Dia Dengan Umpatannya

Suasana hening menambah kekawatiran Roseta yang sedang duduk di salah satu kursi sebuah cafe pastry. Jemarinya pun tak kalah hebat dalam merespon apaun yang akan terjadi setelah ini, saling meremat pun berkeringat. Bahkan hawa dingin ruangan saja tak mampu menghalau buliran-buliran yang keluar dari sekujur pori-pori tubuhnya.

Roseta sedang menunggu seseorang, Jay tentu saja, sesuai janji tadi pagi, maka terdamparlah wanita itu disini setelah pekerjaanya di rumah sakit selesai.

Pintu utama cafe terdorong dari arah luar, artinya ada pengunjung yang datang, setelah menangkap perwujudan dari arah sini, Roseta bertambah gemetar. Sosok Jay datang membawa senyuman yang menyejukkan, betapa baiknya orang ini, pria yang selalu menemani apapun dan bagaimanapun keadaan Roseta.

Sedangkan Jay sendiri menangkap presensi wanita yang menjadi tujuan utamanya datang ke tempat ini, dengan lari kecil, pria berkulit cerah itu menghampiri pun segera duduk berhadapan. "Sudah lama?" tanya Jay kemudian.

Roseta tersenyum, menyembunyikan kekawatiran yang terkumpul sejak tadi. "Lumayan," jawabnya diakhiri cengiran. "Mau aku pesenin kopi?" tawarnya kemudian, pun Jay mengiyakan.

Selang beberapa saat, pesanan sudah datang, Jay dengan tersenyum pun mengucapkan, "Terimakasih," kepada pelayan yang baru saja melenggang pergi.

Jay mendongak guna memandang netra legam milik seseorang yang sedari tadi menampilkan raut kekawatiran, pria itu tahu persis setiap gerak-gerik mencurigakan dari Roseta yang sudah delapan tahun ini tinggal bersamanya, jadi percuma bagi wanita itu untuk berbohong ataupun menyangkal.

"Jadi, ada apa? Hmm?" tanya Jay kemudian.

Roseta yang dipandang seintens itu langsung saja luluh dan sedikit tenang, tidak bisa diragukan ketulusan dari Jay yang selama ini menjaganya begitupun putrinya mampu menjadi candu kala Roseta mengalami ketegangan.

"Jay," Panggil Roseta, wanita itu sedikit tercekat ragu, kalimat yang sudah disusun rapi hanya mampu menggantung diudara tanpa mampu ia baca.

Jay meraih tangan Roseta, mengelusnya disana. "Katakan pelan-pelan," sarannya.

"Bryna, dia udah pernah ketemu Theo," ucapnya cepat pun tanpa jeda dengan satu tarikan napas.

Jay mematung, Roseta pun merasa tangannya tergenggam erat di bawah telapak tangan Jay.

Apakah wanita ini salah bicara sehingga mampu memunculkan kobaran api untuk si pria?

Terbukti, wajah Jay sekarang sudah merah padam menahan amarah, jangan lupakan sorot matanya yang membidik tajam siap menembakkan peluru tepat di jantung wanita dengan buntelan hoodie hitam di depannya.

"Sejak kapan? Berapa kali? Dimana?" tanyanya bertubi-tubi tanpa memperdulikan ketakutan yang melanda diri Roseta, tak lupa nada khawatir dari mulutnya yang keluar dengan semburat emosi.

Roseta ingin menjawab, namun ragu yang didapati, takut membuat semakin menumpahkan gas yang dapat menimbulkan kobaran api dalam kepala Jay. Tapi semua pikiran itu ditepis begitu saja mana kala genggaman Jay sudah mulai melemah, pun dengan desiran halus napasnya yang teratur menandakan Jay tahu wanita di depannya ini sedang ketakutan akibat respon yang terkesan sangat berlebihan darinya.

"Maaf terlambat ngasih tahu kamu, Jay. Andai Liliana waktu itu nggak bilang, mungkin sampai saat ini aku nggak akan tahu," jawab Roseta sedikit tenang.

Jay mengangguk mengerti. "Lalu? Jawab pertanyaanku yang tadi," pintanya yang masih dengan tatapan dan nada datarnya.

"Tiga hari yang lalu. Theo Coach cadangan basket di sekolahan itu. Anaknya sekolah di sekolahan itu. Aku juga baru mendapat fakta, Jeko suami Liliana berteman dengan Theo. Kita harus gimana, Jay? Apa baiknya Bryna pindah sekolah saja?”

Sebenarnya Jay sangat marah saat ini, bagaimana masalah seserius ini dapat Roseta sembunyikan selama tiga hari, mungkin memang sangat berlebihan, namun tidak ada yang lebih penting dari pada ini, bahkan Jay rela kehilangan semua hartanya hanya demi Bryna.

Jay menghela berat napasnya, tangannya yang semula menggenggam tangan Roseta pun juga terlepas beralih meraup mukanya kasar.

"Aku menunda pulang ke Negara A sampai batas yang belum bisa aku tentukan, pastikan semua aman. Aku percaya padamu," Jay berkata saat telepon genggam itu menempel pada telinga kirinya.

Roseta menegang sangat tahu apa yang barusan di dengarnya, tidak menyangka juga Jay akan melakukan hal berlebihan seperti itu, pasalnya perusahaannya sedang dalam masa promosi.

"What are you doing, are you crazy?" tersentak saat mengatakan, pun Roseta sedikit menyentak juga.

"I can't stay silent!!" dengan tatapan dingin, satu persatu kata diucapkan penuh penekanan oleh Jay.

"Jay, Please. Baigaimana dengan Maria?"

"Please, don't talk about it," geram Jay yang tidak mau keluar dari topik. "Aku hanya ingin sepenuhnya di samping Bryna, itu saja. Tolong kau pahami itu, Roseta!"

Roseta merasa frustasi, di tenggelamkanlah wajah cantik miliknya di kedua telapak tangan, Roseta menangis, tak lama wanita satu anak itu menengadahkan wajahya lagi. "Kamu harus menikah, cepat nikahi Maria, Jay. Sudah saatnya aku mandiri, Bryna juga sudah besar."

"Tidak," tolak Jay tegas.

"Ya Tuhan, Jay, please, kamu keras kepala banget, Laura sudah menunggumu lama. Aku sangat berterimakasih sekali soal itu. Ayo kita berhenti," pinta Roseta melemah penuh harap.

Maria Clare, wanita bule perpaduan dari Negara A dan I, kekasih dari Jay. Wanita berhati baik yang rela kekasihnya tinggal bersama Ibu tunggal yang tidak lain dan tidak bukan adalah Roseta sendiri. Tidak ada kesabaran yang dapat melebihi kesabaran yang dimiliki Maria pun dia juga sangat menyayangi Bryna, seorang gadis manis yang memanggil kekasihnya dengan sebutan Daddy.

"Kamu yang keras kepala, Roseta," intruspi suara wanita memecah suasana mencekam akibat perdebatan Roseta dan Jay, lantas saja keduanya menoleh guna menemukan sosok itu.

"Maria," kompak Roseta dan Jay menyebut nama itu bersama, Maria memutar bola matanya, kesal sekali dengan Roseta yang menurutnya sok tahu.

"Hei! Roseta, apa kamu lupa dengan tangisan Bryna yang kerab kali kita dengar? Kau lupa betapa sedihnya putri kecil itu saat mengatakan agar Jay tetap bersamanya? Kau ini tega sekali." Maria luar biasa emosi, menurutnya ia biasa-biasa saja tanpa beban, itu memang jujur, Maria juga sangat mencintai Bryna, tidak masalah dengan keadaan yang rumit ini.

Jay baru saja ingin berbicara sebelum Roseta menimpali lebih dulu. "Stop! kalian jangan memarahiku," pinta Roseta memelas namun air matanya itu lho, kenapa terus saja mengalir, tolong Roseta jangan cengeng, katanya kuat dan harus mandiri.

Maria menarik kursi yang dengan kasar lalu mendudukkan bokonya dengan kasar juga, setelah itu menarik napas pelan lalu memutar pandangannya pada Roseta lagi. "Biarkan Jay melakukan kewajibannya. Please menurutlah, kalau tidak, aku akan mengakhiri hubunganku dengan Jay sekarang juga."

