AUVA?

Eldio membuka pintu apartemen tepat pukul 1 pagi, ia tak sadar jika obrolan singkat bersama Jean ternyata memakan waktu lebih dari tiga jam. Kaki nya melangkah masuk ke dalam dengan pelan dan tak lupa menutup pintu kembali.

Lampu utama lantai satu sampai lantai dua telah padam seluruhnya membuat Eldio penasaran dan mencoba menaiki satu per satu anak tangga. Langkah tegapnya terhenti pada kamar Varetta, pintu gadis itu tidak tertutup rapat membuat Eldio lebih leluasa membuka nya.

Keadaan kamar terasa gelap dan dingin, tangan Eldio menggapai saklar lampu dan menyalakannya dengan pelan hingga keadaan kamar benar-benar terlihat.

Jantung Eldio terpompa lebih cepat, kedua matanya melotot menatap dua buah gundukan yang terlihat menonjol dari balik piyama bermotif kartun Jepang yang membuat darah Eldio berdesir panas. Di tambah lagi rambut gadis yang beberapa jam lalu telah menjadi istri sah nya itu terlihat acak-acakan yang menambah kesan sexy dimata Eldio.

"Sialan," desis Eldio geram, buru-buru ia kembali mematikan lampu dan bergegas keluar kamar sebelum akalnya benar-benar hilang.

Kedua mata nya terpejam, ia menunduk ke bawah dan menggeram frustasi saat merasakan sesuatu di bawah sana mulai terasa sesak.

"Tidak mungkin tubuh ku bereaksi hanya karena melihat gadis kecil berandal itu tertidur, arghhh!!"

•••

Suara getaran pada ponsel yang ada di atas nakas berhasil membangunkan Varetta yang kini berdecak kesal mencari ponselnya dengan mata tertutup, menggesernya ke atas kemudian menutupi telinga nya kembali dengan bantal.

"Sampai kapan kau akan terus tertidur istri kecil?"

Varetta terdiam mendengar suara berat di pagi hari nya. Tanpa mengumpulkan nyawa terlebih dahulu, ia langsung membuka bantal dan terkejut melihat keberadaan Eldio yang telah rapi dengan kemeja nya.

"Baru ingat jika sudah memiliki suami, hmm?" sindir Eldio.

Varetta mengangguk polos dengan wajah bantal, ia mengubah posisi tengkurapnya menjadi terlentang membuat Eldio memalingkan mata ke arah cermin, sialnya lagi ia masih dapat melihat tubuh istrinya melalui pantulan cermin.

"Ya terus bapak ngapain disini, emang nggak berangkat kerja? saya gak bisa pasangin dasi, soalnya setiap senin saya berangkat jam sepuluh," ujar Varetta jujur dengan suara serak khas bangun tidur.

"Siapa yang meminta kamu untuk memasangkan saya dasi?"

Varetta menguap lebar. "Terus?"

"Buatkan saya sarapan untuk kerja!" titah Eldio datar sebelum melangkah keluar dari kamar.

Varetta mengangguk paham, ia kembali merebahkan tubuhnya miring hingga beberapa detik kemudian ia melotot setelah nyawa nya terkumpul seluruhnya.

"PAK, BENTAR. SAYA GAK BISA MASAK!" teriaknya lantang.

Buru-buru Varetta berlari ke lantas dasar hingga terlihat sosok Eldio yang kini duduk di meja makan dengan sebuah piring kosong di depannya dengan tatapan tajam. Melihat itu, Varetta hanya mampu tersenyum masam. Kaki nya melangkah menuruni tangga dengan pelan sebelum sampai menuju meja makan.

"Saya gak bisa masak, Pak!" cicit Varetta pelan.

"Saya tidak peduli, buatkan saya makanan atau saya akan menghancurkan–prehhavaja!!"

"Iya-iya oke, saya buatkan makanan buat bapak tapi jangan ketawain saya!" pekik Varetta sebal sebelum melepaskan dekapan tangannya dari bibir Eldio.

"Tidak sopan!"

Varetta menulikan kedua telinga nya, sedangkan mata nya sibuk menatap seluruh isi kulkas yang membuat ia seketika meringis. Bukan karena tidak ada bahan, namun ia tak tau semua jenis bahan makanan yang ada di dalam sana.

"Cara nya masak nasi gimana, Pak?"

"Kau, astaga!"

•••

Varetta menggigit bibir bawanya dengan nyeri, kepala nya mengadah ke atas sambil meringis kecil.

"Aahh, s-sakit. Jangan di tekan, darahnya makin keluar banyak nanti!"

"Tahan sebentar, mangkanya jangan banyak bergerak kalau tidak ingin semakin perih!"

"Shhh, udah-udah saya trauma beginian lagi segala pakai disedot juga emang nggak jijik?"

"Memangnya apa yang saya sedot?"

Varetta berdecak, ia menarik pelan jari telunjuknya yang kini terbalut plester bergambar kartun Jepang favorit nya. Beberapa saat lalu, Eldio mengajari Varetta memasak yang berakhir membuat jari telunjuknya tergores pisau sedikit dalam.

"Saya nggak bisa masak," lirih Varetta, tiba-tiba saja mata nya memanas hingga bulir bening itu kembali turun membasahi pipinya yang sedikit gembul.

Eldio menghela nafas pelan, ia mengambil nasi goreng buatan Varetta yang masih ada di atas wajan dan memindahkannya menuju piring kosong dengan telaten. Tak lupa ia juga meneruskan pekerjaan Varetta yang tertunda dengan memasukkan sayur-sayuran yang telah dipotong kecil dan kocokan telur ke dalam teflon.

Beberapa saat kemudian ia membawa sepiring nasi goreng dengan telur dadar sayur sebagai lauknya ke meja makan.

"Turun dan makan, saya yang lakan mengantarkan mu ke sekolah!" titah Eldio datar.

Varetta masih sesenggukan, perlahan ia turun dari meja makan dan berpindah duduk di sebelah Eldio dengan mata sembab.

"B-boleh ***-os s-sekolah?" tanya nya tersendat kecil.

"Makan, Auva!" tekan Eldio.

Varetta tertegun, ini kali pertama nya Eldio memanggil nama nya setelah menjadi istri dua hari satu malam, di tambah lagi panggilan yang berbeda orang lain membuatnya terdiam cukup lama.

"Auva?" gumamnya hampir tak terdengar.

"Kau ingin terlambat ke sekolah?"

Varetta tersentak, dia bingung mengapa ia lebih mudah gugup setelah tinggal satu atap dengan pria arogan seperti Eldio? Ditambah lagi saat ia melihat piring makanannya yang hanya tersedia telur dadar porsi besar tanpa nasi goreng.

"Enak?" tanya Varetta ragu.

Eldio terdiam sebentar sebelum mengangguk kecil, ia kembali memakan nasi gorengnya dengan tenang membuat Varetta penasaran dengan rasa masakan pertama nya.

"Minta dong, saya kan juga pengen ngerasain masakan pertama saya," ujar Varetta.

Eldio menggeleng. "Kamu bisa memasak lagi nanti, saya buru-buru ingin ke kantor. Nanti akan ada teman saya yang menjemput kamu kemari."

Varetta mendengus, perutnya mulai keroncongan karena mencium aroma nasi goreng yang sangat wangi. Dengan tekat yang kuat dan mental yang telah terlatih, Varetta memasukkan sesendok nasi goreng yang ia curi dari piring Eldio dengan cepat. Sedetik kemudian ia melotot kaget hingga terbatuk setelah nasi itu menyentuh lidahnya.

"Aswin bangwett, uhukk!"

Eldio hanya menatap santai Varetta yang kini panik mengambil air minum, kedua alisnya terangkat bingung saat melihat istri kecilnya mengambil sisa nasi goreng yang ia makan.

"Makanan asin kek gini ngapain masih dimakan sih? kalau lidahnya mati rasa gimana?! kalau darah nya naik gimana?!" sembur Varetta kesal yang hanya dibalas Eldio dengan sebelah alis terangkat.

"Khawatir?"

"Ya Tuhan!"

Varetta tersenyum masam sembari mengelus dada sebelum mengganti piring Eldio dengan sepiring telur dadar yang belum ia sentuh sama sekali.

"Untuk apa? Kembalikan nasi goreng itu, kamu pikir membeli beras tidak menggunakan uang? Mubadzir!"

"Bapak pelit atau gimana?" Varetta benar-benar tidak bisa berfikir. "Mubadzir lihat-lihat kondisinya, Pak. Kalau nggak bisa dimakan dan membahayakan kesehatan mending mubadzir dulu gapapa."

"Tapi istri saya sudah berjuang membuat masakan itu untuk saya."

"KALAU DIBILANG NGGAK BOLEH YA–hah?" Nafas Varetta tersangkut di tenggorokan mendengar jawaban terakhir Eldio, kedua mata nya melotot tajam ke arah pria bersetelan jas rapi yang kini melangkah kan kaki menuju pintu.

"Seperti nya lidah saya benar-benar mati rasa karena memakan masakan kamu yang sedikit abnormal."

Hilang sudah rasa baper Varetta karena Eldio yang kini berjalan cepat meninggalkan apartemen.

"WELL, JANGAN SURUH SAYA MASAK LAGI!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!