SEBUAH NEGOISASI?

Varetta menatap gedung pencakar langit di depannya dengan ragu. Semalaman ia tidak bisa tidur karena memikirkan masalah pernikahan kontrak yang dibicarakan saat makan malam, semalaman juga ia berkutat di depan laptop hanya karena mencari nama lengkap sekaligus nama perusahaan calon suaminya nanti, dan disini lah Varetta berada, di depan perusahaan megah yang terlihat mencekam dimatanya.

"Serem amat, ya Tuhan!" Varetta tersenyum kecut, beberapa saat kemudian ia menarik nafas panjang dan berdecak. "Segala pakai lupa nama nya lagi, nyusahin banget."

Lima menit lama nya ia mengotak-atik ponsel namun tidak menemukan data yang ia cari, padahal sebelum berangkat kemari ia masih menyempatkan untuk mengecek bawaannya terlebih dahulu.

"Kok nggak ada sih? yakin nih gue pasti itu orang pakai jasa jin biar privasinya aman."

"Bodoamat, lah. Urusan malu karena di usir bisa pikir belakangan," tambahnya mantap.

Langkah Varetta yang terlihat kaku mulai berhenti di depan meja resepsionis, tangannya sedikit gemetaran membuatnya berdecak, padahal menghadapi musuh saat tawuran tak membuat tubuhnya gemetar seperti sekarang.

"A-anu, permisi mbak."

Wanita dengan nama dada Farida itu memindai penampilan Varetta dari atas sampai bawah sebelum mengangguk. "Iya, ada yang bisa saya bantu?"

"I-itu, aanu.. bisa ketemu dengan bapak Malio? Ada?" tanya Varetta ragu pada akhir kalimat.

"Malio?"

"Eh?" Varetta tersentak. "Galio maksud saya, maaf typo lidah."

"Pak Galio tukang kebun?"

"Kok tukang kebun?" heran Varetta.

Farida ikut heran. "Mohon maaf, kakak nya nyari siapa ya? Disini yang nama nya Galio hanya tukang kebun yang usia nya 58 tahun," jelas Farida dengan mata memincing.

"Lah kok ngamok?"

Farida menghela nafas sabar, ia hendak menjawab Varetta namun suara dering telepon membuat nya mengurungkan niat.

Tanpa banyak bicara, Farida mengangkat gagang telepon dan menempelkannya sebatas telinga. Nafas nya tercekat, beberapa detik kemudian ia menoleh ke atas dan mengusap wajah pucat saat menyadari sesuatu.

"Baik Pak, maaf atas tindakan saya yang kurang sopan."

"Iya, Pak. Baik!"

Kedua mata Varetta memincing curiga saat Farida memberikannya sebuah kartu hitam dengan warna emas pada setiap hurufnya setelah menerima telepon.

"Apa nih?" tanya nya julid.

"Ini kartu tamu untuk menemui Pak Eldio di lantai 30, maaf atas tindakan saya yang kurang sopan dan membuat nyonya menunggu lama," ujar Farida lembut, nada bicara nya pun berubah sopan di sertai sebuah senyuman yang lebar.

Tanpa mendengar celotehan Farida, Varetta menjentikkan jari senang. "Nah, Eldio Agradipta. Eh, kok tau kalau saya mau ketemu Pak Galio?"

"Pak Eldio," ralat Farida tersenyum kecut.

"Iya itu pokok nya, typo lidah dikit elah. Btw makasih mbak, semangat kerja nya!"

Tanpa melirik Farida yang tersenyum masam, Varetta melangkah kan kaki menuju lift dan menekan angka 30 dengan pelan, raut wajah tengil yang barusan ia tampilkan langsung berubah datar 180°.

Pintu lift terbuka, wajah Varetta kembali berubah tengil sambil berjalan tenang menyusuri lantai 30 tanpa menghiraukan tatapan aneh dari beberapa pegawai yang ada luar ruangan, dengan sengaja ia menjulurkan lidah ke arah mereka sambil memamerkan kartu yang ia punya.

