Bab 3

"Hei, kenapa melamun? Aku sedang bertanya, sayang!" tanya Sakti sembari meletakkan dua cangkir teh hangatnya ke atas meja makan.

Cinta tersenyum kecut. "Em, aku sedang mengusir tikus di belakang rumah, Mas. Kebetulan, tikus itu menggangguku. Jadi, sembari menunggu air itu panas, aku kejar dan bunuh dia, hehe!" jawab Cinta sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Tikus? Di rumah ini ada tikus?" tanya Sakti memastikan. "Aku pikir, tikus tidak akan berani masuk ke dalam rumah yang tertata rapi dan bersih seperti ini, tapi ternyata dugaanku salah. Banyak tikus yang berkeliaran. Lain kali, kamu bisa panggil aku. Dan biar aku yang membasminya, sayang. Bila perlu, kita beli obat tikus di supermarket terdekat. Aku tidak mau terjadi sesuatu padamu." ucap Sakti perhatian. "Sekarang, minumlah. Pasti kamu capek berburu tikus kan?"

"Hehehe ... terimakasih, Mas. Kamu tidak perlu repot-repot seperti ini. Kamu ini tamu di rumahku, Mas."

"Tidak. Aku sama sekali tidak merasa di repotkan." jawab Sakti menyeruput teh hangatnya. "Oh, iya, besok pagi, aku akan menjemputmu. Dan aku akan mengatakan pada semua orang, kalau--"

"Mas, jangan. Aku belum siap kalau hubungan kita di ketahui banyak orang. Biarkan kita seperti ini dulu, ya. Setidaknya beri aku waktu sampai aku siap." timpal Cinta begitu cepat.

Di dekat pintu belakang. Dewa menguping semua pembicaraan sahabat dan kekasih sahabatnya.

"Percakapan macam apa itu. Mereka berdua sangat membosankan dan terlalu kaku. Aku yakin, Cinta sejujurnya tidak menyukai Pria itu, dia hanya tidak enak menolaknya. Bagaimana, caraku mengusir pria itu pergi dari rumah ini?" gumamnya lalu berpikir cara mengusir pria yang bernama Sakti.

Jam terus berputar, tak terasa, Dewa sudah berdiri di belakang pintu belakang rumahnya satu jam lebih.

Suara petir menandakan akan turun hujan.

Mendengar suara petir, Cinta yang sedang asik mengobrol pun tiba-tiba terpikirkan sahabatnya yang berada di halaman belakang rumahnya.

"Mas, kamu tidak pulang? Sebentar lagi mau turun hujan." tanya Cinta.

"Kenapa? Bukankah turun hujan adalah hal biasa?" jawabnya terkekeh.

"Tapi kamu masih ada di rumahku, Mas. Aku tidak mau terjadi sesuatu denganmu. Sangat membahayakan jika kamu menyetir seorang diri dalam kondisi hujan. Sebaiknya, sebelum hujan tiba, kamu pulang, ya?" bujuk Cinta sembari menampilkan senyum manisnya.

"Cinta, kamu mencemaskanku? Memangnya, kamu tidak takut petir? Biasanya wanita takut petir. Dia akan teriak saat petir itu datang. Aku justru ragu meninggalkanmu di saat seperti ini." ucap Sakti mengusap pundak kekasihnya.

Cinta tersenyum tipis, 'Apa aku tidak salah dengar? Mas Sakti ragu meninggalkanku sendiri di sini? Iya, menurut wanita sepertiku, sikapnya yang seperti ini memang manis, tapi aku tidak mungkin membiarkan Dewa kehujanan di halaman belakang rumah. Mau bagaimanapun, Dewa yang selalu ada untukku sebelum aku bertemu dengan Mas Sakti, tapi bagaimana caraku mengusir Mas Sakti tanpa dia berpikir, jika aku mengusirnya?' batin Cinta kebingungan.

Duarr!

"Aaaa ...." pekik Cinta yang reflek menutup ke dua telinganya. "A-aku takut!" sambungnya lagi.

"Baiklah, kalau kamu takut, itu artinya aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri di sini. Sebaiknya, aku temani kamu sampai petir itu pergi!" jawab Sakti dengan tegas.

Cinta menggelengkan kepalanya lirih, "Ta-tapi, Mas, aku tidak mau ada tetangga yang lihat. Mereka bisa menuduh kita berbuat hal buruk. Aku tidak apa-apa. Kamu percaya padaku, kan, Mas?" bujuk Cinta.

"Aku tidak bisa, Cinta." jawab Sakti lalu mendengar suara air jatuh dari langit yang sangat deras.

Cinta semakin kebingungan saat mendengar hujan datang. Dirinya benar-benar di buat frustrasi dengan kondisi sahabatnya yang kedinginan di luar rumah.

"Baiklah. Aku temani kamu di ruang tamu, ya. Aku tidak bisa masuk ke dalam kamar." ucap Cinta pasrah.

"Oh, tidak perlu. Kamu masuk saja ke kamar. Dan aku akan menunggumu di ruang tamu. Aku berjanji, Cinta, aku tidak akan melakukan hal-hal aneh yang merugikanmu. Kamu percaya padaku, kan? Iya, mungkin ucapanku terdengar aneh, tapi aku tidak mau merusak kepercayaan yang sudah kau beri padaku."

"Ta-tapi Mas. A-aku tidak bisa--"

"Kamu tidak bisa mempercayaiku?" potong Dewa yang mendapat anggukan kecil dari Cinta.

"Mau bagaimana pun, kita baru saja jadian. Dan aku hanya takut."

"Aku bisa mengerti. Ya, sudah, kita duduk di ruang tamu sembari menonton televisi. Aku tidak akan memaksamu, sayang!" jawab Sakti kemudian beranjak dari kursi di ikuti oleh Cinta di belakangnya.

Cinta mempersilahkan Sakti untuk pergi lebih dahulu. Setelah melihat kepergian kekasihnya, Cinta segera mengetik sesuatu di layar ponselnya.

'Masuklah ke kamar, aku akan mengalihkan perhatian Mas Sakti karena dia tidak mau meninggalkanku sendiri di saat seperti ini.' send Dewa.

Di halaman belakang rumah. Dewa tengah berteduh di pinggir-pinggir rumahnya dengan perasaan yang amat kesal.

Bunyi ponsel membuatnya langsung meraih dan membaca pesan yang baru saja di kirim oleh sahabatnya.

"Mereka membuatku susah, tapi daripada aku harus berdiam diri di sini, lebih baik aku masuk sesuai dengan perintah Cinta, tapi awas saja ... aku tidak akan tinggal diam, aku akan menghukummu, Cin!" gumam Dewa berjalan mengendap-endap di pinggir rumahnya. "Kenapa hujannya tiba dengan cepat?" umpatnya lagi.

Di sisi lain. Cinta semakin gelisah saat mendengar suara pintu belakang rumahnya yang terbuka.

"Siapa?" tanya Sakti sembari mengusap pundak kekasihnya.

"Bukan siapa-siapa, Mas. Paling tikus nakal. Kamu tidak perlu mendengarkan suara-suara itu." jawab Cinta yang dapat di dengar oleh Dewa.

'Sialan, Jadi Cinta mengataiku tikus?' geram Dewa dalam hati.

"Besok setelah pulang bekerja. Aku temani kamu berbelanja. Aku rasa, kamu butuh stok obat tikus." titah Sakti.

"Hahaha ... kamu pasti risih dengan suara tikus itu, ya? Em ... tapi sudah ku duga, Mas."

"Iya, sayang. Aku sangat risih mendengar suara tikus itu. Atau begini saja, malam ini kita pergi ke supermarket terdekat dan beli beberapa obat tikus. Aku tidak mau tidur kekasihku tidak nyaman." ucap Sakti yang lagi dan lagi membuat Cinta baper.

Dewa mengerucutkan bibirnya sembari berkomat-kamit meniru ucapan Sakti yang terdengar lebay di telinganya.

'Hehehe ... dasar pasangan kekasih alay. Bisa-bisanya mereka mengataiku tikus dan ingin membasminya. Lihat saja, nanti! Aku akan lebih dulu membasmi virus sepertimu.' gumam Dewa dalam hati.

Satu jam sudah, hujan mengguyur ibukota.

"Mas, kapan hujannya reda?" tanya Cinta yang mulai mengantuk.

"Kenapa? Aku bukan pawang hujan dan aku tidak tahu, kapan hujannya reda." jawabnya santai.

"Tidak, Mas. Aku ngantuk."

"Tidurlah, aku akan menjagamu di sini!" titah Sakti.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!