
Sekolah ini terlalu banyak peraturan dan Varetta benci itu. Melanggar beberapa peraturan hingga terlibat aksi tawuran ia lakukan demi di keluarkan dari sekolah, namun karena kuasa uang Mama nya lagi-lagi semua usaha nya gagal.
"Sebelumnya maaf jika saya kurang sopan, Bu Enzel. Saya selaku guru kesiswaan sepertinya kurang setuju jika hukuman Varetta skorsing selama seminggu," ujar Doyok membuat senyum di bibir Varetta mendadak hilang.
"Maksudnya?"
Doyok tersenyum mengejek. "Saya pikir ibu sudah paham maksud saya."
"Loh, ya nggak bisa gitu dong, Pak!" Varetta berdiri dari duduk nya membuat Doyok semakin melebarkan senyumnya.
"Seharusnya kamu berterimakasih kepada saya karena kamu tidak di skors dari pihak sekolah," ujarnya menyindir.
Varetta mengepalkan tangannya kesal, ia menghela nafas kasar kemudian duduk di tempat nya seperti semula. "Sa–ya menerima hukuman dengan lapang dada karena saya bertanggung jawab atas pelanggaran yang saya lakukan, bukan karena saya senang di hukum."
"Saya tidak berkata jika kamu menyukai hukuman."
Varetta tertohok, ia memejamkan mata untuk meredakan emosi yang hendak meledak. "Sialan!" maki nya membatin.
"Lalu hukuman apa yang cocok untuk Varetta, Pak?"
Doyok menoleh kemudian mengangguk sekali. "Panggilan orang tua, saya ingin orang tua kamu menemui saya sekarang juga!"
"Saya menolak!" potong Varetta cepat.
"Saya tidak menerima alasan apapun dari kamu."
"Mama saya sibuk–"
Brak!
Suara Varetta terhenti saat pintu ruang kesiswaan di buka keras dari arah luar. Terlihat wanita berumur 45 tahunan datang bersama kepala sekolah membuat raut wajah Varetta semakin datar dan tak berekspresi.
Bu Enzel yang baru sadar dari keterkejutan pun mengerjapkan kedua mata nya. "Maaf, bapak mencari siapa, ya?"
Tanpa mengindahkan pertanyaan dari guru bahasa, pria dengan status kepala sekolah itu masuk dan mendekat ke arah Varetta.
"Mama kamu sudah izin ke saya kalau ada acara keluarga, kamu boleh pulang," ujarnya ramah.
Varetta berdecih, tanpa banyak bicara ia berdiri dan menyampirkan tas nya di sebelah pundak dan pergi. Tanpa bertanya pun ia tau apa yang dilakukan Mama nya agar membuat kepala sekolah bisa memberikan izin semudah itu, apa lagi jika bukan karena uang?
"Perusahaan Mama hampir bangkrut, ngapain ngeluarin banyak uang cuma buat bikin Retta bolos?" ujar Varetta.
"Jangan banyak bicara dan ikuti Mama, jaga image kamu apalagi sampai berulah!"
"Kita mau kemana?" tanya Varetta curiga.
Zalia tak menjawab, ia masuk ke dalam mobil di ikuti Varetta. Gadis berumur 18 tahun itu terkejut saat Mama nya melempar sebuah paper bag berisi sebuah mini dress berwarna hitam.
"Untuk apa?" tanya Varetta memincingkan mata nya.
Mobil mulai berjalan menjauhi gerbang sekolah, Zalia melepas kacamata kemudian menatap jam pada pergelangan tangan nya.
"Biaya hidup membesarkan mu sampai saat ini membutuhkan uang yang tidak sedikit, kamu tau itu?"
Varetta diam, raut wajah nya datar dan menyorot lurus ke depan. Semua nya berubah sejak kematian Papa nya delapan tahun yang lalu dan Varetta benci itu.
•
Pukul 10 malam, mobil yang ditumpangi Zalia dan Varetta berhenti di depan salah satu resto mahal berlantai 5 yang ada di ujung kota. Kedua nya turun, Zalia menatap tajam Varetta yang kini bergerak tak nyaman akibat mini dress yang ia gunakan sungguh terbuka.
"Jangan tarik dress itu atau Mama akan membuang mu ke rumah nenek!" ancam Zalia ketika melihat Varetta menarik dress nya ke bawah untuk menutupi paha nya.
"Lagian ngapain pakai baju ginian, sih? Cuma makan sama temen bisnis Mama, kan?" desis Varetta.
Zalia tak menjawab, ia menarik tangan anak nya masuk. Wanita dengan dress warna senada dengan Varetta berjalan angkuh menuju lift VIP untuk sampai ke privat room.
Lift terbuka hingga menampakan satu keluarga yang kini duduk menatap kedua nya, Zalia menampilkan senyum andalannya sebelum menarik Varetta mendekat.
"Apapun yang di katakan lelaki itu, kamu harus lakukan. Paham?" bentaknya berbisik.
Varetta tidak berkomentar, ia mengikuti langkah Mama nya kemudian duduk di kursi yang masih kosong tanpa melepas tangan yang ada di dada. Sungguh rasanya ia tak nyaman karena tatapan dari pria yang ada di depan nya.
"Maaf menunggu lama, dia putriku, Varetta." Zalia memperkenalkan anak nya dengan senyuman.
Pria tua di depan Zalia pun menatap Varetta mulai dari atas hingga bawah, beberapa saat kemudian ia mengangguk. "Saya ambil dia dan besok sudah saya pastikan jika perusahaan mu kembali seperti semula."
Varetta mengernyitkan dahi, ditambah lagi melihat wajah Mama nya yang berbunga-bunga. Ia pun berdeham kemudian tersenyum paksa. "Maaf, maksudnya bagaimana ya?"
Pria tua di depan Zalia tersenyum remeh, ia mengeluarkan map tipis yang ada di balik jas dan memberikan nya kepada Varetta.
"Silahkan," ujarnya santai.
Meski ragu Varetta tetap menerima nya, ia membaca dari atas hingga bawah. Rahang nya mengeras, tangan lentik nya mencengkram map tipis berisi persetujuan kontak yang mengatakan bahwasanya ia adalah jaminan jalur kekeluargaan.
"G-gue, di jual?" lirih nya tanpa suara, namun hal itu masih dapat di lihat dengan jelas oleh lelaki di depannya.
Varetta membanting map tipis dari Deka dengan kasar, ia ingin marah, namun keadaan disini sangat tidak memungkinkan. Zalia menyenggol keras kaki nya dari bawah membuat Varetta mengambil nafas dalam.
"Tidak ada jalur lain untuk menebus kerugian yang di alami Mama saya?" tanya nya datar.
Deka menggelengkan kepala nya. "Tidak ada, masih lebih baik jika saya mengusulkan untuk menjual tubuhmu dengan cara menikah."
"Meski hanya satu tahun," tambah nya.
Melihat Varetta hendak kembali berkata, Zalia terkekeh panik sambil mencubit keras paha anak nya. "Ahahaha-ha, maafkan anak saya Pak Deka. Varetta pasti terlalu senang karena bisa menikah dengan anak anda."
"Senang?" Varetta mengepalkan kedua tangannya di bawah meja, ia menatap tajam lelaki yang sedari tadi menatapnya dalam diam dan tanpa ekspresi.
"Baik, berarti pernikahan kontrak ini di setujui?"
Zalia mengangguk membenarkan pertanyaan istri Deka. "Benar, Bu Cia. Saya harap kerja sama nya."
Cia mengangguk dan tersenyum hangat pada Varetta yang tak diindahkan gadis itu. Pikiran nya berkecamuk disaat yang lain mulai menyantap hidangan di atas meja. Pernikahan kontak? Di jual? Seharusnya ia curiga saat Mama nya mampu mengendarai mobil mahal keluaran terbaru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments