Hari demi Hari ibu terus menutup diri hingga jatuh sakit,
"Bu, Lea kerja dulu. ibu gak apa apa Lea tinggal di rumah sendiri?" tanyaku pada wanita yang telah melahirkan ku.
Sejujurnya aku tak tega jika harus pergi meninggalkan ibu dalam kondisi sakit, terlebih perubahan ibu sangat drastis.
semenjak kepergian Ayah. ibu menutup diri dari dunia luar. dia hanya di rumah seharian. dan lebih banyak menghabiskan waktu di makam Ayah.
"Iya gak apa apa Nak" jawabnya lemas.
"Lea pamit ya Bu, nanti siang Lea usahakan pulang" ucapku sambil mengusap pucuk kepala ibu.
Tak tega sekali aku melihat tubuh ibu semakin kurus,
Ku langkahkan kaki menuju pasar, tempatku mencari rupiah. Aku segera berkeliling pasar. siapa tahu ada yang sedang membutuhkan bantuan ku.
Sekitar satu jam berkeliling ada seorang ibu ibu yang tengah kerepotan membawa belanjaan nya.
Aku pun membantunya dan mengantarnya ke angkutan umum.
"Berapa upah nya dek?" tanya ibu tersebut setelah sampai dan hendak menaiki angkot.
"Seikhlasnya saja Bu" jawabku.
"Ini, makasih ya" ucap ibu tersebut.
Ibu tersebut memberikan uang 3rb, baiklah ini baru formula'an. aku masih punya banyak waktu jika sampai siang, Aku pun terus mengelilingi pasar, hingga cahaya matahari berhasil menembus kepala ku,
Ku lihat ke atas langit, rupanya hari sudah siang, uang yang ku dapat baru 15rb.
Aku pun memutuskan untuk pulang. karna pikiran ku terganggu akan ibu yang tengah sakit.
sebelum pulang, aku mampir membeli beras satu liter, telur dan obat untuk ibu.
sisa uang ku hanya tinggal seribu rupiah,
Ada rasa senang, karna aku bisa membeli beras untuk makan. walau se liter dalam 2 hari, tak apa yang terpenting kami bisa merasakan makan nasi baru,
Dalam perjalanan pulang, aku melihat si Jalu!
Dia tengah duduk bersantai sambil meminum sebuah kopi di pinggir jalan. ku lihat sekeliling rupanya dia tengah mengawasi anak anak yang dia pekerjakan untuk memenuhi isi kantong dan perut nya.
dasar manusia durjana! dada ku terasa bergemuruh hebat, luka di hati setelah mengetahui dia lah pelaku pembunuh Ayah ku, ingin rasanya ku balaskan detik ini juga.
tak terasa Kaki ku melangkah menghampiri lelaki dengan tato memenuhi seluruh tubuh dan wajah nya. dengan hiasan berbentuk tengkorak di telinga dan kalung nya. dan pakaian yang seperti berandalan. membuat ku semakin jijik melihat lelaki itu.
"Jalu!" ucapku tepat di samping nya.
Tangan ku telah mengepal sempurna. nafas ku semakin berat. ingin rasanya aku mencabik cabik lelaki di hadapan ku ini.
Dia menatapku lekat, ingin rasanya ku congkel kedua matanya itu,
"Siapa lu!" jawabnya dengan suara keras.
ku tampar dia, dengan di iringi nafas yang terus tersengal. dan mata yang tak lepas menatap nya.
"Berani Lu, cari mati lu!" ucapnya sambil marah.
Aku terus menatapnya kesal, namun tiba tiba dia mengeluarkan sebuah pisau, Aku yang tak menyangka sebelumnya takut luar biasa, aku pun berlari sekuat tenaga, namun rupanya lelaki itu masih terus mengejarku.
Aku semakin takut, jika lelaki itu membunuhku sekarang, bagaimana dengan nasib ibu?
aku terus berlari sambil berteriak minta tolong, namun sial nya tidak ada satu orang pun yang bersedia membantuku.
Hingga kaki ku malah tersandung sebuah batu di pinggir jalan, kali ini lutut ku sakit sekali, sedangkan lelaki itu berjalan ke arahku, dia masih memegang sebuah pisau di tangannya. dan menatapku dengan tatapan yang menakutkan,
"Tolong, Tolong..."
Teriakku di pinggir jalan, Namun entah mengapa orang orang di sekitar sini seolah Tuli dan buta. mana mungkin Meraka tak mendengar dan melihat ku yang hendak di tikam lelaki biadab ini...
