We Are Family (Sibling'S)
"Ayah, kalian mau kemana ?" tanya seorang gadis kecil.
"Ayah mau ke perusahaan sebentar"
"Sama bunda juga" lanjutnya.
"Apa akan lama?" tanyanya lagi.
"Tidak sayang, kami tidak akan lama. Hanya sebentar. Nanti sore kita pulang" jawab sang bunda.
"Tapi perasaan Kana gak enak bun, takut kalian kenapa-kenapa" ucapnya hampir seperti orang menangis.
"Aku juga bun, perasaanku sama gak enaknya kayak Kana" ujar tiba-tiba seorang anak laki-laki.
"Tidak apa-apa, kami akan hati-hati" kata mereka.
"Janji!"
"Iya, janji" ucap mereka bersama.
"Sekarang bermainlah dengan saudara kalian yang lain" suruh bunda.
Setelahnya, mereka segera berangkat dengan sopir pribadi. Saat sudah sampai, mereka langsung menyelesaikan hal yang diperlukan dan langsung pulang.
Namun diperjalanan pulang...
Hujan deras disertai gemuruh petir mengisi keheningan malam yang mencekam, double twins merasakan firasat tidak enak mengenai orang tua mereka. Para pelayan serta pengawal juga khawatir, karena sang majikan belum juga pulang hingga sekarang.
Disisi lain, sebuah mobil melaju kencang di jalanan sepi menerpa hujan deras yang disertai petir menggelegar. Seperti dikejar waktu mobil tersebut melaju dengan sangat kencang, namun rupanya mobil itu tengah mengalami masalah pada remnya, sehingga tidak bisa mengurangi kecepatan. Orang yang berada di dalam mobil pun panik bukan kepalang, namun juga bersikap tenang untuk menghadapinya.
"Panji! Tolong perlambat kecepatan mobil, ini sedang hujan deras, harus hati - hati!"
"Iya Panji! Tolong perlambat mobilnya, kami tak ingin terjadi sesuatu" ujar orang lain yang berada di mobil itu.
"Mohon maaf tuan, nyonya. Saya tidak bisa mengurangi kecepatan. Sepertinya rem mobil bermasalah" ucap si sopir Panji dengan panik.
"Bagaimana bisa?"
"Saya juga tidak tahu nyonya, tiba-tiba saja rem tidak dapat digunakan" balas Panji panik.
"Sudah! Jangan panik! Kita harus tenang" ucap orang lain yang ternyata ayah dari double twins, Arya namanya.
Arya pun menatap sang sopir "Panji! Kamu masih bisa mengatasinya kan?" tanyanya memastikan.
"Masih tuan, untuk saat ini. Tapi tidak tahu kedepannya, karena didepan ada tikungan yang tajam" ujar sopir.
"Bagus! Tolong atasi selagi bisa!" perintah Arya.
"Baik Tuan!" ucap tegas Panji.
Panji menurut, dia akan patuh kepada majikannya.
Dia yang sebelumnya merupakan pembalap mobil amatiran sudah menabrak Arya hingga mengalami luka serius, namun Arya tetap memaafkannya. Arya membantu Panji membayar ganti rugi mobil yang dikendarai, karena mobil tersebut bukan miliknya.
Panji sangat bersyukur saat itu, apalagi dia diberikan pekerjaan juga oleh Arya, walaupun hanya sebagai sopir pribadi. Panji sangat berterimakasih pada majikannya serta berjanji akan setia terhadap Arya hingga akhir hayatnya. Apapun yang diperintahkan akan ia lakukan saat itu juga.
"Bagaimana ini? Firasatku tidak enak" ucap seorang perempuan yang ternyata istrinya Arya, bundanya double twins.
"Bagaimana nasib anak-anak kalau terjadi sesuatu?" lanjutnya panik.
"Tenang bun, kita harus tetap tenang jangan panik" nasihat Arya mencoba menenangkan suasana.
"Hufff, baik ayah" ucapnya menyetujui.
"Sebaiknya kita telepon anak-anak. Mereka pasti sedang cemas" tebak Arya.
"Benar! Anak-anak! Mereka pasti sedang cemas kita tidak pulang-pulang dari tadi" ucapnya khawatir.
"Bagaimana aku bisa lupa" lanjutnya.
~Kringg~kringg~kringg~
Di salah satu bangunan mewah, telepon berdering berkali-kali menandakan bahwa ada yang menghubungi.
Kepala pelayan terburu-buru menghampiri sumber bunyi tersebut. Takut bila si penelepon merupakan orang yang ditunggu-tunggu sejak tadi.
"Halo! Dengan kediaman Batara. Ada yang bisa saya bantu" ujarnya.
"Halo! Ini saya." ucap si penelepon yang ternyata adalah Arya.
"Tuan! Anda baik-baik saja kan, Anda ada dimana? Nona muda dan tuan muda cemas menunggu Anda dan nyonya" Tanyanya dengan nada khawatir.
"Saya dan istri dalam perjalanan pulang, namun ditengah jalan rem mobil kami mengalami masalah. Mobil kami tidak bisa berhenti" jelas Arya.
"Ya Tuhan! Saya harus bagaimana tuan?" paniknya bukan main.
"Tolong kamu panggilkan anak-anak! Segera!" perintah Arya.
"Baik tuan! Mohon tunggu sebentar." ujar pelayan menyanggupi.
Kepala pelayan segera pergi untuk memanggil nona dan tuan mudanya. Dia memberitahukan bahwa orang tua mereka memanggil lewat telepon rumah.
~Tok~tok~tok~
Suara ketukan pintu terdengar di salah satu kamar yang sangat luas. Kamar tersebut merupakan kamar double twins anak sang majikan. Majikan tidak mau anak-anaknya terpisah, sehingga membuatkan kamar yang sangat luas.
"Permisi" ucap kepala pelayan.
"Ya, ada apa bi?" tanyanya.
"Maaf non, tuan memanggil lewat telepon" ucapnya.
"Benarkah!!" serunya sangat senang.
"Benar non, sebaiknya nona dan yang lain segera ke bawah. Tuan sudah menunggu" ujarnya menyegerakan.
"Baik bi" Kana kecil menurut.
Setelah 5 menit lamanya, Kana dan yang lainnya sudah sampai dibawah dengan ditemani kepala pelayan saja.
"Ayah, benar kan ini ayah? Ayah sama bunda kemana? Kenapa belum sampai di rumah? kami sungguh mencemaskan kalian" ucap mereka bergantian.
"Maafkan kami ya nak!" kata maaf keluar dari mulut ayah mereka.
"Kami masih dalam perjalanan untuk pulang."
Ditengah-tengah perbincangan, sang sopir memberitahukan, bahwa di depan ada tikungan tajam. "Mohon maaf tuan, di depan ada tikungan tajam, saya tidak yakin bisa melewatinya."
"Bagaimana ini yah?" tanya Dita istri Arya.
"Tidak ada pilihan lain, hidup atau mati hanya Tuhan yang menentukan. Kita hanya bisa menerima dan menjalaninya" ucapnya meski terbesit rasa khawatir yang amat besar di hatinya.
Double twins dan kepala pelayan yang mendengar dari telepon pun bingung akan pembicaraan tersebut. Salah satu dari mereka pun memberanikan diri untuk bertanya. "Apa maksud kalian?" tanyanya.
"Ehh!!!" kaget ketiga orang tersebut. Mereka lupa, mereka pikir tidak ada yang mendengarnya kecuali mereka.
"Emm...tidak ada apa-apa nak" jawab Arya bohong.
"Ayah jujur saja, Indra tau kalian bohong" ujarnya sedikit tegas.
Memang dari kecil, Indra sudah bisa mengartikan situasi. Apalagi sikapnya yang lebih dewasa dari anak seusianya. Dia tahu mana yang terlihat salah.
Sebenarnya tidak hanya dia yang memiliki kelebihan, saudaranya yang lain pun juga punya.
Kami memang tidak bisa membohongimu nak" helaan nafas keluar dari kedua orang tuanya.
"Nak boleh kami meminta sesuatu?" Lanjutnya.
"Boleh bunda, apapun yang kalian minta akan kami berikan." balas Yana.
"Jika kami tidak ada. Bunda mau kalian tetap saling menyayangi satu sama lain, saling menjaga satu sama lain, bunda harap kalian tetap bisa menjalani hidup dengan baik" ucap sang bunda dengan air mata yang menetes.
"Apa maksud bunda?" tanya mereka ikut menangis.
Hanya tangisan yang terdengar dari mulut bundanya.
Mereka pun juga semakin histeris, bingung dengan apa yang terjadi. Kepala pelayan pun hanya bisa menahan air mata yang sudah jatuh.
"Double twins, ayah harap kalian tetap rukun! Apapun yang terjadi setelah ini, ayah harap hati kalian kuat menghadapinya" ucap Arya yang juga menangis.
"Ayah! Bunda! Apa yang terjadi? Kenapa kalian menangis, kami juga ikut menangis. Tolong berhenti!" pinta Gane menangis tersedu-sedu.
Orang tuanya pun hanya bisa tersenyum sendu dibalik telepon.
"Bi, tolong jaga anak-anak! Ajarkan mereka apa yang benar dan apa yang salah!" perintah Arya tidak bisa dilanggar.
"Baik Tuan! saya akan menjaga nona dan tuan muda dengan baik" balas kepala pelayan yang juga ikut menangis.
Dan tak lama kemudian...
Brakkk
Duaarrrrrrrrr
"Tidakkkkkkk!!!" teriakan double twins menggema di rumah besar itu. Air mata mereka jatuh tak terkendali mendengar, jika diseberang sana ledakan besar telah terjadi. Menghanguskan orang tuanya beserta sopir pribadi.
Penghuni rumah yang lain pun terbangun mendengar teriakkan dan tangisan double twins. Mereka bingung, kepala pelayan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dan akhirnya semuanya ikut menangis. Tak rela bila orang yang sangat mereka sayangi dan baik kepada mereka pergi meninggalkan mereka.
Hari tersebut merupakan hari yang menyedihkan untuk mereka. Dari peristiwa itulah mereka diharuskan untuk bersikap lebih dewasa dari sebelumnya.
Mereka mengingat perkataan orang tua mereka disaat-saat terakhirnya. Mereka berjanji akan mengabulkan keinginan terakhir orang tua mereka.
Kepala keamanan segera menghubungi pihak polisi dan bergegas menuju lokasi ledakan untuk memastikan kondisi. Setelah mereka dan polisi sampai. Langsung saja, mereka membawa pergi jenazah dari kobaran api agar tidak terbakar terlalu banyak.
Kepala keamanan pun bertanya "maaf pak, bagaimana kondisi jenazah?"
"Kondisi jenazah sudah sedikit terbakar, ada baiknya segera dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi" ujar pak polisi.
"Baik pak, mari" ucap kepala keamanan Batara mempersilahkan.
Setelah tiba di rumah sakit terdekat, langsung saja mereka mendaftarkan jenazah tersebut agar segera dilakukan otopsi supaya, keesokan harinya bisa langsung dilakukan prosesi pemakaman.
Sementara keadaan di rumah…….
"Hiks….hiks….huaaaa" tangisan mereka histeris.
"Ayah bohong, katanya akan segera pulang"
"Tapi sampai sekarang kenapa belum pulang juga..."
ucapnya dengan mata yang merah dan bengkak.
Rupanya sudah lama sekali mereka menangis dari mulai mengangkat telepon hingga sekarang yang bila dihitung sudah ada 5 jam.
"Hiks...hiks...hikss...hik...hik" tangis mereka tersenggal-senggal.
"Bik, ayah kami kemana?" tanya Yana.
"Bunda juga kemana?" tanya Gane.
"Bibi tidak tahu den, coba bibi tanyakan ya ke pihak keamanan ya?" tawar bibi pelayan.
"Iya…hiks...huaaaaaa...aku mau ayah! Aku juga mau bunda...hiks...hiks" lanjut Kana.
"Iya, sebentar" ujarnya menenangkan.
Setelah menanyakan kabar, bibi pelayan pun shock mendengarnya. Juga bingung bagaimana caranya, untuk memberitahukan hal tersebut.
Bibi pun melihat kearah double twins yang masih menangis. Lalu ia melihat ke arah pelayan lain, dan bertanya dengan berbisik-bisik.
Pelayan lain yang diberitahu juga sama-sama shock dan bingung untuk menjelaskannya. Kepala pelayan maju untuk memberitahukan hal tersebut kepada double twins.
"Nona muda, tuan muda. Bisa minta waktunya sebentar?"
"Ada apa? Ayah dan bunda baik-baik saja kan?" tanya Indra.
"Emm, begini tuan muda. Tuan dan nyonya sudah tiada" ucapnya dengan kepala tertunduk.
Air mata pun mengalir deras di pelupuk mata double twins. Tak ada yang berani berbicara selama beberapa menit. Mereka bukan anak bodoh yang tidak mengerti arti kalimat tersebut.
"Tidakkkkk, itu tidak benar kan?" ucap double tak percaya.
"Yang bibi pelayan katakan tidak benar kan?" makin mengalir air mata mereka kala tidak kunjung mendapat jawaban yang diinginkan.
"Ayah dan bunda tidak mungkin tiada!...hiks...hiks" tegas Indra.
"Mereka sudah janji akan pulang" sahut Kana.
Mereka yang mendengar tidak mampu menjawabnya. Air mata mereka juga ikut menggenang. Berpikir bagaimana bisa anak umur 5 dan 6 tahun ditinggal pergi orang tua mereka di rumah yang sangat besar ini. Mereka pasti kesepian.
Saat kepala pelayan akan menjawab pertanyaan double twins, bunyi getaran telepon terdengar di sakunya.
~drrtt~drrtt~drrtt~
"Ya, halo! Bagaimana?"
"Baik, akan segera saya sampaikan."
"Hmm, iya terimakasih sudah memberitahu."
"Emm, maaf tuan dan nona muda. Tolong hapus air mata kalian dan segera tidur!" perintahnya.
"Karna besok adalah waktunya pemakaman tuan dan nyonya" lanjutnya.
"A..apa!" kaget mereka.
"Mereka tidak pergi kan…hiks, mereka masih ada kan?" tanyanya pelan.
"Itu pasti tidak benar!" sanggah mereka bersamaan.
Para pelayan pun segera menenangkan double twins, dan menyuruh mereka untuk segera kembali ke kamar dan tidur. Agar mereka bisa ikut prosesi pemakaman esok hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments