🌷🌷🌷
Theo menyentuh bibirnya. Bayangan berciuman dengan Anna tempo hari begitu mempengaruhinya. Sudah beberapa hari berlalu tapi rasa manisnya masih terasa begitu jelas. Ia masih begitu mabuk saat memikirkannya.
Hanya saja kali ini Theo diliputi ketakutan akibat dari ciumannya kemarin. Bagaimana kalau gadis itu menolak bekerja? Ya ampun ia mengacaukan semuanya. Ia akan semakin sulit memantau calon istrinya nanti. Kandidat ini adalah yang paling disukainya. Ia bahkan sudah tidak sabar memproduksi keturunan seperti desakan papa dan mamanya untuk memberikan cucu sekaligus penerus Maxwell Company.
Theo menghela nafas menenangkan diri. Apa pun yang terjadi ia harus melakukan semampunya. Tidak boleh ada kesalahan lagi.
Asisten rumah tangga sejatinya hanya lah simulasi kelak tugas istrinya nanti. Jadi ini hanya seperti membiasakan saja. Bibi Paula bahkan sudah sangat setuju dengan pilihan Theo mengenai Anna. Kalaupun Bibi Paula tidak setuju Theo akan memaksanya untuk setuju tapi untunglah semua berjalan lancar. Mengenai papa dan mamanya, asalkan Bibi Paula setuju semua akan aman.
Theo lalu berinisiatif mengirim ulang undangan makan malam yang tidak terlaksana kemarin. Siapa tahu hari ini adalah hari keberuntungannya. Meski tak mau berharap banyak, Theo sungguh berharap Anna mau memenuhi undangannya kali ini. Ia berharap hubungannya dengan Anna berjalan dengan lancar melalui ini.
Seolah melepas beban berat yang mengganjal dadanya setelah mengirim ulang undangannya lewat email, Theo kembali fokus bekerja. Urusan cintanya biar Tuhan yang menentukan. Ada banyak pertemuan dan rapat yang harus dijalaninya hari ini. Kalau kali ini Anna menolak. Ia akan memikirkannya nanti bagaimana ia harus berjuang untuk cintanya.
Anna berada di perpustakaan saat membaca email dari Theo. Beberapa hari ini emosinya sedang naik turun ingin marah, kesal, senang, bahkan sedih. Semua campur aduk di benaknya. Tapi begitu Anna mendapati undangan makan malam lagi. Dirinya langsung terkejut sekaligus senang. Kejadian kemarin mungkin sebuah ketidaksengajaan dan itu membuat Anna sangat malu terhadap dirinya.
Untunglah Theo yang lebih dulu menghubunginya. Anna ingin meminta maaf secara pribadi karena kali ini ia telah memutuskan untuk tidak bisa bekerja sama.
Hem, paling tidak makan malam waktu yang tepat mengatakan bahwa Anna harus mengundurkan diri dari pekerjaan ini.
🌷🌷🌷
Anna berdiri di depan asrama menunggu jemputan Theo. Theo mengatakan bahwa ia telah menyuruh seseorang menjemputnya sementara Theo menyiapkan sesuatunya.
Anna yang malam ini mengenakan dress selutut warna hitam dengan motif floral yang cantik menanti dengan tidak sabar. Meski dihatinya masih diliputi kecemasan Anna tak menampik ada rasa rindu tumbuh hatinya untuk berjumpa Theo. Bahkan Anna sampai berkeringat dingin ketika berada dalam mobil karena nervous. Ia sedikit bingung respons apa yang akan ditunjukkannya pada Theo nanti. Haruskah ia meminta pertanggung jawaban karena Theo telah mencuri ciuman pertamanya ataukah Anna harus berpura-pura lupa kalau pernah berciuman dan menganggapnya seolah tidak pernah terjadi sesuatu. Argh ...!
Sopir menghentikan mobil di depan kompleks apartemen mewah. Dengan sopan sopir tersebut membukakan pintu mobil. Sebelum pergi sopir itu menyerahkan secarik kertas kepada Anna.
Anna melihatnya sekilas, itu adalah nomor apartemen Theo. Hem... rupanya kali ini makan malamnya berada di apartemen. Jauh dari apa yang Anna bayangkan. Sejatinya ia ingin makan malam di tempat terbuka, seperti restoran atau kafe, tapi mungkin Theo yang tidak nyaman berada di tempat terbuka yang kemungkinan besar banyak orang yang akan mengenalinya. Hanya saja Anna takut kesalahan terjadi jika ia hanya berdua saja dengan Theo, seperti kejadian tempo hari di kamar asramanya.
Sesudah berusaha cukup lama mencarinya, akhirnya sampailah Anna di depan pintu apartemen Theo. Dengan ragu-ragu ia memencet bel, tak butuh waktu lama tuan rumah langsung membuka pintu sambil tersenyum manis.
Begitu mendapat telepon dari sopirnya bahwa Anna sudah sampai di apartemen, Theo langsung salah tingkah. Bagaimana responsnya nanti pada Anna? Apakah Theo harus jujur mengatakan bahwa ciuman kemarin begitu mempengaruhinya, ataukah ia harus pura-pura tidak terjadi apa-apa? Tapi tak bisa dipungkiri Theo sudah sangat rindu pada Anna. Sudah seminggu sejak ciuman itu mereka saling menjaga jarak dan tidak menghubungi satu sama lain.
Begitu bel berbunyi, Theo langsung membuka pintu dengan senyum merekah tersungging di wajahnya. Ia tak tahan untuk tidak tersenyum senang begitu melihat Anna berdiri di depan apartemennya.
Malam ini Anna terlihat sangat cantik dengan gaun hitamnya, rambut pendeknya membuat wajah manisnya bersinar. Theo sangat ingin memeluknya tapi Theo harus cukup puas hanya berjabat tangan saja.
Theo mengantar Anna ke meja makan, bukan meja makan biasanya di samping dapur tapi ini lebih seperti meja makan yang disesuaikan dan ditata sedemikian rupa sehingga memberi kesan romantis. Meja makan yang berlatar kan pemandangan kota yang indah dari atas balkon.
"Wow pemandangannya sangat indah di sini," kata Anna.
"Kamu suka?" ujar Theo setengah bertanya. Ia senang melihat Anna suka dengan pemandangan di apartemennya.
Anna mengangguk mengiyakan. Meski pemandangan indah membuatnya nyaman tapi jujur Theo adalah pemandangan yang paling Indah di sini. Theo yang paling ingin ditemuinya beberapa hari belakangan, Theo yang paling menghantui mimpinya telah ada di depannya dengan wajah tampan dan senyum menawannya.
"Duduklah, aku akan menghidangkan makanannya," perintah Theo.
Anna menurut. Tapi alih-alih melihat pemandangan Anna ke luar balkon, ia lebih memilih melihat Theo yang sibuk di dapur.
Theo terlihat sangat tampan seperti biasa. Rambutnya yang panjang di bagian tengah menjuntai lembut ke samping, tanpa pomade Theo terkesan lebih natural.
Jika ini adalah pertemuan formal, style pompadour-nya akan terlihat lebih rapi, sayangnya ini hanya makan malam biasa. Theo mengenakan kemeja putih dengan lengan panjang yang digulung, sangat gentle. Anna sampai tak berkedip memandangnya.
Tak lama kemudian hidangan pasta pun tersaji di atas meja. Theo menuangkan segelas wine lalu duduk di depan Anna.
"Silakan, semoga suka."
"Kamu masak sendiri?"
"Ya, tapi mungkin rasanya tidak terlalu enak."
"Jangan merendah, baunya saja seharum ini. Pasti rasanya enak sekali," Anna menyanjung Theo.
Mereka makan dengan sedikit canggung. Sebenarnya ini baru pertemuan ketiga mereka. Mereka belum terlalu akrab.
"Apakah kamu tinggal di sini Pak Theo?" tanya Anna penasaran.
"Ya, dan jangan panggil aku pak, cukup Theo saja."
"Kita belum terlalu akrab sampai harus memanggil nama depan," kilah Anna.
"Kamu berkunjung ke rumahku, aku berkunjung ke kamar asramamu, dan sekarang kita makan malam di apartemenku, kita bahkan berbagi ciuman. Bukankah kita sudah sangat dekat?" terang Theo panjang lebar.
Demi mendengar kata ciuman. Anna menunduk malu sambil menggigit bibirnya. Ya ampun, Anna berusaha melupakan ciuman itu tapi Theo mengingatkannya lagi.
"Jangan menggigit bibirmu, itu menggodaku untuk menciumnya," ujar Theo memperingatkan. Untung saja mereka di pisahkan meja yang lebar. Kalau tidak Theo sudah ******* habis bibir itu.
Mereka lalu menghabiskan makanan dalam diam. Theo lalu menghidangkan es krim untuk hidangan penutup. Anna langsung berbinar-binar. Es krim selalu menjadi favoritnya.
Begitu es krim dihidangkan, Anna langsung mencicipinya. Rasa dingin dan lembut es krim vanila ini langsung lumer di mulutnya.
"Ya ampun mmmmm.... es krim ini sangat enak," ujar Anna sambil menjilati bibirnya. Bibirnya mendesis nikmat. Rasa es krim mahal memang berbeda.
Hanya saja Anna benar-benar tidak tahu bahwa Theo sudah menahan diri dari tadi. Matanya menggelap melihat Anna yang begitu menikmati hidangan penutupnya. Bagaimana bisa makan es krim bisa menjadi sesensual ini? Batinnya. Anna benar-benar punya daya tarik besar.
"Kamu sangat suka es krim, ya?"
"Ya, dan es krim ini sangat enak, lebih enak dari yang biasa aku makan."
"Kau mau lagi? aku masih punya banyak," ujar Theo menawarkan.
"Sudah, sudah. Ini sudah cukup, jika aku makan semuanya, bisa-bisa aku menggemuk nanti," gurau Anna.
"Kau terlihat kurus menurutku. Ini, makan punyaku juga," kata Theo, yang menyodorkan es krim miliknya. Ia lebih suka menonton Anna makan daripada menghabiskan makanannya dan melewatkan waktunya melepas rindu. Ia ingin merekam semua tentang Anna dalam ingatannya.
Anna terkekeh melihat es krimnya yang telah habis berganti penuh karena ia ditawari menghabiskan es krim milik Theo. Sejujurnya ia ingin menolaknya karena malu tapi es krim adalah salah satu kelemahannya. Namun rasa sukanya tetap mengalahkannya, akhirnya dimakannya juga es krim di depannya dengan bahagia.
"Masih ada di kulkas aku akan membawakanmu nanti."
Anna langsung ingat dengan bingkisan yang di bawanya. Diserahkannya pada Theo sambil berujar, "aku minta maaf sepertinya aku tidak bisa mengambil pekerjaan ini." Anna lantas menyerahkan bingkisan yang telah disiapkannya tadi.
Wajah Theo langsung berubah kecewa tapi diterimanya juga bingkisan itu.
"Tidak apa-apa jika kau menolak pekerjaan itu, tapi kuharap kita masih bisa berteman," ujar Theo berharap.
Anna mengangguk dan tersenyum manis.
Selesai dengan makan malamnya. Theo meminta Anna menemaninya minum sambil memandang pemandangan malam di balkon apartemennya.
"Sebagai awal pertemanan kita," kata Theo sambil mengarahkan gelasnya mengajak bersulang.
"Aku tidak terlalu kuat minum," aku Anna.
"Coba saja, satu dua gelas tidak akan membuatmu mabuk," ucap Theo menenangkan.
Tapi ternyata Anna langsung mabuk di gelas kedua. Anna memang tidak berbohong. Rupanya gadis ini tidak bisa mentoleransi alkohol.
Theo memindahkan gadis itu di sofa. Ia duduk di samping Anna dan melihatnya meracau. Wajah Anna yang memerah, dan itu membuatnya terlihat sangat menggemaskan.
"Aku butuh uang tapi aku tidak bisa bekerja. Aku malu karena sudah berciuman dengan calon bosku," ucap Anna sambil memeluk bantal sofa.
Theo tertawa kecil, Anna menolak karena mereka telah berciuman. Ya ampun, sepertinya benar dugaannya. Tapi se-malu apa yang bisa ditimbulkan dari berciuman.
"Padahal itu ciuman pertamaku. Argh ... aku malu sekali," Anna menutup wajahnya dengan bantal.
Eh ... ciuman pertama. Astaga! Theo ikutan shock mendengarnya. Ciuman saja tidak pernah apalagi... oh My God! Gadis ini masih virgin. Miliknya langsung menegang mendengar kata gadis. Jika ia bisa menikahinya, ia akan menjadi yang pertama. Seulas senyum tersungging di bibir Theo.
Theo melihat Anna yang terkapar di sampingnya. Gaunnya sudah naik sampai pahanya. Kulitnya yang bersih terlihat menyembul dari gaunnya yang tersingkap.
Theo menutup gaunnya, jika makin lama melihatnya ia tidak akan kuat menahan diri. Ia harus memindahkan Anna ke kamar dan membiarkannya tertidur. Mudah saja bagi Theo mengangkat Anna yang mungil untuk ukuran orang setinggi dirinya.
"Theo, aku malu turunkan aku,” gumam Anna. Rupanya ia belum benar-benar tidur. “Eh ... ternyata kamu tampan ya dari dekat. Ya ampun rambutmu sangat lembut, panjang dan indah. Dan baunya harum sekali, parfum yang manis. Theo, kenapa sangat panas. Aku merasa gerah. Apakah kamu tak punya kipas angin? Rumahmu kenapa sangat lebar," Anna mengoceh di gendongan Theo.
Theo berjalan pelan ke arah kamarnya. Ia sempat memilih antara kamar tamu atau di kamarnya. Tapi Theo benar-benar ingin Anna berada di kamarnya. Theo ingin memandangnya semalaman. Theo ingin malam ini Anna menjadi miliknya. Theo sudah tidak sabar.
🌷🌷🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
may
Eh🤭
2023-10-22
0
Resty💅💅💅
astagaaa itulah dilarang minum yg memabukkan anna
2021-10-08
0
🅟🅡🅘🅝🅒🅔🅢🅢
makin seru😋😋😋
2021-10-08
0