HIJRAH
Malam itu hujan turun dengan derasnya, Kilatan petir saling bersahutan. Derayan air mata akan Rasa takut yang menyelimuti seluruh sanu bari. Sebuah Gubuk dengan berdindingkan Bilik bambu yang rapuh dan bolong di beberapa bagian. Atap Rumah yang sudah di penuhi dengan kebocoran.
Aku Duduk di sebuah Tikar dengan kasur lantai yang sudah sangat usang dan lepek.
Jangan kan untuk tidur, untuk duduk saja aku masih terganggu oleh tetesan air hujan yang jatuh membasahi pucuk kepala ku. Ada rasa lelah dan letih. karna seharian ini aku bekerja banting tulang demi mencari makan. dan berjuang melawan keras nya kehidupan.
tinggal seorang diri di sebuah gubuk tua, membuat ku kesulitan membetulkan atap yang sudah bocor banyak.
Jangan di tanya mengapa tidak berteduh, karna hampir semua bagian rumah bocor karna tidak ada yang bisa membetulkan...
karna kedua orang yang menjadi semangat dan penopang ku telah tiada.
"Aku Lea Patmawati, Aku terlahir dari keluarga yang jauh dari kata berkecukupan, Ayah ku bekerja sebagai tukang parkir. dan ibuku bekerja sebagai penjual rempeyek yang ia ambil dari orang lain.
Jangan kan untuk melanjutkan sekolah ke Sekolah Menengah Pertama/SMP
untuk makan. sehari hari saja kita sudah sangat kesulitan.
Aku terlahir sebagai anak tunggal, Aku tidak begitu memiliki banyak teman. karna kehidupan ku yang menyedihkan rata rata dari mereka malas berteman denganku.
Kini Usiaku genap 14 tahun, Pada Anak anak seusiaku. mereka masih memakai seragam sekolah. belajar dan bermain bersama teman teman di sebuah gedung. yang menyimpan banyak sekali ilmu untuk menyongsong masa depan.
Sesekali ada rasa sakit dan iri. jika melihat anak sebaya ku sedang asik nya berlarian di sebuah sekolah.
Namun kerasnya kehidupan membuatku harus bisa menerima semua dengan lapang dada.
Ayah yang berusia hampir setengah abad itu.sejak pagi sekali sudah pergi kesebuah minimarket dimana tempat ia mengatur beberapa kendaraan. dan menjadi tempat ladang usahanya untuk menafkahi kami berdua.
Ibu setelah bergelut dengan pekerjaan dapur. dan melepas Ayah pergi lekas pergi untuk mengambil Rempeyek dan berjualan.
Tinggal di kota besar, tidak luluh membuat semua warga mendapat kan kehidupan yang bagus, Aku setelah menyantap nasi goreng yang hanya di bumbui dengan garam dan penyedap rasa. yang bahkan nasi nya begitu kering.karna kekurangan minyak.
Aku berjalan ke pasar, tempat ku mencari rupiah. untuk membantu kehidupan kami.
Bekerja sebagai penjual plastik keliling, hanya bisa membawa uang 2 sampai 3 ribu dalam sehari.
Tapi ibu selalu bersyukur akan rejeki yang telah Allah beri pada kami, walau tak jarang kita hanya makan di pagi hari. dan minum air putih untuk makan malam kami.
kelaparan bukan lagi hal yang aneh bagi kami bertiga. beberapa kali ku lihat Ayah mengusap air mata nya jika kami tidak ada makanan sama sekali untuk mengisi perut yang keroncongan.
Namun ketangguhan ibu selalu membuat kami kuat dan kuat.
Hari itu.......
Entah kenapa jantung ku berdetak begitu cepat nya. sejak semalam aku tidak bisa tidur dan hanya ingin menatap Ayah yang tengah tertidur dengan lelap nya.
Dengan menggunakan kaos atasan oblong yang bolong di beberapa bagian. dan celana pendek yang di kasih orang beberapa tahun yang lalu.
Ayah tidur dengan lelap berselimutkan sebuah sarung yang penuh dengan tambalan.
seharian bekerja mencari rejeki pasti membuat tubuh nya yang sudah tidak muda lagi membuatnya lelah. sampai tidur begitu lelapnya.
Malam ini bintang begitu banyak di atas langit
Aku yang tidak bisa tidur karna rasa gelisah yang sedari siang melanda diriku
hanya duduk di sebuah sudut gubuk kami sambil terus menatap Ayah.
Sampai Pajar pun tiba aku masih tidak bisa tertidur.
Ayah menyeruput kopi tanpa gula yang di buatkan ibu setiap pagi.