"Maria, apa-apaan sih?" Jay marah, matanya yang melotot hampir jatuh ke lantai.

Maria tak kalah melotot menatap balik bola mata Jay yang sudah seperti bola disiram api. "Which is why you will leave the talking to me."

Roseta yang menyaksikan pertengkaran antar kekasih itu diam-diam mengulum senyum bahagia, jemarinya juga mencuri-curi untuk menghapus lelehan air mata.

"Roseta, aku mohon sama kamu. Demi Bryna. Biarkan Jay berada disampingnya, bila perlu dua puluh empat jam."

...\~\~\~ ...

Roseta menatap punggung Maria dan Jay yang baru saja dilahap pintu keluar.

"Aku selalu kalah jika berdebat dengan mereka," gumam Roseta putus asa saat Jay tetap ngotot ingin berada di samping Bryna dengan bantuan Maria yang otomatis membuat ia bungkam tak bisa membantah.

*Itulah keputusan final* yang diambil dari perundingan sore ini. Roseta duduk sendirian lagi sekarang. Jay pamit untuk mengantar Maria pulang. Terdengar bising lirih alunan musik yang mengundang Roseta untuk berdayu mengikuti irama sampai dua menit kedepan. Dirasa sudah letih dan saatnya pulang, Roseta beranjak menuju etalase untuk memilih cake berlumuran coklat pesanan dari Bryna.

"Aku pilih ini, bisakah kau bungkuskan untukku?" pintanya kepada salah satu pegawai cafe pastry sesaat tangannya menunjuk kue pilihan, setelah itu Roseta segera membayar.

Dengan perasaan lega namun masih membawa beban yang masih tersisa, Roseta melangkahkan kakinya di lantai berlapiskan kayu coklat sangat elegan bila dipandang, bersamaan itu netranya mengarah pada pintu utama yang terbuat dari kaca dengan film yang begitu gelap.

Roseta meraih pegangan kayu pada sisi samping pintu kaca, lalu ditariknya kedalam guna mempermudah aksinya untuk keluar dari cafe ini.

Sepersekian detik tangan kanannya yang melintang dengan jari yang masih tertaut menjadi satu dengan kayu pada sisi pintu itu kaku, seolah tidak bisa bergerak. Matanya menajam penuh emosi, pun tubuhnya ikut menegang.

"Papa, ayo masuk."

Tangan kiri Roseta melemas kala telinganya mendengar suara kecil anak yang berada di gendongan si pria, alhasil cake coklat yang semula ingin dibawakan untuk Bryna dengan suka rela berhamburan di lantai.

Di hadapannya, sosok pria dewasa yang sedang mendekap putrinya itu mampu memberikan serangan bagai jutaan volt aliran listrik dalam sekali sengatan yang terkumpul di satu titik jantungnya, menjadikan Roseta kekusahan untuk sadar.

Roseta tidak kuasa menahan lagi perangai seseorang itu, sebelum sekujur tubuhnya menjadi lemas tak terkendali, dengan sadar Roseta memutuskan pandangannya dan segera bergegas berlari ke arah luar.

"Sayang kamu pilih sebentar kuenya, pilih sebanyak-banyaknya, Papa mau ke toko seberang sana sebentar," perintah Theo pada putrinya setelah sesaat Roseta keluar dengan gesitnya.

Rahel mengangguk, disaat Theo menurunkan putrinya dari gendongan saat itu juga pria itu langsung keluar dari toko pastry.

Theo mengedarkan pandangannya pada penjuru tempat, tepatnya arah parkir cafe pastry, tapi Theo tidak mendapati apa yang di carinya. Tak begitu lama, sekelebat hazel matanya menangkap seseorang berlari terseok ke arah kanan, wanita itu dikenalinya, wanita yang baru saja membuat jantungnya terasa meledak.

Theo segera berlari ke arah dimana Roseta berada, karena jangkauan kakinya sangat lebar, tidak butuh waktu lama untuk Theo dapat menyusul keberadaan Roseta.

