3

🌷🌷🌷

Anna mematut dirinya di cermin memastikan penampilannya sopan dan rapi karena kali ini ia akan melakukan wawancara. Ia ingin terlihat baik, kesan pertama sangat penting.

Dan sayangnya kali ini Irene tidak ada. Irene tentunya bisa membantu Anna mengaplikasikan make up tipis flawless. Karena Irene tidak ada, maka Anna hanya menyapukan bedak dan lipstik warna coral untuk membuat penampilannya segar namun tidak berlebihan.

Satu hal yang mengganjal pikiran Anna, hal yang membuatnya tidak habis pikir. Bagaimana bisa tes itu dilakukan di gedung Maxwell Company. Tidakkah pekerjaan ini terlalu biasa sampai harus tes wawancara di gedung mewah.

Dengan pakaian formal terbaiknya Anna mantap berangkat menggunakan taksi. Setahunya Maxwell Company berada cukup jauh dari asramanya. Hanya saja Anna belum pernah ke sana. Jadi ini akan menjadi yang pertama baginya mengunjungi sebuah gedung perkantoran.

Begitu sampai Anna dibuat tercengang. Gedung ini luar biasa tinggi dan megah, lebih mewah dari yang dibayangkannya. Tulisan Maxwell Company dengan huruf kapital yang besar mengintimidasinya.

Anna langsung menuju meja resepsionis yang juga sangat mewah dengan para resepsionis yang cantik dan anggun seperti gambaran model-model cantik majalah.

"Selamat datang di Maxwell Company. Ada yang bisa saya bantu Nona...."

"Anna, Annamarie Hayden. Dan ya, di manakah letak tes wawancara asisten..." Anna memberi jeda karena ragu, bukankah ini seperti lelucon jika tes wawancara asisten rumah tangga di sebuah gedung perkantoran.

"Maaf Nona Hayden, sepertinya anda melupakan sesuatu, tes wawancara personal asisten telah di adakan kemarin."

Anna terhenyak. Bagaimana mungkin ia bisa salah informasi. Ia telah membacanya berulang kali. Bukankah yang di maksud di sini asisten pribadi, dan Anna mendaftar asisten rumah tangga.

Ya ampun, apa yang terjadi ini? batin Anna.

Nona resepsionis itu masih menyunggingkan senyum patennya berusaha tetap sopan tapi Anna tahu ia pasti terlihat sangat lucu. Ia belum bisa percaya kalau ia melupakan tanggal wawancara.

Anna lantas menunjukkan salinan email yang diterimanya. Untung saja kemarin ia sempat mengcopy nya. Di situ tertulis dengan jelas bahwa ia diminta datang hari ini.

Begitu membaca salinan email dari Anna, wajah cantik sang resepsionis itu pun berubah serius. Ia kemudian melakukan sambungan telepon, berbicara sesuatu sambil mengangguk-angguk dan sesekali melihat Anna.

Anna menunggu dengan tidak sabar, gedung ini membuatnya frustrasi. Kalau memang ini sebuah lelucon ingin sekali ia secepat kilat menghilang dan mengurung diri dalam kamarnya yang nyaman.

"Nona Hayden, ternyata Anda sudah ditunggu. Mari saya antar ke ruang interview," ucap resepsionis tersebut.

Anna hanya mengangguk. Untunglah benar-benar bukan lelucon. Ia lalu mengikuti resepsionis tersebut dan memasuki lift. Mereka lantas naik sampai lantai 40. Ia cukup heran kenapa hanya sebuah interview harus di lantai setinggi ini?

Seorang staf perempuan yang lain menyambut mereka. Seorang wanita berambut pirang yang disanggul rapi. Wanita yang sangat cantik, rapi dan efisien. Ia memperkenalkan diri dengan nama Amber. Amber lalu mengambil alih mengantar Anna.

Anna mengangguk berterima kasih kepada resepsionis tersebut sebelum berlalu mengikuti Amber. Bangunan di sini terlihat sangat bagus. Nuansa hitam dan putih yang tentu saja mengintimidasi. Mungkin Design seperti ini sengaja di buat demi aura seperti itu.

Anna harus mengikuti Amber yang berjalan begitu cepat. Langkah kaki Amber mungkin biasa baginya tapi tidak bagi Anna yang kecil, dengan tinggi badan yang menjulang tentu Amber terbiasa berjalan cepat dan itu cukup merepotkan bagi Anna.

Anna sampai tidak bisa menikmati isi gedung yang menurutnya sangat indah dan konsepnya sangat bagus. Modern sekaligus ramah lingkungan. Banyak tanaman asli di tiap jarak tertentu. Semua sangat proporsional. Tidak berlebihan.

Mereka tiba di depan pintu yang tertutup. Amber mengetuk pintu dengan ritme yang bagus. Anna sampai heran apakah ada manner tertentu untuk mengetuk pintu?

"Nona Hayden sudah tiba."

"Masuk." Sahut suara seorang pria dari dalam.

Mungkin kah ini penipuan, pewawancaranya pria, batin Anna sedikit takut. Tapi mungkin kah mereka melakukan penipuan di gedung perkantoran terkenal? Sangkalnya. Ia berusaha membuat pembenaran untuk menenangkan diri.

Amber lalu mempersilahkan Anna masuk. Begitu Anna membuka pintu ia dikejutkan dengan suasana temaram di dalam ruangan. Seperti bekas rapat presentasi. Seorang pria duduk di seberang dengan banyak berkas di depannya.

"Excuse me..." ucap Anna meminta perhatian. Karena dilihatnya pria itu sangat fokus apa yang ada di depannya.

"Nona Hayden, silakan duduk." Kata pria tersebut menoleh sebentar. Hanya sebentar kemudian larut lagi dengan laptopnya.

Bangku di ruangan ini berbentuk U dengan layar proyektor yang masih menyala. Ada gambaran desain sebuah ruangan yang terlihat seperti apartemen. Anna mengamati sekitar dengan agak takut. Ia tidak terlalu suka ruangan gelap. Gelap itu seperti sebuah misteri yang membuatnya bingung. Ruangan gelap ini membuatnya tidak nyaman.

"Masih ada yang harus kuselesaikan. Semoga Nona Hayden tidak keberatan jika aku menyelesaikan ini terlebih dahulu," ucap pria itu meminta izin. Kali ini ia memandang Anna dengan tatapan intens.

Anna mengangguk tak tahu harus merespons apa. Apakah ia datang di jam yang salah?

"Sure, tak apa-apa selesaikan saja dulu. Aku bisa menunggu," jawab Anna.

"Baiklah, buat dirimu nyaman. Mau minum apa?" tanya pria itu lagi.

Jujur Anna ingin menanyakan siapa nama pria tersebut. Tapi ini bahkan belum masuk sesi interview, Anna tidak mungkin menanyakannya.

"Air putih saja, Pak," jawab Anna tanpa bisa mengatakan nama lawan bicaranya. Ia terlalu cemas untuk mengingat nama yang tertera di salinan email-nya, yang sekarang dengan sembrono tertinggal di meja resepsionis.

Tak seberapa lama Amber membawa segelas air putih, sepiring kecil roti isi daging, dan camilan dalam porsi kecil yang ke semuanya dibawa dalam sebuah nampan.

Anna mengucap terima kasih pada Amber, yang dibalas dengan senyuman profesional yang sangat manis.

Kenapa semua wanita di kantor ini sangat cantik? Gumamnya dalam hati. Seperti dunia lain saja.

🌷🌷🌷

Theo memandang gadis di seberang lewat layar laptopnya, gadis yang diketahuinya bernama Anna. Ia ingin memastikan kalau gadis ini adalah gadis yang dilihatnya di pesta. Dan sepertinya benar, gadis ini adalah gadis yang menolak jasnya. Gadis yang bahkan tidak meliriknya dua kali. Suatu takdir tanpa perlu mencari gadis ini sudah ada di depannya sekarang.

Sikapnya pun tak berubah seperti saat mereka bertemu di pesta. Kali ini pun begitu, Anna begitu canggung. Ia terlihat sesekali mencuri pandang ke arahnya yang seolah-seolah sibuk berkonsentrasi dengan laptopnya padahal sejatinya Theo sedang menyalakan fitur video dan sedang sibuk mengamati Anna dari layar laptopnya. Namun, saat Anna tidak menyentuh sedikit pun makanan dan minuman yang diberikannya, Theo memutuskan menyudahi acara pura-pura sibuknya.

"Ehem..." Theo berdeham sembari menutup laptopnya dan fokus melihat lawan bicaranya.

Anna terkejut karena suara yang di buat Theo. Pasti ia sedikit melamun tadi sehingga tidak menyadari bahwa pewawancaranya sudah selesai dengan kesibukannya. Ia sampai malu karena pewawancaranya sampai harus berdeham untuk membuatnya fokus.

"Kenalkan nama saya Annamarie Hayden, panggil saja saya Anna. Saya datang atas balasan email yang mengatakan bahwa saya harus mengikuti interview di gedung Maxwell Company pada jam sekian, apakah saya betul?" ujar Anna memperkenalkan diri sekaligus memastikan.

"Ya," jawab Theo singkat. Ia lalu bangkit dan berjalan ke arah Anna.

Anna menyadari bahwa pria pewawancaranya sangatlah tinggi. Tak hanya tinggi tapi juga luar biasa tampan. Dirinya terlihat seperti anak-anak jika di sampingnya. Anna ikut berdiri ketika pria itu berdiri di samping kursinya.

"Namaku Theo Natanael Maxwell, CEO Maxwell Company, panggil saja Theo. Salam kenal," kata Theo sambil mengulurkan tangannya.

"Salam kenal, Tn. Maxwell."

Anna menjabat tangan Theo dengan tangan mungilnya.

Ada getaran asing menjalar di hati Theo saat tangannya bersentuhan dengan Anna. Hanya dengan berjabat tangan, Theo merasa Anna ikut menggenggam hatinya. Sensasinya begitu indah sampai ia enggan melepaskan genggamannya.

Anna hanya menunduk malu saat Theo tidak kunjung melepaskan jabat tangannya.

Ketika Theo melepaskan genggaman tangannya, ia langsung duduk di kursi di samping Anna dan tidak kembali ke meja tempatnya tadi.

"Aku membutuhkan asisten rumah tangga di rumahku. Karena aku sangat sibuk, aku minta maaf jika kita membicarakan ini di kantorku. Bagaimana kalau kita membicarakannya selagi makan siang."

"Di sini sudah cukup, terima kasih," jawab Anna. Ia merasa di sini sudah cukup. Tidak perlu melewati batas.

"Aku memaksa," ucap Theo sambil menatap Anna penuh harap.

"Ah, baiklah," ujar Anna akhirnya. Ia cukup salah tingkah dengan ajakan itu. Ia berharap Theo sedang tidak mempermainkannya.

"Lihat, kamu bahkan tidak menghabiskan camilan mu. Aku ingin kamu cukup makan jika harus bekerja denganku. Aku khawatir kamu jatuh sakit dengan tubuh sekurus ini," ujar Theo sambil menunjuk makanan yang masih utuh.

Anna sedikit tidak nyaman dikomentari tentang tubuhnya. Ia merasa diragukan tidak bisa bekerja keras dengan tubuh ini.

"Jangan khawatir Tuan Maxwell. Aku biasa bekerja keras dan aku sangat rajin," Anna meyakinkan Theo.

"Aku percaya itu, tapi ngomong-ngomong panggil aku Theo, aku tidak ingin dipanggil seperti nama perusahaan. Apalagi kita akan bekerja di ruang privat jadi tak perlu bersikap formal."

Anna mengangguk.

"Asistenku, Amber akan membuatkan surat perjanjian kerja sama. Amber akan mengirimkannya via email. Kamu bisa mempelajarinya nanti sebelum menandatanganinya."

Lagi-lagi Anna hanya bisa mengangguk.

Theo lalu mengisyaratkan Anna untuk mengikutinya. Anna pun menurut. Mereka berjalan ke luar gedung. Setiap orang yang berpapasan dengan Theo tak peduli tua muda semua menunduk. Sambil menyapa dengan sopan. Anna melihat bahwa orang yang akan menjadi bosnya ini benar-benar orang yang luar biasa.

🌷🌷🌷

Kali ini Anna berada di dalam mobil yang membuatnya sangat canggung. Duduk dengan calon bosnya di dalam mobil yang luar biasa mewah. Mobil Cathy memang mewah tapi mobil ini seperti mobil orang yang benar-benar tidak butuh uang. Tak heran CEO perusahaan sebesar Maxwell Company memang sangat kaya.

Anna sedikit melirik Theo yang duduk diam di sampingnya. Terlihat tampan namun kesepian. Sama sepertinya. Bedanya Anna tidak punya apa-apa tapi pria ini punya segalanya.

"Ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya Theo. “Kamu bisa mengatakannya sekarang," lanjutnya saat ia mengaktifkan penghalang sehingga sopir tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Kita akan ke mana?" tanya Anna polos.

"Makan siang."

"Di mana?"

"Di rumahku."

Anna langsung panik dan tak sadar menggigit bibir bawahnya.

Theo melihatnya dan itu membuatnya tidak nyaman. Ia ingin menggigit bibir tipis itu juga.

"Bisakah kamu tidak menggigit bibirmu, itu sedikit menggangguku."

"Maaf," jawab Anna. Ia sendiri bahkan tidak menyadari bagaimana ia bisa berakhir dengan menggigit bibirnya. Itu di luar sadarnya.

"Tak perlu minta maaf."

Mobil berhenti di sebuah rumah yang luar biasa besar. Anna terhenyak. Ini pasti alasan bayarannya sangat mahal. Karena yang harus dibersihkannya sangat banyak. Anna termenung sampai Theo mengajaknya masuk. Mereka langsung menuju teras belakang yang luas. Ada kolam renang yang besar dengan pemandangan taman yang indah.

Seorang wanita paruh baya datang menyambut Theo.

"Selamat datang, Tuan muda. Dengan siapa nona cantik ini?" tanyanya seraya mengulurkan tangan ke arah Anna.

Anna menyambutnya uluran tangan wanita tersebut sambil memperkenalkan diri.

"nama saya Annamarie Hayden. Panggil saja Anna, salam kenal."

"Saya Paula, Bibi Paula. Kepala pelayan di sini."

Anna mengangguk-angguk.

"Tolong siapkan kami makan siang," perintah Theo.

Bibi Paula mengangguk lalu meninggalkan mereka berdua di kursi taman. Ada kolam renang yang besar seperti punya keluarga Cathy. Rasanya pasti segar jika berenang di sana di cuaca siang yang terik.

"Aku akan mengantarkan kamu berkeliling sampai makanannya siap," kata Theo sambil mengisyaratkan pada Anna supaya mengikutinya.

"Ini tempat favorit saya, katanya sambil menunjuk kursi di samping taman. Aku biasa menghabiskan waktu membaca buku di sini."

Banyak ruangan di rumah ini dan Anna belum bisa mengingat semuanya. Dari sekian banyak yang dilihatnya yang paling menarik minatnya adalah kamar tidur bosnya. Kamar itu luar biasa besar dan mewah. Desainnya maskulin dan sangat cocok menggambarkan seorang Theo. Tapi yang mengejutkan adalah Anna akan menempati kamar di samping kamar Theo.

"Ada banyak kamar tamu, kenapa aku harus di sini?" tanya Anna tak mengerti, mungkin ia lancang karena bertanya tapi ia benar-benar tidak habis pikir.

"Aku merekrutmu secara pribadi, aku ingin kamu mengurusi keperluanku."

Sebelum Anna menanyakan hal yang lain. Seorang pelayan muda yang lain menghampiri mereka mengatakan bahwa makan siang sudah siap. Anna menelan lagi pertanyaan yang menggantung di bibirnya. Baiklah, mari kita lihat apa yang akan terjadi besok.

🌷🌷🌷

Terpopuler

Comments

may

may

Seperti bukan di bumi🤭

2023-10-22

0

Ⓤ︎Ⓝ︎Ⓨ︎Ⓘ︎Ⓛ︎

Ⓤ︎Ⓝ︎Ⓨ︎Ⓘ︎Ⓛ︎

ada lagi gak lowongan kerja kayak gitu 😄

2021-12-10

0

lee ailee

lee ailee

segabut itu nyari istri Theo 😁 orang kaya mah bebas ya😄

2021-11-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!