"Gue punya ini wleee, kalian nggak punya kan?"

"Tamu aneh mana lagi yang diterima Farida pagi ini?" komentar salah satu pegawai dengan berbisik, Varetta justru terkekeh kecil sambil melengos pergi.

"Susah amat nyari nya, udah kek nyari dukun beranak aja," gumam Varetta sedikit jengkel, kedua netra nya tak sengaja menatap pada ruang terakhir yang terlihat mencolok dari ruangan lain. Sebuah ruangan yang terlihat kedap suara dan kokoh, ia mengamati pintu di depannya sambil meringis, ia yakin jika benda itu tidak akan terbuka dengan memencet bel saja.

Varetta berdecak. "Gini, nih, kalau kecilnya suka nyemilin micin. Otak nya ketinggalan di bungkus sachet."

"Untuk apa kamu kemari?"

Tubuh Varetta mematung, dengan gerakan lambat ia membalikan badan dan tertegun melihat pria tampan yang kini menatap nya dingin, setelan jas berwarna hitam tak lupa dasi nya membuat kesan yang sangat berbeda dari yang Varetta lihat tadi malam. Lelaki itu seperti dua orang yang berbeda.

Tanpa menunggu Varetta bicara, pria itu mengambil kartu hitam di tangan Varetta dan memasukkan nya pada tempat yang di sediakan. Pintu terbuka, Varetta yang masih terbengong pun kembali sadar saat Eldio melewati nya begitu saja.

"Saya mau bicara sama bapak!" pekik Varetta kesal, emosi nya kembali mengebu melihat wajah lempeng Eldio.

"Pak!!" teriak Varetta geram.

Eldio menghela nafas berat. "Saya bukan bapak kamu."

Kedua mata Varetta memincing. "Kok bapak beda sama yang kemarin?" tanya nya heran.

"Beda?"

Varetta mengangguk, lelaki yang duduk di depannya saat makan malam tidak terlihat seperti lelaki yang sekarang. Bahkan tadi malam, sempat-sempatnya Varetta merencanakan ide gila untuk mempermalukan Eldio.

Menggelengkan kepala sadar, Varetta kembali ke topik utama. "Saya gak suka basa-basi, tujuan saya kesini cuma mau nanya sama bapak tentang perjanjian ini, apa bapak setuju?" tanya nya membuat Eldio menaikan alis bingung.

"Terpaksa," jawab Eldio pada akhirnya.

"Bingooo." Varetta tersenyum sumringah sambil menjentikkan jari. "Saya disini ingin memberikan penawaran menarik."

"Maksud kamu?"

"Bagaimana jika saya ingin membatalkan pernikahan kontrak kita?"

"Sebagai gantinya, saya rela menjadi orang suruhan bapak seumur hidup," tambah Varetta cepat saat melihat Eldio yang nampak tidak terima.

"Gak ada untungnya punya orang suruhan seperti kamu, tubuh hanya tinggal tulang dengan kulit memangnya bisa bertarung?"

"Bisa sih, kalau di ranjang."

"Maksud saya, bisa kalau kerja bersihin ranjang bapak, ngepel, nyapu, ngasih makan ikan, nakutin kucing garong juga bisa," ralat Varetta cepat setelah melihat pelototan tajam dari Eldio. "Serem amad," batinnya meringis.

Eldio hanya bisa tertawa remeh, ia membanting sebuah map di atas meja dengan kedua alis tertaut tajam. Tangannya bergerak melepas jas yang ia pakai dan menggulung lengan kemeja nya karena merasa gerah. Varetta yang melihat itu pun terkikik dalam hati, ia menatap tangan kekar Eldio dengan otak yang nakal.

"Keknya nikah sama ini om-om juga kagak rugi, huahahaha!" batinnya tertawa jahat.

"Emang apa sih tujuannya jual saya ke bapak? Badan saya juga udah mirip cacing Jepang, emang harga nya mahal?" tanya Varetta heran.

"Menikah atau tidak menikahi kamu sebenarnya sama-sama tidak mempengaruhi perusahaan saya, itu yang membuat saya heran dengan pemikiran Mama saya!" ujar Eldio pedas.

"Bisa kamu lihat jika perusahaan saya ikut terkena imbas dari perusahaan Mama kamu. Perjanjian di atas kertas yang dibuat tetap merugikan perusahaan saya. Satu cabang utama di luar negeri harus rela saya tarik demi menyelamatkan perusahaan Mama kamu," terang Eldio panjang lebar, urat leher nya menonjol guna menahan emosi.

Lamunan indah Varetta buyar, ia menahan nafas kemudian menatap Eldio bingung. "Kalau tau kalian tetap rugi, mengapa harus tetap menggunakan jalur pernikahan kontrak?"

Rahang Eldio mengeras, ia memalingkan wajahnya ke kanan hingga menatap padat nya kota dari atas gedung. Beberapa kali ia mengatur nafas panjang agar emosi nya mereda.

"Saya tidak bisa memberikan alasan itu kepada kamu, yang jelas, saya juga terpaksa."

Hening, Varetta atau pun Eldio sama-sama memilih larut dalam pikiran masing-masing. Varetta pun menghela nafas berat, memberanikan diri untuk menemui Eldio secara langsung nyata nya tak mendapatkan hasil apapun. Ditambah lelaki itu sebenarnya tidak terlibat pada pernikahan kontrak yang di setujui.

"Bagaimana kalau saya kabur?" Eldio menatap tajam Varetta membuat gadis itu nyengir. "Bercanda, Pak."

Eldio mengusap wajah nya frustasi, beberapa saat kemudian ia menatap kalender dengan raut wajah tak terbaca.

"Cukup sampai tunangan saya kembali ke Indonesia? Jika bulan depan ia telah kembali, kontrak kita selesai," ujarnya tiba-tiba membuat Varetta menoleh.

"Apa yang terjadi pada saya setelah itu?"

"Saya akan melepaskan kamu setelah dia kembali ke Indonesia, kandidat kamu sebagai istri sah akan digantikan Ayara."

"Terus saya jadi janda di usia muda, gitu?" Varetta terkekeh sumbang. "Nggak adil!"

"Memang, jika kamu ingat jika uang yang saya keluarkan untuk perusahaan keluarga mu tidak sedikit, adil?"

Varetta mengepalkan kedua tangan nya kuat, bagaimana pun kondisi nya, ini adalah konsekuensi yang harus ia tanggung. Pernikahan kontrak selama satu tahun yang di ubah hanya sampai tunangan Eldio kembali, tetap saja membuat status nya berubah. Namun harusnya ia bersyukur, karena negoisasi ini ia bisa lepas dari Eldio lebih cepat.

"Saya tidak akan menyentuhmu selama masa kontrak berlaku, kamu bisa pegang janji saya."

Suara berat yang terkesan dingin itu menjawab seluruh kegelisahan Varetta. Perlahan wajahnya mendongak, menatap raut wajah datar yang kini juga menatap nya tanpa ekspresi.

"Apa yang bisa menjamin itu semua untuk saya?"

"Saya tidak berminat dengan tubuhmu, saya hanya ingin bekerjasama dengan kamu sampai tunangan saya kembali, itu saja."

"Namun..." Eldio menggantung kalimat nya, ia menatap Varetta tajam sambil bersandar pada kursi kebesarannya. "Saya tetap memberikan mu beberapa peraturan yang harus kamu patuhi, baik itu di rumah maupun di luar rumah."

Varetta diam membuat Eldio menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Kamu bisa menolak jika keberatan dengan syarat yang saya berikan, namun kamu juga harus ingat jika perusahaan Mama kamu ada pada tangan saya–"

"Saya setuju," potong Varetta mantap membuat sudut bibir Eldio tertarik sinis.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!