Bab 4

"Menjagaku?" gumam Cinta lalu menggelengkan kepalanya lirih. "Tidak perlu, Mas. Aku masih bisa menahannya sampai hujannya reda."

"Sayang, kamu tidak boleh seperti ini. Tidurlah, biar aku yang menjagamu. Sekarang, kamu masuk ke kamar dan kunci kamarmu. Kamu bilang, kamu tidak mempercayaiku, kan? Jadi, kamu boleh kunci pintu kamar. Setelah hujan reda, aku janji, aku akan pulang!" titah Sakti.

"Tapi ini sudah malam, Mas. Aku tidak mungkin mengizinkan pulang malam-malam begini. Apalagi sedang beredar maraknya pembegalan. Kamu mau menginap di rumahku?" tawar Cinta dengan ragu. "Tapi kalau kamu tidak mau, tidak apa-apa, Mas. Rumahku memang tidak bagus, hehehe ..."

"Siapa bilang aku tidak mau, Hem? Ya, sudah, masuklah ke kamar. Aku akan tidur di sofa ini." titah Sakti.

"Kamu yakin, Mas? Tubuhmu akan terasa sakit jika kamu tidur di sofa ini. Tapi di sini tidak ada kamar lagi. Dan aku juga tidak bisa memintamu tidur satu kamar denganku. Kita belum menikah."

"Sudahlah, tidak apa-apa. Ini jauh terasa nyaman. Daripada aku tidur di rumah tapi pikiranku cemas memikirkanmu. Lebih baik, aku tidur di sini, kan?" jawab Sakti menaik turunkan alisnya.

"Terimakasih, Mas, terimakasih sudah hadir dalam hidupku. Aku senang mempunyai kekasih sepertimu. Aku harap, sikapmu tidak pernah berubah. Aku mohon, aku sangat mohon padamu, Mas. Jangan pernah berubah setelah kamu tahu semua tentangku." lirih Cinta sembari menundukkan kepalanya.

"Istirahatlah!" titah Sakti.

"Kamu tunggu sebentar, ya! Aku mau ambil selimut dan bantal untukmu. Aku tidak bisa membiarkanmu tidur tanpa bantal." ucap Cinta berlari masuk ke dalam kamar meninggalkan Sakti yang tengah tersenyum.

Cinta menyenderkan tubuhnya di daun pintu. Ke dua sudut bibirnya terus tertarik ke atas.

"Wah, semua ini benar-benar nyata? Sikap Mas Sakti terus membuatku melayang. Kalau begini caranya, aku tidak sabar menikah dengan Mas Sakti. Pasti hidupku akan bahagia. Tidur satu ranjang dengannya, makan satu piring berdua dan-- hoo ... astaga!" pekiknya terkejut.

"Apa! Heran melihatku di kamarmu?" tanya Dewa yang baru saja keluar dari persembunyiannya.

"Menurutmu! Tapi untuk apa kau di sini? Kamarmu ada di--"

"Kamarku berdekatan dengan ruang tamu. Aku bisa ketahuan kekasihmu. Dan apa yang kau katakan, tadi? Kau mengatakan jika aku tikus nakal. Benar-benar keterlaluan. Sekarang, suruh pria itu pulang! Aku lelah!" titah Dewa menjatuhkan pantatnya di tepi ranjang sahabatnya.

Cinta tersenyum tipis sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Hehe ... aku lupa, Wa."

"Cepat, suruh dia pulang! Besok pagi, aku harus--"

"Mas Sakti akan menginap di sini, hehehe ... maafkan aku, Wa. Tapi jangan salahkan aku, salahkan hujan dan petir. Mereka yang membuat Mas Sakti menginap di sini." lirih Cinta.

Mendengar ucapan sahabatnya, seketika raut wajah Dewa berubah.

"Cinta, kau gila? Kau-- umph," ucapan Dewa terhenti saat mulutnya di bungkam oleh tangan Cinta.

"Jangan keras-keras. Aku tidak mau Mas Sakti mendengar suaramu." lirih Cinta.

Dewa menepis tangan sahabat, "Jangan sentuh aku!"

"Siapa yang menyentuhmu? Aku hanya ingin menyelamatkan masa depanku. Hari ini, hari paling mengesankan dalam hidupku. Aku sudah mendapatkan cinta sejati ku. Mas Sakti yang tampan dan baik hati. Sikapnya yang manis membuatku seperti Ratu. Aku tidak sia-- aw ... sakit tahu!" ringis Cinta setelah Dewa menyentil keningnya.

"Rasakan! Jangan terlalu membanggakan-banggakan pria asing setinggi langit. Dia bersikap manis, karena dia ingin mendapatkan apa yang belum di dapatkan darimu. Setelah dia berhasil mendapatkan semuanya. Aku pastikan, dia akan meninggalkanmu, menganggapmu seperti sampah!" ejek Dewa.

"Tidak mungkin. Mas Sakti tidak mungkin seperti itu. Dia pria yang baik. Bahkan dia bersedia menjagaku di sini." jawab Cinta lalu menepuk keningnya. "Oh, iya, aku lupa. Selimut! di mana aku menyimpan selimut cadangan? Aku akan meminjamkan untuk Mas Sakti." titahnya lagi.

"Dasar bucin." ejek Dewa.

"Biar saja. Aku memang bucin." jawab Cinta sembari mencari selimut cadangannya di lemari bagian bawah. "Akhirnya ketemu juga!" titahnya bahagia.

Dewa menatap malas sikap sahabatnya yang berlebihan.

"Siapkan pakaianku." titah Dewa membuat Cinta kebingungan.

"Pakaian? Untuk apa aku menyiapkan pakaianmu? Memangnya, aku istrimu? Ambilah sendiri, aku harus mengantarkan selimut ini ke Mas Sakti!" jawab lalu memutar gagang pintu kamarnya.

"Baiklah. Kalau kau tidak mau menyiapkan pakaianku. Maka, aku sendiri yang akan mengambilnya dan jangan salahkan aku, jika kekasihmu syok melihatku lalu meninggalkanmu." ancam Dewa membuat Cinta terdiam.

'Sial, apa yang dikatakan Dewa memang benar. Jika Dewa mengambil pakaiannya sendiri, itu artinya Mas Sakti akan melihatnya dan Mas Sakti akan berpikir, kalau aku wanita muraaahan yang suka membawa pria asing masuk ke rumah. Ini tidak bisa di biarkan. Sangat sulit mencari pria sebaik Mas Sakti. Dewa tidak boleh keluar dari kamarku.' batin Cinta menggelengkan kepalanya.

"Bagaimana? Aku keluar atau--"

"Biar aku saja yang mengambilnya. Tapi ingat, ini yang pertama dan terakhir. Oh, iya, satu hal lagi. Aku tidak suka melihat pakaian kotormu yang berserakan. Hampir saja Mas Sakti melihat pakaianmu yang tergeletak di bawah sofa."

"Di sini, siapa Tuan rumahnya? Kau atau aku?" tanya Dewa yang lagi dan lagi membuat Cinta terpojokkan.

"Hem. Aku tahu, kau Tuan rumah di sini, tapi siapa yang repot kalau rumah ini berantakan? Aku, kan? Aku merasa di rugikan!" ketus Cinta lalu membuka pintu dan keluar dari kamarnya meninggalkan Dewa seorang diri.

Melihat kepergian sahabatnya, Dewa membuka jas dan kemeja kerjanya.

Di ruang tamu. Cinta memberikan selimut serta bantal pada kekasihnya.

"Maaf menunggu lama. Aku harus mencari selimut baru untukmu."

"Tidak apa-apa. Sekarang, kamu masuk ke kamar dan beristirahatlah." titah Sakti sembari menerima selimut serta bantal.

"Terimakasih, Mas. Selamat malam!" ucap Cinta yang terus menampilkan senyum manisnya. 'Beristirahat? Aku berisitirahat di kamar? Ah, malas sekali! Oh, iya, aku lupa membawa pakaian untuk Dewa, tapi bagaimana caraku masuk ke dalam kamar Dewa tanpa membuat Mas Sakti curiga?' batin Cinta.

Merasa frustrasi. Cinta memutuskan untuk berjalan ke dalam kamarnya.

Krek, pintu kamar terbuka dan Dewa dapat melihat sahabatnya masuk dengan raut wajah sedihnya.

"Mana pakaianku?" tanya Dewa membuat Cinta menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak bisa membawa pakaianmu. Aku tidak mau membuat Mas Sakti curiga. Sebaiknya, kau gunakan pakaian yang tadi, saja." titah Cinta sembari menjatuhkan pantatnya di sofa. "Pergilah, aku mau istirahat!"

"Aku tidak akan pergi. Aku akan tidur di sini." jawab Dewa.

"Di mana? Di sini hanya ada satu kasur. Aku tidak mau satu ranjang denganmu. Kasihan Mas Sakti, pasti hatinya sakit kalau melihat kekasihnya tidur satu ranjang dengan pria lain." keluh Cinta

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!