Melihat ekspresi kesal dari pria di hadapannya. Wanita yang berstatus sebagai model itu pun meletakkan ke dua sendoknya di atas piring.
"Ada apa, sayang?" tanya Siska penasaran.
"Aku harus pulang, Sis! Penyusup telah masuk ke rumahku. Aku harus menghentikannya." jawab Dewa mengeluarkan pecahan uang seratus ribu dari dompetnya. "Cepat, aku antar kamu pulang!" titahnya lagi.
"Tapi kita baru sampai, Wa. Bahkan, aku baru menyuapkan beberapa sendok makan. Kamu bisa minta satpam untuk mengurus ini, kan? Bisakah aku egois sedikit saja? Aku masih merindukanmu, Wa?"
"Siska, waktuku tidak banyak. Sekarang, ikut aku, atau aku tinggal di sini. Kita bisa lanjutkan makan malam ini lain waktu, sayang!" bujuk Dewa membuat Siska menghembuskan napasnya kasar.
"Baiklah. Demi kamu, aku mau pulang, tapi janji ... besok malam, kita dinner menggantikan malam ini." pinta Siska memohon.
"Okeh. Sekarang, kita pulang." jawabnya.
Siska mengulurkan tangannya ke arah Dewa. Dengan sigap, Dewa menerima uluran tangan sang kekasih dan berjalan parkiran Mall di mana mobilnya berada.
Tak membutuhkan waktu lama untuk Dewa sampai di depan rumah kekasihnya.
"Maafkan aku, aku tidak bisa mengantarkanmu sampai dalam rumah, tapi aku berjanji, aku akan mengatur dinner ini yang gagal!"
"Tidak perlu meminta maaf, kau kan orang yang sangat sibuk. Jadi, aku harus memakluminya, tapi ingat! Jika sudah sampai di rumah, kamu harus memberiku kabar, okeh?" titah Siska sembari mengedipkan kelopak matanya sebelah kanan.
Dewa mengangguk sembari mengacak-acak rambut sang kekasih.
"Okeh, kalau itu yang kamu mau, aku akan mengirim pesan setelah sampai di rumah."
"Hati-hati," jawab Siska lalu membuka pintu dan keluar dari mobil.
Dewa membunyikan klakson sebagai tanda perpisahannya.
Setelah beberapa meter mobilnya pergi dari rumah kekasihnya. Dewa langsung menancapkan gas dan meraih ponselnya.
Tut ...
Tut ....
"Argkh! Kenapa Cinta tidak mengangkat telfonku. Apa yang mereka lakukan di rumahku!" geram Dewa menambah kecepatannya lagi.
Di satu sisi. Sakti membuka pintu mobil dan mempersilahkan Cinta keluar dari mobilnya. Lagi dan lagi sikap Sakti membuat Cinta terpesona.
'Aku tidak salah dalam memilih pasangan.' batinnya. "Em, ayo, masuk, Mas. Jangan diam saja. Aku akan buatkan teh hangat untukmu!" titah Cinta setelah sadar dari lamunannya.
"Kau tinggal seorang diri?" tanya Sakti saat melihat Cinta membuka pintu rumahnya.
"Em, seperti yang kamu lihat, Mas. Aku tinggal sendiri di sini." jawabnya, "Masuk dulu, Mas. Aku buatkan teh hangat."
Sakti berjalan masuk dan menjatuhkan pantatnya di sofa, "Kamu yakin, kamu tinggal sendiri di sini, Cin?" tanya Sakti sekali lagi.
Cinta mengangguk, lalu tak sengaja melihat celana pendek sahabatnya yang tergeletak di bawah sofa.
"Hehehe ... Mas Sakti, itu ada apa, Mas?" tanya Cinta menunjuk ke langit rumahnya.
Sakti melihat arah yang ditunjukkan kekasihnya. "Aku tidak melihat apapun. Apa kamu melihat sesuatu, Cin?" tanya Sakti mengalihkan pandangannya lagi ke arah kekasihnya.
Cinta memasukkan celana pendek milik sahabatnya ke dalam kolong sofa.
'Untung Mas Sakti tidak lihat celana Dewa. Bisa patah hati kalau Mas Sakti lihat celana itu. Aku harus menegur Dewa supaya tidak membuang pakaian kotornya berserakan di lantai.' batin Cinta.
"Hei, sayang. Kamu melamun?" tanya Sakti membuyarkan lamunan Cinta.
"Aku? Aku tidak melamun, Mas. Oh, iya, aku mau buatkan kamu teh hangat. Kamu tunggu sebentar, Mas." titah Cinta berjalan menuju dapur sembari melihat seluruh ruang tamunya.
Di satu sisi. Dewa menghentikan mobilnya tak jauh dari rumahnya.
"Wah benar, pasti mereka sedang melakukan apa yang tidak seharusnya di lakukan di rumahku. Dasar wanita, mau saja di butakan oleh Cinta. Aku harus mengeceknya melalui pintu belakang!" gumam Dewa berjalan mengendap-endap ke halaman rumahnya.
Di dapur, Cinta mengambil dua cangkir dan memasukkan teh kantong yang di ambilnya ke dalam cangkir tersebut.
'Tidak ada sesuatu yang mencurigakan lagi di rumah ini, kan? Aku tidak mau, Mas Sakti melihat barang-barang milik Dewa berserakan di lantai. Tapi tunggu dulu, dia sudah membaca pesanku tapi kenapa dia tidak balas pesanku. Jangan-jangan dia mencoba melakukan hal yang seperti biasa dia lakukan?' batin Cinta membuka menyalakan kompor setelah meletakkan panci yang berisi air dingin.
Cinta membuka pintu belakang rumahnya. "Tidak ada yang mencurigakan. Mungkin saja, dia sudah sadar dan tak akan menggangguku lagi dalam menentukan pilihan." gumamnya yang dapat di dengar oleh Dewa.
Dewa melempar kerikil ke arah Cinta.
Pletak!
Pletak!
"Aw, siapa yang berani melempar kerikil di malam hari, ha!" pekiknya sembari mengusap lengannya yang sakit.
Dewa terkikik dalam hati, lalu mengambil lebih banyak kerikil di dekatnya.
Pletak!
Pletak!
"Aw ... Aw ... gila! Pasti pria itu!" geram Cinta. "Hei, keluarlah!" pekiknya lagi.
"Rasakan, memangnya enak!" lirih Dewa melempar kerikil yang berada di dalam genggaman tangannya lagi.
Pletak!
"Aw!" ringis Cinta emosi. "Hei, keluarlah, atau aku habisi kau sampai masuk rumah sakit!" ancamnya.
Dewa menyembulkan kepalanya. "Kau menantangku?" ejeknya.
"Kau gila, ya! Seluruh tubuhku sakit karena ulahmu!"
"Hahaha ..." jawab Dewa sembari berjalan menuju sahabatnya. "Aku tahu apa yang kalian lakukan di rumahku. Jadi, membuat tubuhmu sakit, akan menggagalkan rencana kalian. Seharusnya, kau bahagia mempunyai sahabat sepertiku yang sangat perhatian."
"Bahagia? Hahaha ... aku sangat bahagia," jawab Cinta lalu memukul lengan Dewa dengan sekuat tenaga. "Sakit seperti ini, kau bilang bahagia! Rasakan ini! Aku akan menghajarmu sampai tak bernyawa!" ketus Cinta.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
"Hei, tunggu dulu!" cegah Dewa menghentikan pergerakan tangan Cinta. "Cukup! Pukulanmu terlalu keras." sambungnya lagi.
"Aku tidak perduli!" pekiknya lagi lalu melayangkan tangannya ke udara.
Dewa berlari menghindari pukulan maut yang membuat tubuhnya merah lebam.
"Hei, Cinta! Aku bercanda. Jangan lakukan ini padaku. Tidak lucu, jika tetangga kita mendengar keributan ini!" ucap Dewa sembari berlari mengumpat di belakang pohon.
Mendengar kata tetangga, tiba-tiba Cinta teringat dengan kekasihnya yang sedang menunggu di dalam rumahnya.
"Mas Sakti?" gumamnya lalu berlari masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang.
Dewa menghembuskan napasnya lega saat melihat sahabatnya pergi dari hadapannya.
"Syukurlah, anak itu sudah pergi. Aku bisa merilekskan tubuhku dulu di sini!"
Setelah masuk ke dapur, Cinta terkejut saat melihat Sakti yang sedang mematikan kompor.
"M-mas Sakti?" pekiknya.
Sakti menoleh lalu tersenyum hangat. "Hei, dari mana saja, hem? Airnya sudah mendidih, jadi aku mematikan kompornya." ucapnya sembari menuangkan air panas itu ke dalam cangkir.
"Mas, biar aku saja. Kamu tidak perlu melakukan ini!" jawabnya tak enak hati.
"Tidak perlu. Biar aku saja. Memangnya, kau habis dari mana?" tanya Sakti meletakkan panci kosong itu ke dalam wastafel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments