Pada ruangan yang serba biru navy dengan sedikit hiasan kamar dan beberapa bingkai foto terpajang di nakas, seseorang sedang menerka-nerka siapa gadis yang memanggilnya tadi pagi.
"Siapa perempuan yang memanggilku tadi? Aku merasa nggak kenal sama dia, tapi dia kenal aku"
"Trus tadi dia mau ngomong apa ya kira-kira?" gumam Bian.
Tring....
Pesan masuk.
"Udah masuk!"
"Buruan kesini!"
Bian menerima pesan yang singkat, padat namun tidak jelas apa yang dimaksud pengirim pesan itu. Bian yang tanpa menunggu lagi langsung bergegas keluar rumah.
---
Di rumah pohon yang menyuguhkan pemandangan gemerlap cahya lampu kota, Aira menulis sebuah catatan sekolahnya yang belum ia tuntaskan.
"Huahhh.... Akhirnya selesai juga" Aira meregangkan otot-otot tangannya.
Tululit...tululit...
Panggilan masuk.
"Halo?" Aira menyambutnya dengan senang.
"Hay Ra, apakabar? Baik kan? Ayahmu juga baik?"
"Baik kok Tam, kamu gimana? Baik kan?"
"Baik, kamu dirumah?"
"Iya, aku dirumah sama ayah. Tapi mungkin ayah lagi sibuk di ruangan kerjanya. Kenapa emangnya?"
"Enggak, cuma nanya kabar aja"
Tap...tap...tap...
Aira merasakan ada yang aneh. Terdengar suara langkahan kaki yang semakin mendekati dirinya.
"Bagus ya pemandangannya?" kata Tama.
"Hah? Kamu tau darimana kalau aku lagi liat pemandangan bagus?" Aira menoleh kebelakang dan terkejut, sosok Tama sudah ada di belakangnya.
"Tama?!"
"Kejutaaaaan. Hehe" ujar Tama.
"Kok bisa ada disini? Tau darimana? Emangnya besok nggak sekolah? Jangan-jangan sekongkolan ya sama ayah?"
"Dijawab nggak ya?" Tama mengusap dagunya.
Saking senangnya, Aira langsung berlari memeluk Tama dengan erat serta melompat kegirangan.
"Aaaaaa. Seneng bangeeeetttt"
"Ahh, kayak anak lebay! Tapi nggakpapa wleee!!!" Aira seperti sedang berbicara dengan diri sendiri.
---
Aira menyuguhkan secangkir kopi cappucino hangat, serta beberapa camilan yang ia punya untuk menemani malamnya bersama Tama.
Dibawah gemerlap cahaya bintang dan bulan yang berdampingan, Aira sedang bersama sahabat terkasihnya, Tama.
"Tam, kamu tau nggak?"
"Kemarin malem, waktu aku keluar cari makan, aku lihat ada dua orang cowok yang ngobrol di gang sempit yang sepi dan gelap banget"
"Gerak-gerik mereka kayak mencurigakan gitu. Eh taunya, salah satu dari mereka satu sekolah sama aku" Aira menceritakan apa yang ia alami pada Tama tanpa ragu.
Tama yang mendengar cerita dari bibir manis Aira itu membelalakkan matanya seolah terkejut karena kepergok melakukan suatu hal yang buruk.
"Trus kamu ngapain?"
"Jangan bilang kamu ikut-ikutan" kata Tama.
"Yaaa, karena penasaran aku mantau dari jauh lah" jawab Aira enteng.
"Ra! Udah aku ingetin berkali-kali. Jangan ngurusin kehidupan orang yang bahkan orang itu nggak peduli atau nggak kenal sama kamu!!!" Tama sedikit meninggikan nada bicaranya.
"Tapi kan buktinya sekarang aku nggak kenapa-napa, Tam! Aku masih sehat"
"Aku bisa jaga diri, Tam!" Aira ngeyel.
Brak!!
"Ra, sekali lagi aku ingetin! Nggak usah ngurusi kehidupan orang lain! Itu bahaya buat kamu!!!!" Tama mengejutkan Aira dengan menggebrak meja, dan berdiri ditempat.
"Tam, kamu ngebentak aku?" Aira pun berdiri dari tempatnya.