Theo menarik kasar tangan Roseta. "Aaaw," wanita itu memekik, betapa terkejutnya Roseta. Tidak pernah terbayangkan pria penghianat ini masih mau mengejarnya sampai berlari, untuk apa coba?

Theo tersenyum miring mendapati Roseta yang tertegun tepat di depannya, perasaan kesakitan itu muncul lagi dipermukaan seolah membakar akal sehatnya.

"Wanita murahan."

Roseta terdiam, ditatapnya nanar pria yang baru saja membuatnya bungkam bak menelan duri dan tersangkut ditenggorokan.

Ada apa ini?

Kenapa?

Walau bagaimanapun, Roseta mampu melihat betapa frustasinya seorang Matheo Ranu Pandega disamping perkataan kotornya. Roseta juga tahu di dalam mata berang pria itu menyimpan kegundahan. Roseta mengenal Theo, lebih dari siapapun.

Roseta sungguh ingin penjelasan, namun seolah mulut yang akan menganga kembali dihentikan olehnya.

"Aku mendengar dari seseorang, kau membawa putrimu? Ah, jika boleh aku tebak, apa itu buah dari perbuatanmu dengan pria itu? Jay?"

Satu tamparan mendarat di pipi Theo.

Roseta merasa panas ditelapak tangannya, ia seperti tertusuk belati di ulu hati. Bagaimana bisa pria yang paling dicintainya berkata dengan tuduhan sedemikian rupa.

"Jangan berbicara lebih atau kau akan menyesal di setiap ucapanmu Matheo Ranu Pandega!"

Theo tak menghiraukan, pria itu meraih pinggang Roseta untuk ditariknya lebih dekat, tatapan tajam bak iblis darinya membius kekawatiran dari wanita berhoodie hitam itu. Roseta sampai menutup mata secara otomatis akibat perlakuan Theo yang diluar dugaan.

Tangan Theo yang semula mencekal lengan, perlahan berpindah untuk menyelipkan anakan rambut pirang milik wanita itu ke belakang telinga, Roseta hanya masih diam sibuk mencerna, melihat apa saja yang akan di lakukan pria aneh ini padanya.

“Masih bisa mengelak? Bagaimana rasanya bercin*a dengan sahabatmu sendiri?” Bisik Theo tepat di telinga Roseta.

Roseta mendorong untuk melebarkan jarak dengan Theo, dan saat kesempatan dengan emosi masih mengerubung kepala Roseta, tak menunggu kesempatan lebih lama, wanita itu menampar Theo lagi.

"Jaga mulutmu Tuan Matheo Pandega." Roseta berdesis.

Hati Theo teriris mendengar kata Tuan yang tersemat sebelum penyebutan namanya. Sangat asing dan aneh. Seakan tamparan sebelumnya hanyalah sengatan kecil, Theo mengabaikan dan hanya tertawa seperti orang sinting. Mata pria itu memerah, sakit hatinya masih terasa.

"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Theo seperti orang gila. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau aku mengajakmu bercin*a di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu Nona Roseta?"

Ada apa ini?

“Berhenti berbicara omong kosong, Theo.”

"Omong kosong apa yang kau sebut Nona Roseta?"

Entah kekuatan dari mana, Roseta dengan sangat berani mendekati Theo, semakin dekat dengan jarak yang hampir menghapus jejak, ia mendongak untuk menyatukan tatapan.

"Hanya tutup mulutmu dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku!" lolosnya tepat di depan mulut Theo, sedikit saja, hanya sedikit saja jika Theo bergeming, maka ciuman tak akan terhindarkan.

Setelah kata yang teramat dingin mampu teruraikan, Roseta mundur dan tanpa adanya respon dari si pria yang masih mematung, wanita itu berlalu kembali ke area parkiran cafe pastry untuk mengambil mobil dan kembali pulang.

Roseta mengendarai mobinya dengan sangat tenang, namun tangisan itu sangat mengganggu dan tidak dapat dikendalikan. Roseta menepikan mobilnya, di tenggelamkannya wajah sembab itu pada kendali mobil, lambat laun punggungnya naik turun, tubuhnya bergetar hebat.