Hari ini kami tidak sarapan. hanya bisa meminum air hangat sebagai pengganjal perut di pagi hari. dan berharap akan ada rejeki di siang hari agar kami bisa makan nasi.
"Ayah pamit dulu ya Bu, Lea Ayah pergi dulu jaga ibumu bapak titip dia ya, Ayah sayang kalian berdua" ucap Ayah seraya berjalan pergi meninggalkan gubuk kami.
Entah kenapa ada rasa berat di dada kala melihat langkah Ayah yang meninggalkan rumah. padahal setiap hari Ayah memang pergi bekerja.
Sudah hampir satu bulan ini Ayah selalu berpamitan dan menyuruhku menjaga ibu?
Ibu pun sudah bersiap untuk pergi berjualan. Aku dan ibu berpisah di sebuah persimpangan jalan. aku berjalan menuju pasar tempat ku mendapat rejeki.
Hari ini aku merasa begitu lemas. sampai harus beberapa kali duduk untuk memulihkan tenaga. Mungkin karna pagi ini aku tidak sarapan jadi badan tidak memiliki tenaga untuk berjalan mengitari pasar.
Sore itu langit begitu gelap. awan hitam mulai nampak nya sudah tidak sabar untuk membasahi bumi. lekas aku bergegas berjalan untuk pulang. hari ini aku mendapat rejeki karna membantu seorang ibu yang membawa banyak belanjaan. aku di berikan upah 15 ribu. di tambah dengan hasil berjualan plastik 2 ribu. jadi totalnya ada 17rb.
Sebelum pulang aku membeli beras satu liter. dari hasil kerjaku hari ini. aku juga membeli mie instan untuk lauk makan.
Rasa senang begitu menyelimuti hatiku saat ini. akhirnya setelah seharian menahan lapar. kami bisa makan nasi dan lauknya.
Aku berjalan setengah berlari tak sabar rasanya ingin segera berjumpa Ayah dan Ibu di rumah. Ku tatap langit sudah semakin gelap.
"Bu, ibu Lea bawa beras Bu. ayo di masak Lea sudah lapar" ucapku seraya masuk rumah.
"Alhamdulilah Nak, kamu dapat rejeki hari ini. Sini ibu masak nanti kita makan bareng Ayah ya" jawabnya seraya menyambut beras di tanganku.
Aku pun bergegas mandi untuk membersihkan tubuhku yang sudah sangat lengket karna seharian ini berjibaku di pasar.
Hujan sudah mulai turun. dan meninggalkan suara gemuruh yang mulai bersahutan. namun Ayah masih belum kunjung pulang.
Aku dan ibu yang setia menunggu nya. dan menatap sebuah baskom yang berisikan nasi yang telah matang. tak sabar rasanya ingin segera menyantap nasi di hadapanku.
"Tot,Tok,Tok .....
Suara pintu yang terbuat dari triplek pun di ketuk dari luar, namun aku mendengar ada beberapa orang di balik pintu tersebut.
.Apa Ayah membawa teman nya ke rumah?
Ibu segera membuka pintu yang hanya di kunci menggunakan sebuah kayu sebagai penyangga.
Jantung ku mulai berdetak kencang. tak sabar rasanya melihat senyum Ayah kala melihat ada nasi untuk kami makan malam ini,
Saat pintu di buka sempurna. beberapa orang lekas masuk dan membaringkan Ayah yang mereka bawa. Ada rasa sesak di dada. jantungku rasanya seperti tersambar petir di luar.
Ibu ber hambur memeluk Ayah yang terbaring tak bernyawa. darah segar masih keluar di leher nya yang banyak sekali lubang bekas benda tajam. bahkan ada luka di bagian dada ayah yang ikut mengeluarkan darah.
Wajah Ayah yang begitu ceria dan selalu menyayangiku. kini hanya terpejam dengan wajah yang sangat pucat pasi. Aku menghampiri Ayah yang memang sudah terbaring di depan ku.
Ku pegang tangan nya yang begitu dingin. ku goyangkan beberapa kali berharap ada sebuah keajaiban yang bisa membangunkan Ayah kembali..
Namun semua nya Nihil, Ayah masih tetap tidur lelap tanpa menoleh dan melihat ku.
"Yah, bangun Lea bawa Nasi untuk kita makan. malam ini kita bisa makan nasi Yah, kita gak akan kelaparan karna hanya minum air putih"
Ucapku seraya berbisik di telinga Ayah ku, berharap dia menyahut dan menyambut penuh senang karna kita bisa makan nasi.
