“Tunggu sebentar. Aku akan mengambilkan air minum lagi untukmu. Jangan turun dari ranjang.”
Dante bergegas kedapur mengambil air minum lagi dan berlari cepat kembali ke kamar dengan segelas air ditangannya.
“Hei apa yang kau lakukan?” Dante segera menaruh gelas diatas nakas dan berlari menghampiri Bella. Mengangkat tubuhnya keatas ranjang dan melepaskan pecahan beling dari tangannya.
“Lepaskan aku! Lepas!” teriaknya berontak.
“Katakan padaku apa yang ingin kau lakukan? Kau mau bunuh diri, ha?”
“Aku takut. Aku takut sekali!” tubuh Bella semakin bergetar sambil menggelengkan kepalanya. “Aku takut gelap! Aku mau cahaya! Aku tidak bisa melihat apapun! Dia….dia menyentuhku! Dia merenggutnya dariku! Aku takut!” ucap Bella terbata-bata dan menunjukkan kengerian akan trauma yang dialaminya.
“Gelap?” Dante mengulangi kalimat Bella dengan rasa kurang nyaman dihatinya. “Jelaskan perlahan. Aku tidak mengerti apa maksudmu.” pinta Dante lagi.
“Mereka menutup mataku,mereka mengikat tangan dan kakiku.Mereka menyekapku dan tidak melepaskanku. Seseorang datang padaku, dia merenggut milikku yang selama ini aku jaga! Aku takut sekali! Berikan aku obatnya! Aku mohon berikan aku obat, aku tidak bisa hidup tanpa obatnya!”
Hanya itu yang diucapkan hingga berulang kali. Airmatanya semakin deras mengucur membasahi wajah cantiknya, darah mengalir dari telapak tangan memperburuk kondisinya.
Saat Dante pergi kedapur, Bella turun dari ranjang dan mengambil beling lalu menancapkan pada tangannya tanpa alasan yang jelas. Dia bahkan menghisap darahnya sendiri.
“Tunggu jangan lakukan itu.” ujar Dante.
“Aku mau obat! Tolong berikan obatku.”
“Akan kuberikan nanti!” ucap Dante, dia pun pergi mengambil gelas di nakas dan memberikan pada Bella. Dia memegang tubuh Bella membantunya meminum air.
“Sudah tenang?”
Bella masih dalam keadaan syok dan panik tapi dia segera mengganggukkan kepala setelah meminum air.
“Jangan turun dari ranjangmu, biar aku ambilkan perban untuk tanganmu. Jangan menghisap darahmu sendiri!” Dante bergegas masuk ke kamar mandi dan mengambil kota P3K di laci lalu duduk disamping Bella.
Dia mengambil pinset lalu membersihkan lukanya. Tidak ada yang bicara, Dante fokus mengobati luka ditangan Bella. Sedangkan bella masih terus tergiang-giang oleh bayangannya.
“Gelap sekali! Aku takut gelap! Kumohon jangan tinggalkan aku sendirian. Biarkan aku pergi dari sini.” pintanya dengan suara sendu. Dia mengucapkan kalimat itu berulang-ulang, dia mengacuhkan Dante.
Pikirannya seakan melayang entah kemana, dia dikuasai oleh ketakutannya dan berada dalam dunianya sendiri. Melihat kondisinya yang seperti itu membuat Dante merasa penasaran dengan apa yang terjadi pada gadis itu.
“Apa yang terjadi padamu? Apa mereka memberikanmu obat-obatan sebagai penenang? Apa kau melakukan semuanya dibawah pengaruh obat?”
Dante berusaha memahami keadaan, dia fokus pada tangan Bella yang terluka dan setelah selesai memasang perban, dia merapikan kotak P3K.
“Apa yang kau lakukan padaku?”tanya Bella saat pria itu menggendongnya dengan kedua tangan.
“Kau harus dibersihkan dulu. Kau tida bisa berada diruangan ini.” ucapnya dan membawa Bella kekamar lain.
“Tidak! Turunkan aku! Aku tidak mau dikamar ini. Aku tidak mau disini!” Bella memeluk erat tubuh Dante, memalingkan wajahnya sembunyi didada bidang pria itu.
“Tidak apa-apa. Kau aman disini. Tenanglah.”
“Jangan pergi. Jangan tinggalkan aku, aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku takut sekali sendirian disini.” Bella memelas sambil memegangi baju Dante erat-erat ketika pria itu merebahkannya diatas ranjang.
Airmatanya masih mengalir, wajahnya pucat dan keringat dingin membanjiri sekujur tubuh.
“Tidurlah. Kau mau obatmu bukan?”
Bella mendongakkan kepalanya menatap pria itu lalu menggangguk. “Aku takut sekali. Berikan aku obatnya, aku mohon padamu.”
“Bergeserlah.” perintah Dante kemudian duduk ditempat tidur.
“Mendekatlah kemari.” ujar Dante menarik Bella mendekat ketubuhnya.
“Hangat sekali” ucap Bella kemudian semakin menyusupkan tubuhnya kedalam dekapan Dante.
“Apa kau merasa lebih nyaman?” tanya pria itu yang dijawab Bella dengan anggukan.
“Hangat sekali. Aku mohon jangan tinggalkan aku sendirian. Aku takut gelap, aku takut sendirian. Aku tidak suka gelap, aku tidak suka hitam. Aku suka cahaya terang. Aku suka kehangatan, aku tidak suka kedinginan.” Bella terus bicara didalam dekapan pria itu dan hanya bergumam pelan.
“Tidurlah. Aku akan menemanimu disini.” ucap Dante yang membuat Bella semakin meringkuk dalam dekapan pria itu. Karena diliputi rasa takut, Bella memeluk tubuh pria itu begitu erat. Dante hanya memandangi gadis itu, ‘Kenapa dia jadi begini? Apa sebenarnya yang terjadi padanya?
Perasaan Dante semakin tidak menentu. Tak ada yang bisa dia lakukan kecuali menenangkan wanita dalam dekapannya itu hingga tertidur. “Tangannya sudah melemah, sepertinya dia sudah tertidur.” ucap Dante lalu memberanikan diri melirik wanita didalam pelukannya.
“Benar. Ternyata dia sudah tertidur.” Dante pun melepaskan tangan Bella perlahan dan menidurkan Bella disampingnya, menarik selimut menutupi tubuhnya lalu berdiri perlahan meninggalkan Bella.
‘Kurasa tidak apa-apa jika aku meninggalkannya sebentar.’ gumam Dante lalu melirik kearah wanita yang sedang tertidur pulas. Aku tidak akan meninggalkannya lama.’
Pria itu lalu menutup pintu dan mengambil ponsel dari saku celananya.
“Ada apa kau menghubungiku?” tanya Nick yang mendapat telepon dari Dante.
“Bawa Julian ke apartemenku sekarang.”
“Apa sebenarnya yang terjadi? Apa ada masalah lagi?”
“Jangan banyak tanya! Bawa saja dia menemuiku sekarang.”
Nick seakan tak percaya dengan permintaan sahabatnya.
“Hmm….Kau menyuruhku untuk membawa Julian padamu?” tanya Nick kembali.
“Bawa dia padaku! Apa masih belum jelas? Jika dalam satu jam kau tidak mengantarkannya maka jangan salahkan aku jika aku memasang peledak di hotel milik keluargamu!”
Klik!!
Dante langsung memutuskan panggilan. Pria itu tak mau menerima alasan dan segera kembali kedalam ruangan dimana Bella berada. ‘Dia tidur dengan tenang dan pulas sekali. Syukurlah dia sudah tenang sekarang.’ ucap Dante yang masih berdiri dibelakang pintu dan memandang tempat tdiur dihadapannya.
Dante mengingat semua gumaman Bella. ‘Gelap! Hitam! Hah….’ dante melihat dinding ruangan dan tersenyum sinis.
“Aku harus mengganti cat kamar ini atau memasang wallpaper dengan warna cerah.menyusahkan saja!” Dante mendengus pada dirinya sendiri yang terlalu peduli pada wanita itu.
Kamar yang ditampati Bella memang dindingnya warna hitam, meskipun sebenarnya sangat cantik dan elegan karena menggambarkan langit malam ditaburi bintang seakan hidup tapi membuat Dante merasa tak nyaman ketika mengingat hsiterisnya Bella tadi.
Dia pun mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang. “Besok suruh orang membersihkan kamar sebelah. Ada pecahan kaca dan besok tukar cat kamar sebelah jadi warna biru langit dengan hamparan padang rumput dan perbukitan sebagai muralnya.”
Pesan dikirimkan Dante pada anak buahnya, lalu memasukkan kembali ponsel ke saku celana. Dia berjalan mendekati tempat tidur. Dia memandangi wajah damai Bella yang pulas.
“Apa pengalaman itu terlalu buruk sehingga membuatmu ketakutan? Bukan hanya ketakutan tapi kau juga histeris. Kau trauma dan bahkan bergantung pada obat?” gumam Dante sambil tangannya menyentuh Bella.
‘Bodoh! Apa yang kuinginkan? Kenapa aku malah tersenyum saat mengamati dia tidur? Hah!” gumam Dante kesal lalu menggenggam erat tangannya, tiag sentimeter dari bibir Bella. Saat tangannya hampir menyentuh bibir itu, dia menghentikannya dengan perasaan tertekan. ‘Lebih baik aku pergi dari sini.” ucapnya lagi ingin meninggalkan kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 609 Episodes
Comments
beby
mulai empati
2023-03-15
2