"Nggak pernah lo kamu ngebentak aku kayak gini" lanjutnya.
"Habisnya aku udah bilang berkali-kali bahkan triliunan kali Ra! Kamu itu bisa dalam bahaya ngerti nggak sih? Aku itu udah capek-capek jagain kamu. Aku berusaha melindungi kamu sadar nggak sih?!!!!" ucap Tama.
"Tam...." Aira berusaha meluluhkan hati Tama yang mulai memanas dengan suara lembutnya.
"Sekarang udah malem, kamu tidur sekarang. Ya?" pinta Tama dengan nada yang kembali standar.
Tama mengantar Aira hingga ke kamar Aira. Tama pun membantu Aira untuk memakaikan selimut pada tubuh Aira.
"Ra, maafin aku ya. Aku cuma nggak mau kamu kenapa-napa" Tama mengusap kepala Aira, meminta maaf.
"Iya, aku ngerti kok Tam. Maafin aku juga ya, udah bandel"
"Kamu nggak pulang? Udah malem loh. Besok sekolah kan?" tanya Aira.
"Nunggu kamu tidur aja, baru aku pulang" kata Tama.
Tama membelai lembut kepala Aira agar Aira bisa secepatnya tertidur. Setelah dirasa Aira sudah tidur terlelap, Tama perlahan meninggalkan kamar.
"Udah tidur?" Bernan bertanya pada Tama yang baru keluar dari kamar Aira.
"Udah om. Om, saya pamit dulu ya" Tama mencium tangan Bernan.
"Iya, hati-hati ya. Kapan-kapan mampir lagi. Nginep disini juga boleh kok" kata Bernan.
"Iya om, permisi"
Dengan mobil warna putih yang dimilikinya, Tama menikmati perjalanan pulang yang santai dengan kecepatan mobil yang lambat, serta ditemani dengan musik-musik favoritnya.
Drrrttt.....drrrrttttt....
Ponsel Tama bergetar, menerima pesan masuk.
"Sekarang!" tulis pesan yang amat singkat itu.
Tama hanya membaca pesan singkat itu. Namun, karena pesan singkat itu, Tama langsung menginjak gas mobilnya dan mobilnya pun melaju dengan cepat, menyalip beberapa pengendara yang lain.
Sejak saat itu, Tama menampilkan senyuman yang menyeringai dan tatapan yang penuh arti. Tatapan dan senyuman yang belum pernah ia tunjukkan pada sahabat terkasihnya, Aira.
---
"Ayaaaah! Aira berangkaaat! Sebelum kerja sarapan dulu, udah Aira masakin nasi goreng!" Aira berteriak ada Bernan.
Pada perjalanannya menuju sekolah, awal mula semua berjalan seperti biasa. Namun, tiba-tiba saja sepeda Aira tidak bisa dikayuh lagi. Ternyata rantainya terlepas.
"Ck! Pake acara rantai lepas lagi! Mana udah jam segini"
"Aku harus gimanaaaa?" Aira menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Saat itu pula, mobil berwarna hitam mengkilap itu mendekati Aira.
Tin!!
Suara klakson dari mobil hitam.
Siapa tuh, batin Aira.
Begitu kaca mobil itu terbuka, menampilkan seseorang yang ada didalamnya.
"Ck! Orang itu lagi?" gerutu Aira sebal.
"Aduuuuhhhh, gimana dong ini?" Aira melanjutkan keluhannya.
"Kenapa?" laki-laki itu turun, mendatangi Aira.
"Lagi naik odong-odong!!!"
"Ya diliat lah ini kenapa?! Gitu aja pake nanya! Kesel!!!" gumam Aira.
"Ohhh...."
"Oh doang?"
Sialan! Bukannya ngebantuin! Terus ngapain dia disini. Malah tambah nyusahin!!, batin Aira.
"Naik!" kata Bian, laki-laki itu.
"Hah? Aku?" Aira menunjuk dirinya sendiri.
"Bukan! Tukang bubur dibelakangmu!"
"Ohhh...."
"Ya kamu lah, bego!!" katanya.
"Hissssss....." Aira mendesis karena kesal. Sementara laki-laki itu, Bian, membantu Aira dengan memasukkan sepeda Aira didalam bagasi mobilnya.
"Eh, eh, eh, eh mau diapain?" kata Aira.
"Emangnya mau telat?" kata Bian.
"Enggak" jawa Aira singkat disertai gelengan kepala.
"Yaudah, ikut aja" kata Bian.
Sebelum ke sekolah, Bian mengantar Aira ke bengkel untuk membenahi rantai sepeda Aira yang terlepas.
"Bang, kita tinggal dulu ya. Nanti sore kita ambil" kata Bian pada mas-mas bengkel.
"Oke" kata mas bengkel itu.
Begitu sampai di parkiran sekolah, Aira malu untuk turun bersama Bian. Sebab, sekarang ini sedang ramai anak-anak yang baru datang. Apalagi, Aira menakuti hal-hal yang berbau gosi tentang dirinya di hari keduanya bersekolah disini.
"Nggak turun?" tanya Bian, yang sedang melepas sabuk pengamannya.
"Nanti kalau timbul gosip kalau kita ini ada hubungan apa-apa gimana?" Aira berterus terang.
"Haha" Bian membalas dengan tertawa kecil.
"Aku sih santai aja. Tau nggak kenapa?"
Aira menggelengkan kepala.
"Karena nanti yang ada adalah, 'murid baru yang genit'. Tunggu aja" kata Bian.
"Hisssss, ngledek ya? Siapa juga yang mau genit-genitan!!" Aira membuka pintu mobil dengan kesal, yang kemudian pergi begitu saja meninggalkan Bian yang masih ditempat tanpa mengucapkan terima kasih.
Benar saja, banyak pasang mata yang melihat Aira turun dari mobil Bian, lengkap dengan Bian yang ada disana.
"Dia murid baru kan?"
...
"Gila, dia udah bisa naik mobilnya Bian"
...
"Bukan main"
...
"Mereka pacaran?"
...
"Pasti mereka nggak bertahan lama"
...
Blablabla.
Bian yang sedikit mendengarkan bisikan-bisikan sepanjang perjalanannya ke kelas hanya bersikap santai dan menyeringai. Berbeda dengan Aira, yang nampak belum terbiasa dengan bisikan-bisikan itu. Aira merasa risih dan seolah sedang diteror. Karena itu, Aira menutup telinganya dan mempercepat langkahnya.
---
Waktu istirahat pertama, Popy, teman satu kelas Aira berteriak tidak tau apa penyebabnya.
"Woaaaaa!!!!" teriakannya melengking.
"Apasih, Pop?" tanya Henna.
"Liat laman daring sekarang!!" kata Popy.
"Laman daring?" Aira yang tidak mengerti apa itu hanya mengerutkan dahinya.
Henna dan Rida pun langsung membuka ponsel mereka, begitu juga dengan teman-teman sekelas yang lain. Sementara Aira hanya dibiarkan kebingungan sendirian, tidak mengerti apa laman daring yang mereka bicarakan.
"Demi apa?!!!" Henna pun ikut berteriak usai melihat laman daring.
"Ada apa sih?" Aira masih belum mengerti.
"Lihat!" Henna memperlihatkan layar ponselnya pada Aira.
Henna memperlihatkan sebuah foto yang menampilkan sosok Shinta, siswi yang tewas ditemukan di sungai brantas itu hanya memakai pakaian dalam, dalam kondisi rambut yang acak-acakan, mulut yang terikat oleh tali, dan matanya sembab.
"Apa dia yang mati di sungai itu?" tanya Aira.
Henna hanya mengangguk.
"Kenapa dia begitu?" tanya Aira lagi.
"Aku juga nggak tahu, aku baru pertama kali liat Shinta yang begini" jawab Henna.
"Kayaknya bener apa katamu, Hen. Dia itu diamnya menyembunyikan sesuatu. Aku pikir, ini masih belum semuanya. Ini hanya permulaan" sahut Rida.
"Tapi kita nggak bisa menyimpulkan begitu aja. Siapa tau kalau Shinta itu mengalami pembullyan, atau semacam ditindas, dirisak, dirunding atau semacamnya" kata Henna.
"Emangnya siapa yang membully dia? Kamu pernah liat ada yang bully dia? Selama ini sekolah kita aman-aman aja kan Hen, nggak ada yang aneh-aneh, apalagi bullying" kata Rida.
"Tapi Da, bisa aja pelakunya sekolah lain kan?"
"Pokoknya kita nggak boleh langsung menyalahkan dia. Siapa tahu dia itu korbannya" sambung Henna.
"Dan satu lagi, di sekolah emang aman-aman aja. Tapi kalau diluar sekolah, kita nggak ada yang tau. Siapa tau pelaku bully itu beraninya kalau di luar jam sekolah. Iya kan?"
"Tunggu, sebelum kalian membahas itu lebih luas lagi, mending kalian jelasin dulu. Apa itu laman daring?" Aira menyela pembicaraan mereka.
"Astaga, aku lupa kalau kamu itu anak baru" kata Rida, menepuk dahinya.
"Gini ya, laman daring ini khusus untuk murid-murid di sekolah ini. Jadi, guru-guru tidak ada yang tahu dengan laman daring ini. Buat gabung laman daring ini juga nggak gampang loh!" jelas Henna.
"Terus fungsinya apa?" tanya Aira.
"Fungsinya, kita jadi tahu berita-berita terhangat di sekolah kita yang bahkan para guru nggak tahu. Tapi, kita yang bergabung di laman ini nggak ada satupun yang pakai nama asli. Semua pakai nama samaran" sahut Rida.
"Nama samaran? Kenapa begitu?"
"Kita aja nggak tau siapa pencipta laman ini. Yang jelas, saat ingin daftar ke laman ini, sudah ada peraturan-peraturan yang harus dilakukan. Salah satunya adalah dilarang memakai nama asli. Kalau melanggar, bakal ada imbasnya" jelas Rida.
"Terus, gimana caranya kalau aku mau gabung di laman itu?"
"Bentar, aku kirimin lamannya" kata Henna.
"Terus? Diapain?" tanya Aira.
"Klik daftar, terus isi data diri" kata Henna.
"Lah, katanya harus pakai nama samaran. Kok disuruh isi data diri? Kan jadi nggak adil buat kita. Penciptanya jadi tau data pribadi kita, sementara kita nggak tau pencipta laman ini" protes Aira.
"Husssst... Pelan-pelan. Nanti ada guru yang denger" Henna menempelkan jari telunjuk pada bibir.
"Ini tuh buat jaminan. Kalau kamu melanggar peraturan yang telah ditentukan, data diri kamu akan tersebar. Nggak cuma data diri aja, semua tentang kamu akan disebar di laman ini. Entah itu kebiasaanmu, makanan kesukaan, kelemahan kamu, bahkan sampai ukuran bra kamu" Henna sedikit membisikkan kata "Bra".
"Tapi kalau kamu mematuhi peraturan ini semuanya aman kok" sambung Henna.
"Gila!! Sampai ukuran bra? Ini yang buat orang mesum apa gimana?!" kata Aira.
---
Istirahat kedua yang diberi waktu selama 30 menit, Aira memanfaatkan waktu 30 menitnya untuk pergi ke perpustakaan sekolah dan melihat-lihat album sekolah. Mulai dari buku tahunan dari kakak kakak kelas, sampai buku album dari peserta yang memenangkan kompetisi maupun lomba.
Dari album foto pemenang kompetisi atau lomba yang Aira buka, Aira melihat foto Shinta, siswi yang tewas itu bersama kepala sekolah sedang berjabatan tangan dan ditemani oleh satu trophy kemenangannya.
"Cantik juga orangnya. Pinter lagi" gumam Aira.
Masih memiliki waktu 15 menit lagi, Aira pergi ke bangku pohon beringin untuk membaca novel yang belum sempat ia selesaikan. Dengan earphone yang menyumpal telinganya, kepala Aira mengangguk-angguk mengikuti alunan musik seolah ia memiliki dunia sendiri.
Tiba-tiba, seseorang yang datang mendekat mencabut earphone dari telinga Aira dengan paksa.
"Ck!!!" Aira menatap orang itu penuh amarah.
Rupanya dia, Bian. Bian menarik earphone Aira dan berhasil membuat Aira geram.
"Pulang sekolah, kutunggu diparkiran!" ucap Brian.
"Nggak usah! Aku bisa ke bengkel sendiri!" ketus Aira, lalu menjauh dan menjaga jarak dari Bian agar tidak ada bisikan-bisikan maut yang ia dengar seperti pagi tadi.
"Nomor!" Bian menyodorkan ponselnya pada Aira, untuk meminta nomor telepon Aira.
Aira hanya menatap Bian risih.
"Nggak akan!" ucap Aira ketus.
Akibatnya, Bian yang tidak tahu tata krama itu merebut ponsel Aira yang masih tersambung dengan earphone.
"Eh!! Issss, ck!!" Aira tambah kesal.
Bian menekan-nekan tombol angka di telepon Aira, memasukkan nomor teleponnya.
Drrrrrtttt....ddrrrrrttt....
Ponsel Bian menerima panggilan masuk.
Bian tersenyum penuh kemenangan usai berhasil mendapat nomor telepon Aira.
"Hihhhhh!!!!!" Aira merebut kembali ponsel miliknya dari Bian, dan pergi begitu saja meninggalkan Bian di bawah pohon beringin.
Aira berjalan dengan berusaha mengembalikan moodnya yang sudah buruk karena Bian, memasang kembali earphone yang sempat dicabut oleh Bian.
---
Jam terakhir hari ini merupakan yang terindah dari menerima hadiah ulang tahun. Karena guru mapel jam terakhir tidak bisa hadir ditengah-tengah muridnya, terjadilah jam kosong.
"Ada tugas dari pak Ahmad!! Kalau udah selesai langsung dikumpulin dan boleh pulang!!!" ujar Tari, sekretaris kelas.
"Yessss!!!!" Aira ikut senang.
Buru-buru Aira menyelesaikan tugas dari pak Ahmad agar bisa cepar pulang, mendahului Bian dan agar tidak bertemu dengannya.
"Henn, Rid, aku duluan ya. Byeeee!!!" Aira langsung menggendong tas ranselnya dan berlari keluar kelas.
Harus cepet-cepet nih, sebelum dia juga pulang!, batin Aira.
Aira sedikit mengendap-endap saat melewati parkiran sekolah dan mengawasi lingkungan sekitar memastikan tidak ada kehadiran sosok Bian. Begiru dirasa aman, Aira melanjutkan pelariannya.
"Hah.... Untunglah...." Aira bernafas lega karena tidak bertemu dengan Bian.
---
"Terima kasih ya pak" ucap Aira pada bapak yang membenahi sepedanya.
"Lain kali jangan ngrepotin, ngerti? Bikin malu aja!" Aira memukul sepeda yang tidak mengerti apa-apa itu.
"Dia bodoh, atau gimana sih? Sepeda kok disalahin!" gumam Bian.
Tanpa Aira ketahui, seorang Bian yang paling ia tak sukai ternyata berada dalam radius 10 meter darinya. Artinya, sekarang Bian sedang memantau Aira tanpa sepengetahuannya.
Sesampainya di gang menuju rumah Aira,
"Oh, disini rumahnya?" gumam Bian.
---
Seperti sudah kebiasaan, Aira menikmati waktunya sendiri di rumah pohon ditemani bulan sabit dan secangkir kopi cappucino. Aira sedang memikirkan sesuatu yang sedang memberatkan pikirannya.
"Gabung di laman daring nggak ya?" gerutunya, sambil menatap layar ponselnya.
Nama : Aira Bestari
Kelas. : XI IPS 1
Alamat : JL.Pondok Indah, 84b
Tanggal lahir : Tulungagung, 27 Maret. 2002
Akun Instagram : @airabestariiiiii
Nama Ayah. : Bernanto Ardian
Nama Ibu. : Lestari Ningrum
Pekerjaan Ayah : Manager Umum
Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
*Klik!
Selamat, greentealatte!
Sekarang kamu telah bergabung dengan laman ini*.
Selesai, Aira telah bergabung dengan laman daring murid SMA elang Bangsa itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
𝐌𝐞𝐥𝐨𝐝𝐲𝐚•✍
keknya itu Tama sama Bian deh abis reaksi Tama sedikit mencurigakan..
2020-12-07
0
(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕
Kok aira daftar pke nama asli? 😕
2020-10-29
0
Choconirama
Greentea jadi inget thaitea Tama...
2020-07-24
1