"Yah, ayo bangun...."
beberapa kali aku berusaha membangunkan Ayah, namun Nihil dia masih tetap tidak bangun.
ku pegang Dada nya yang mengeluarkan darah,
ku lihat leher nya yang begitu banyak lupa sayatan. Sesakit apakah rasanya?
sampai Ayah tidak bisa mengatakan pada kami.
Rupanya ucapan Ayah tadi pagi adalah ucapan terakhirnya.
mengapa hidupku begitu mengenaskan. sampai di saat hari terakhir Ayah ku. dia harus pergi dalam keadaan perut yang
kosong tanpa makanan.
dan mengapa Ayah harus pergi dengan jalan seperti ini?
"Kenapa Ayah saya pak?" tanya ku pada salah satu bapak yang hendak menyusul rekannya yang sudah pulang.
"Kalian yang sabar ya!" jawabnya.
"Kenapa Ayah saya bisa begini pak? siapa yang tega melakukannya" tanyaku
"Ayah mu di tusuk oleh seorang preman. saat preman tersebut hendak memalak ayah mu, namun Ayah mu enggan memberikan semua uang nya karna ingin membeli beras, namun dengan ganasnya preman tersebut memukuli ayah mu. dan dia menusuk dada Ayah mu sampai tersungkur, tak cukup disitu. ia menghujam beberapa kali pisau ke leher Ayahmu. sampai Ayah mu meninggal di tempat" jawabnya sambil tertunduk.
"Siapa preman itu pak" tanyaku penuh sesak di dada.
"Si Jalu yang biasa ada di lampu merah" jawabnya.
preman bernama Jalu itu memang terkenal kejam dan buas, dia tak segan melukai orang yang berani melawannya.
dia beberapa kali masuk penjara. namun saat keluar dia akan semakin jahat dan merajalela. entah kenapa tidak pernah dia mendapat hukuman mati dari kepolisian. padahal beberapa kali dia melukai orang . dan bahkan sampai ada yang meninggal. dan sekarang salah satunya adalah Ayahku.
"Kenapa tidak ada yang menolong Ayah? apa preman itu sudah di bawa ke kantor polisi!" tanyaku sambil menahan tangis.
"Kamu jangan bodoh, siapa yang berani melawannya. kalau kami membantu Ayah mu. maka kami juga akan menjadi korban berikutnya. dari pada banyak korban karna amarah si Jalu. lebih baik hanya satu korban saja" jawabnya
Bapak itu pergi meninggalkan kami bertiga. ibu masih memeluk tubuh Ayah. aku berdiri tak sanggup rasanya melihat semua ini.
sebegitu di segani nya kah preman itu? sampai orang orang tak ada yang berniat menolong Ayahku?
apa karna kami orang susah. jadi nyawa kami tidak begitu penting?
Kenapa kehidupan begitu keras bagi kami?
kenapa tuhan tak adil. mengapa dia memberikan ujian melebihi batas kemampuan kami!
Aku duduk dan melihat Ayah. beberapa saat setelah kami berhambur dan meluapkan segala sesak di dada.
"Bu, ayo kita urus bapak. kasihan dia Bu" ucapku pada ibu.
karna pakaian bapak bukan hanya penuh dengan darah. melainkan basah karna terkena air hujan.
Rasa senang yang sebelumnya ku harapkan. karna kami bisa makan dan imbalan nya aku akan melihat senyum bahagia di wajah Ayah dan Ibu.
.nyatanya semua tidak sesuai yang ku harapkan.
Aku dan ibu membuka pakaian terakhir yang di kenakan Ayah. dan menjadi saksi bisu kala kekejaman itu berhasil merenggut nyawanya.
Ada rasa tak kuat, kala melihat dada Ayah bukan hanya luka. melainkan robek dan bolong. mataku benar benar melihat sesuatu yang menakutkan. darah segar yang keluar dan daging di bagian dada ayah begitu jelas terlihat.
Aku dan Ibu membungkus Ayah menggunakan sebuah kain jarik yang kami miliki, kain yang sangat sudah usang. karna kami tidak memiliki uang untuk membeli kain kafan.
Sebelum ku bungkus tubuh ayah, aku dan ibu memandikan nya terlebih dahulu, dan ku balut beberapa Luka di tubuhnya. untuk menutup darah terus keluar.
Sepanjang malam aku dan ibu duduk di hadapan Ayah.
sampai pagi pun menampakan dirinya......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
mY
Astagfirullah, ini mengingatkan aku yg tdk pandai bersyukur 😭😭😭
2024-01-07
1
Muawanah
aku mampir nieh kak
2023-09-28
0
Susi Herawati
hai kak
2023-01-23
2