Strange School

Strange School

Kehilangan

Siang yang terik, matahari mengeluarkan suhu yang amat terik dari hari biasanya dengan percaya diri. Tidak peduli manusia-manusia yang sedang terkena sinarnya melontarkan keluhan dan umpatan untuk dirinya. Namun dirinya tetap menyinari dunia dengan cahayanya sendiri, tanpa memikirkan ocehan para manusia.

Kala itu, masih jam sekolah berlangsung. Seorang gadis yang sedang membawa buku novel sedang duduk di bangku bawah pohon ketepeng ditemani dengan beberapa bungkus camilan dan segelas es plastik cup tembus pandang.

Gadis itu duduk sendiri, matanya bergerak mengikuti kalimat yang membentuk paragraf dalam buku yang ia pegang.

Tet...tet...tet...

Hingga bunyi bel yang sangat ia benci itu akhirnya menyuarakan suaranya, gadis itu dengan berat hati beranjak dari bangku kayu itu.

"Ck!" Dia berdecit kesal.

---

Matahari yang sempat bersinar terik itu kini tak lagi menyengat kulit. Karenanya, seisi kelas bersorak kegirangan. Sebab, sekarang sudah jamnya untuk berdiam diri dirumah. Tak ketinggalan dengan gadis bangku pohon ketepeng itu. Dia dengan gembira menyambut bunyi bel pulang dan menampilkan gigi yang berbaris-baris.

"Aira, nanti jadi kerja kelompok kan?" tanya salah satu temannya, menepuk bahu gadis itu.

"Jadi dong, habis maghrib kan?" ucap gadis itu.

"Dirumah si Thanos ya" kata temannya lagi.

"Siap!"

Dengan kendaraan roda dua yang dimilikinya, gadis itu pulang kerumah dengan riang. Gadis itu menikmati perjalanan ditemani musik yang mengalun melalui earphone yang dikenakannya, dan mengayuh sepedanya santai.

"Woaaahhhhh.... sunsetnya bagus nih!" gumamnya, menghentikan kayuhannya.

Cekrek!

Gadis itu memotret suasana langit yang mulai sore.

Sesampainya pada suatu gang yang bisa dibilang sempit, gadis itu mulai memelankan laju sepedanya. Dia terheran, mengapa ada banyak sekali orang yang berkumpul dirumahnya.

Orang-orang yang sedang mengerumuni rumahnya itu menyadari akan kehadiran gadis pemilik rumah.

"Nduk, yang sabar ya. Ibumu sudah nggak ada, ibumu meninggal" kata seorang ibu paruh baya, tetangga gadis itu.

Gadis itu tidak bisa berkata-kata. Tubuhnya seketika lemas, gemetar, wajahnya pucat, keringat dingin bercucuran, matanya pun mulai berkaca-kaca.

"Ibu?! Bu?!! Ibu!!!!" buru-buru ia masuk kedalam rumah menghampiri ibunya.

Benar saja, seseorang sedang terbaring tak bernyawa diatas kursi kayu yang panjang dan tertutupi kain. Sanak saudaranya yang disampingnya pun tak kuasa membendung tangisan.

"Budhe, itu bukan ibu kan? Itu bukan ibu kan? Ini bohong kan?" Gadis itu mulai meneteskan air mata didepan budhenya.

"Aira, yang sabar ya nduk. Ibumu sudah nggak ada" budhe gadis itu, Aira namanya mengelus bahu Aira lembut.

Aira menangis sejadi-jadinya didepan jasad sang ibu. Bagaimana tidak, Aira selama ini hanya tinggal bersama ibu yang ia kasihi semasa hidupnya. Sementara ayahnya tidak tahu dimana keberadaannya usai bercerai dengan ibunya selama kurang lebih 8 tahun. Kini, Aira sedang diselimuti awan hitam. Aira menangis tersedu-sedu tidak mempedulikan para tetangga yang datang takziah.

"Ibuuuuuuu!!!! Kenapa ibu tinggalin aku bu!! Bangun bu!!!! Bangun!! Ibu nggak inget janji ibu? Ibu bilang sama Aira kalau kita berusaha bareng untuk membuktikan kita kuat bu!! Tapi kenapa ibu yang pergi? Ibu lemah!!! Huaaaaaaaa" Aira menggoyangkan jasad ibunya dengan tangisan yang terus berderai.

Hari ini, hari yang amat sangat berat untuk Aira. Arumi, ibunya pergi meninggalkan anak gadis semata wayangnya dengan penuh kenangan baik.

Arumi menderita penyakit kompilasi selama 3 tahun terakhir. Aira, sebagai anaknya tidak mengetahui akan kondisinya yang sakit sehingga Aira sangat terkejut mendengar kabar yang buruk ini.

Malamnya, Aira pergi ke atap rumahnya yang menjadi tempat terfavorit untuk memanjakan diri. Memandangi pemandangan kota malam, angin yang sepoi-sepoi, bulan yang penuh terlihat jelas, serta bintang-bintang gemerlapan.

Aira hanya duduk dibangku kayu yang menghadap jalanan kota, ditemani dengan secangkir kopi buatannya sendiri.

Slurrrrrpppp...

Aira menenggak kopi yang masih hangat.

"Padahal tadi pagi ibu masih membuatkan aku sarapan" Aira menggerutu, bibirnya cemberut.

Sementara itu, Aira yang masih berkabung terus terusan mendapat ucapan berduka dari teman-temannya melalui pesan singkat. Aira yang dibuat kesal karena getaran dari ponselnya itu menggerutu kembali.

"Ck! Emang jaman sekarang takziah gampang. Lewat handphone aja udah, beres. Nanti lama-lama uang takziah di transfer di atm!" gerutunya.

"Hari ini adalah hari yang paling aku benci. Tapi aku harus terus mengingat hari ini, setidaknya untuk mengenang kematian ibuku. Dengan siapa lagi kini aku menumpahkan segala isi hatiku jika ibu tidak ada disampingku. Sementara, hanya ibu yang bisa mengerti keluh kesahku. Bahkan aku tidak diberi kesempatan untuk mendengar ucapan 'Sampai jumpa' dari bibir manis ibu. Ibu hanya terus mengatakan 'Jaga dirimu baik-baik', 'Kamu harus bisa jaga diri', 'Yang pinter sekolahnya', dan hal-hal lain yang berkaitan dengan keselamatanku. Bu, apakah ibu pernah berpikir setidaknya satu kali untuk kebahagiaan ibu sendiri? Atau karena aku ibu tidak bisa menikmati kebahagiaan ibu? Lalu kenapa ibu yang pergi? Kenapa bukan aku saja yang disuruh pergi? Tapi bu, bagaimana pun aku mencintaimu, sungguh"

Aira, 14 Oktober 2019

Hari pertama tanpa ibu.

nduk \= nak (dalam bahasa jawa)

Terpopuler

Comments

(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕

(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕

Thanos 🤣

2020-10-27

1

Linda

Linda

ninggalin jejak dulu ya thorr
kutunggu feedback mu

2020-10-24

0

Penjaga Hati

Penjaga Hati

lanjuuuut kk, aku dah like ⭐⭐⭐⭐⭐ dan ♥️
mampir juga di karyaku ya kk 🙏

2020-07-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!