"Teriak sesuka lu, gak bakal ada yang nolongin elu!" ucapnya saat tengah berdiri di hadapanku.
Tanpa di duga, dia memukul wajah ku beberapa kali, tendangan demi tendangan yang dia layangkan di perut dan dada ku membuatku semakin tak berdaya.
Sekujur tubuh ku rasanya sakit dan lemas.
saat ku lihat dia hendak melukai ku dengan pisau nya. tiba tiba sebuah peluit terdengar,. membuat lelaki yang memiliki nama Jalu itu berlari kencang meninggalkan ku.
Aku mencari telak suara tersebut, rupanya itu seorang polisi. kini dia sudah berdiri di hadapan ku.
"Cepat bangun dan pergilah" ucapnya .
Ya, aku tahu dia telah menolongku dari kematian, namun percayalah dia pasti jijik melihat orang susah sepertiku.
sampai dalam keadaan terbaring dengan beberapa luka pun dia tak berusaha membantuku untuk bangun.
Lekas ku ambil plastik berisikan belanjaan ku tadi, beras ku berserakan di jalanan. dan telur satu biji yang ku beli untuk ibu sudah pecah.
Tak terasa air mataku menetes. aku pun memunguti beras yang masih bisa ku ambil. dan lekas bangkit dengan sekuat tenaga,
"Terima kasih," ucapku pada polisi yang berada di belakang ku.
sepanjang perjalanan tak ada satu manusia pun yang menolong atau sekedar bertanya kenapa aku sampai berdarah darah,. mereka seperti menutup mata mereka.
Lihat lah Tuhan, Entah dari apa engkau menciptakan aku dan kedua orang tuaku? sampai kami nampak menjijikan di mata mereka!
Jangan kan terlihat mulia di hadapanmu, di mata makhluk ciptaan mu saja kami sangat buruk!..
Ucapku dalam hati, air mata terus menetes sepanjang jalan. bukan hanya rasa sakit di beberapa bagian tubuhku. namun sakit saat melihat sebuah kenyataan bahwa masyarakat disini seperti tak pernah menganggap kami ada!
"Bu, Lea pulang" ucapku kala memasuki gubug yang jauh dari kata layak.
lagi lagi, tak ku temui ibu berada di tempat tidur, Lekas aku berjalan ke pintu belakang. dan benar saja ibu tengah duduk di samping makam Ayah,
"Bu, ibu sedang apa? ibu kan harusnya istirahat biar cepat sembuh" ucapku pada ibu.
"Ibu lagi mencabuti rumput di makam Ayah mu, takutnya dia terganggu" jawabnya.
"Ya sudah, sekarang ibu masuk ya" ucapku
"Kamu kenapa Nak? kok luka luka begini?" jawab ibu setelah berdiri dan menghadap ke arah ku.
"Ah, tidak apa apa Bu, tadi Lea jatuh pas lagi jalan, terus wajah Lea kena trotoar jalan, jadi gini" ucapku berbohong, tidak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya pada ibu, apalagi bahwa tadi aku hampir saja di bunuh lelaki setan itu.
Kami pun berjalan masuk, lekas aku memberi makan ibu, walau dengan nasi putih Saja. karna telur yang ku beli tadi pecah saat terjatuh.
Dasar bodoh, kenapa aku sampai tidak bisa berhati hati dan menahan diri, kalau aku tidak se ceroboh tadi pasti ibu bisa makan dengan lauk nya,
"Maaf ya Bu, ibu cuma makan dengan nasi saja, tadi telur yang Lea beli pecah saat Lea jatuh" ucapku tak enak hati
"Tidak apa Nak," jawab ibu.
Ibu banyak sekali berubah, tak banyak bicara walau dengan ku.
tidak seperti dulu. dia selalu menjadi penyemangat bagi ku dan Ayah. walau kami jarang sekali bisa makan nasi tapi kami selalu bisa melaluinya dengan kekuatan yang selalu ibu berikan pada ku dan Ayah,
Sekarang tidak ku temukan sosok ibu yang dulu, dia tidak banyak bicara. lebih sering menghabiskan waktu di makam ayah.
tidak pernah keluar rumah. dan selalu menutup diri.
Entah kenapa? aku merindukan sosok ibu yang dulu,
Ayah, rupanya kepergian Ayah bukan hanya meninggalkan luka dan dendam dalam diriku.
tapi Ayah juga membawa sebagian dari ibu,
sampai kini ibu sangat berubah. tidak seperti yang aku kenal dan lihat dulu....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments