ROSETA
(2019, Negara A)
Tempat ini bisa dibilang sempit, disamping kanan, kiri dan atas tergempit bahan berkayu. Jika diukur dengan meteran, mungkin hanya muat untuk badan tak lebih tinggi dan lebar dari satu meter saja.
Salah satu meja berkolom di ruang kerja lah yang sedang di buat jadi markas bersembunyi oleh buntelan kecil dengan gurat muka super serius dan tegang, jemari mungilnya sedang menari-nari di atas keyboards laptop yang ada di depannya, kombinasi rumit itu cepat di selesaikan untuk tujuan yang mungkin akan membuat hidupnya berubah, atau tidak?
Loading.
Loading.
Loading.
Not Found!
"Oke, aku akan mencoba satu kali lagi, semoga beruntung."
Lagi.
Bahkan untuk kali ini, keseriusan bertambah berkali-kali lipat, tangan lihai itu mengetik dengan kecepatan dua kali lipat, angka-angka di layar jika dilihat oleh orang awam pasti sangat membingungkan, tapi tidak untuk bocah kecil ini, semua yang terpampang di layar bagaikan makanan sehari-hari.
Klik.
Loading.
Loading.
Loading.
DNA matches!
Tangan mungilnya mengepal keudara, tawanya renyah dan hatinya berteriak gembira. "Awww," ia terpekik akibat lupa jika ia sedang bersembunyi di bawah meja hingga kepalan tangannya bertabrakan dengan kayu yang ada di atas kepala.
Sakit?
Pasti.
Tapi, rasa sakit itu terkalahkan dengan rasa bahagia yang membuat dada bertalu dengan hebat hingga sekantung senyuman lega lolos begitu saja. Ia telah menemukan apa yang seharusnya ia tahu.
"Yas, aku sudah berkali-kali mengatakan, jadi panggil aku jenius karena telah memenangkan permainan konyol ini." Bocah itu berkata pada dirinya sendiri sembari tersenyum smirk.
“Pertama, aku akan membuat arsip dulu.”
Setelah mengatakan itu, bocah cilik itu membuat satu dokumen yang berisi sesuatu yang baru saja ia dapatkan. Flash disk sudah tertancap di laptop itu ia jadikan eadah untuk menyimpan kenyataan penting yang akan ia bongkar suatu saat nanti.
“Lalu aku akan membuat satu draft dan dua buah email. Satu buatku dan satu buat adek.”
*Tak butuh verivfikasi* nomer telepon untuk sebuah email, bocah itu mampu membuat tanpa berbelit, memainkan jaringan media, internet adalah keahliannya, jadi tak butuh hal-hal seperti itu.
“Oke, aku simpan dulu draft ini, suatu saat aku akan mengirim untuk adek.”
Satu ketukan di sebuah tombol enter menjadi akhir dari bocah itu, karena semua sudah dibereskan dengan benar, sekantung informasi berharga telah ia dapatkan dan berbagai rencana selanjutnya sudah ia pikir dengan matang.
Sebuah pembalasan dendam. Mungkin tangan mungilnya belum mampu untuk meninju beberapa orang dewasa, nanti, ya, suatu saat nanti bocah itu akan mengepalkan sebuah punulan untuk satu-satunya orang yang memang pantas untuk mendapatkannya.
“Mommy, aku akan menjadi apapun untuk semua yang sudah kita alami bersama.”
Sembari mata berkaca-kaca, bocah itu mencabut flash disk dari laptop dan memasukkan ke dalam kantung celana.
"Kak….." suara panggilan itu berasal dari luar ruangan, bernada nyaring dan manis, sontak membuat pribadi yang bersembunyi di kolom meja membekap mulutnya sendiri.
“Aduh, gawat.” Maka, tak mau menunggu waktu lama. Bocah cilik yang bertransformasi sebagi spy dadakan di rumahnya sendiri itu semakin beringsut menyembunyikan diri. "Kakak masih punya waktu banyak untuk menjelaskan padamu dek, tapi tidak untuk sekarang.” ia bergumam sendirian.
Setelah ia mendengar suara ketukan langkah semakin menjauh dan menghilang, saat itu juga ia bisa bernafas dengan lega.
...\~\~\~...
(2022, Negara A)
"Mommy."
"Mommy."
"Hello, Mom? Mom...can you hear me?"
Bryna Samanta, gadis itu memanggil ibunya hampir putus asa sembari menuruni anak tangga, bersama bola basket tergapit antara pinggang dan tangan kirinya.
*"Mom*? Mom, where are you?" panggilnya lagi.
Tidak seperti biasanya Ibunya itu belum sadar dari mimpi. Tangan kanan Bryna menaruh ujung papan skateboard yang sedari tadi ia bawa untuk disandarkan di kursi makan.
"Ya Tuhan. Mommy dimana?" teriaknya lagi.
Bryna sangat yakin jika saat ini rumahnya bak sarang hantu tanpa penghuni makhluk hidup. Pemandangan di depannya begitu jelas terlihat. Tidak ada kehidupan, bahkan lampu gantung yang tiap Bryna bangun dari tidur sudah menyala di ruang tengah saja tak mengeluarkan sedikit cahaya. Hanya lampu kecil yang menempel di tembok menjadi penerang, remang-remang.
Praktis Bryna mengerutkan kening saat mata bulat sedikit lebar miliknya melihat kearah jendela dengan gorden menjuntai panjang kebawah, sedikit bergoyang karena tertiup angin, artinya, jendela tidak tertutup dengan baik.
Tapi bukan itu intinya. "Belum begitu terang," Bryna berbicara pelan.
Satu kenyataan muncul menyadarkan. Sedetik kemudian, Bryna menepuk jidatnya sebab benda bulat yang menggantung di dinding menunjukkan pukul lima pagi. "Pantas saja, pasti Mommy belum bangun."
Suara knop pintu terdengar lirih saat gadis berusia hampir delapan tahun itu mencoba untuk memutarnya. Dibalik sana, terdapat wanita terlentang secara tidak manusiawi di atas ranjang, kepalanya hampir jatuh ke langai karena menjuntai kebawah, sungguh memalukan mengingat usianya yang beberapa tahun lagi akan menuju kepala tiga.
Bryna menggeleng pelan setelah mengetahui bentukan tidur ibunya, gadis cilik berbalutkan kaos longgar itu perlahan memasuki kamar, mencoba untuk naik ranjang setelah melepaskan sepatu snakers miliknya.
"Mommy." gadis pemilik kulit tan itu menggoyangkan tubuh milik ibunya—Roseta Marveen.
Tak ada respon.
Perlahan dengan gerak begitu lamban, Bryna mencoba untuk menelungsup di balik selimut ikut tenggelam bersama ibunya dibawah sana.
"Eeeuuugh." Roseta yang belum sadar penuh itu melenguh, merasa ada yang mengganggu namun, sudah jelas dan sangat tahu siapa pelakunya, sontak saja dengan gerakan pelan, wanita cantik itu merengkuh putri semata wayangnya.
"Mom, Bryna rindu Daddy, kapan Daddy pulang?"
Roseta membuka matanya, mengulas senyuman sebentar, "Nanti sore sweetheart, besok kita 'kan harus berangkat ke Negara I."
"Yaaay, benarkah? Apa Daddy akan pulang sungguhan?" Mata Bryna sampai berbinar saking senangnya.
Roseta memilih diam dan hanya mengangguk semangat sebagai jawaban, yang sudah pasti membuat buah hatinya sunguh luar biasa senang.
"Semoga Daddy tidak melupakan skateboard pesananku."
Ya Tuhan.
Roseta baru ingat bahwa putri kesayangnnya itu selalu punya maksud tertentu dalam percakapan di pagi hari.
Kenapa bisa ia sampai lupa begini?
Tapi tunggu.
Roseta mengendus tubuh putrinya. "Adek sepagi ini wangi sekali." Wanita itu juga memindai penampilan Bryna. "Sudah rapi, mau kemana?" tanyanya kemudian.
*"Mau bermain basket dan skateboard*, Mom," jawabnya lugu.
"Harus pagi-pagi sekali ya?"
"Ayolah Mom, hari ini hari terakhirku di Negara A, berikan aku kesempatan untuk mengucapkan perpisahan dengan club basket dan skeatboard, ya?" pintanya memelas terlebih memohon.
Bryna bukanlah tipe gadis yang akan seenak jidatnya keluar rumah tanpa persetujuan dari orang tua, kecuali urusan yang sangat mendesak saja.
*"Iya sweetheart*, Mommy ijinin, apa sih yang enggak buat Bryna."
Jawaban Roseta disambut dengan binaran mata Bryna yang tampak berkilau.
Bahagia.
Hanya begitu saja membuat Bryna bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Sari Supartini
hai kak jangan lupa mampir yah di karya aku maribsaling dukung
2023-01-06
1
Arunika
Eh tapi udah berpuluh2 episode dong
2022-12-18
0
Arunika
Asik work baru
2022-12-18
0