Saat ini juga, Roseta menangis sejadi-jadinya. Berteriak, mengumpat hingga menyumpahi Theo. Roseta sangat mencintai pria itu, tapi apa ini, ia rasanya ingin mati.

Rose mulai berpikir.

Haruskah ia meninggalkan Negara ini lagi?

Terpopuler

Comments

Arunika

Arunika

Tegas bgt

2022-12-18

0

Arunika

Arunika

Dunia sesempit itu

2022-12-18

0

Merita

Merita

Sialan mulut theo

2022-12-16

0

lihat semua
Episodes
1 Masa Lalu dan Sekarang
2 New Season
3 Gundah
4 Dia Dengan Umpatannya
5 Pelukan Jay
6 Apa Boleh?
7 Penasaran Yang Terkubur
8 Theo dan Kenangan
9 Bertemu Bryna
10 Sial
11 Dongkol
12 Musibah
13 Basket Sebelum Fajar
14 Khawatir
15 Akal Bulus
16 Buruk
17 Rahasia
18 Kacau
19 What?
20 Mencari Tahu
21 Vante
22 Mencurigakan
23 Pertemuan Tak Terduga
24 Jackpot
25 Jebakan
26 Jalan Yang Benar
27 Bryna, Oh Bryna!
28 Takut
29 Pemaksa
30 Bryna Bingung
31 Tegang
32 Canggung
33 Bryna and Daddy
34 Sebuah Rencana
35 Miss but Sad
36 Biarkan Aku Memelukmu
37 Berlutut
38 Ada Yang Salah
39 Waktunya Bermain
40 Sedikit Saja
41 Dewasa
42 Anderson
43 Terjebak
44 Time
45 Kesalahan Yang Harus Ditebus
46 Bola Basket
47 Bingung
48 Panik
49 Roseta Datang
50 Sengit
51 Cerdik
52 Meet
53 Berpisah?
54 Twin
55 Masa Lalu
56 Roseta Terganggu
57 Jealous
58 Bercanda?
59 Dengan Benar
60 Berita Apa?
61 Maaf
62 Marah
63 Keras Kepala
64 Dilema
65 Ungkapan
66 Save Us
67 Kembali
68 Tidak Bisa Berkata-Kata
69 Siasat
70 Difficult
71 Kejutan
72 Secret
73 Mimpi
74 Marah
75 Feeling
76 Promise
77 Makan Malam
78 Sampai Jumpa
79 Ringkus
80 Pergi
81 Not Same
82 Kembali
83 Proposal
84 Lagi?
85 Wedding
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Masa Lalu dan Sekarang
2
New Season
3
Gundah
4
Dia Dengan Umpatannya
5
Pelukan Jay
6
Apa Boleh?
7
Penasaran Yang Terkubur
8
Theo dan Kenangan
9
Bertemu Bryna
10
Sial
11
Dongkol
12
Musibah
13
Basket Sebelum Fajar
14
Khawatir
15
Akal Bulus
16
Buruk
17
Rahasia
18
Kacau
19
What?
20
Mencari Tahu
21
Vante
22
Mencurigakan
23
Pertemuan Tak Terduga
24
Jackpot
25
Jebakan
26
Jalan Yang Benar
27
Bryna, Oh Bryna!
28
Takut
29
Pemaksa
30
Bryna Bingung
31
Tegang
32
Canggung
33
Bryna and Daddy
34
Sebuah Rencana
35
Miss but Sad
36
Biarkan Aku Memelukmu
37
Berlutut
38
Ada Yang Salah
39
Waktunya Bermain
40
Sedikit Saja
41
Dewasa
42
Anderson
43
Terjebak
44
Time
45
Kesalahan Yang Harus Ditebus
46
Bola Basket
47
Bingung
48
Panik
49
Roseta Datang
50
Sengit
51
Cerdik
52
Meet
53
Berpisah?
54
Twin
55
Masa Lalu
56
Roseta Terganggu
57
Jealous
58
Bercanda?
59
Dengan Benar
60
Berita Apa?
61
Maaf
62
Marah
63
Keras Kepala
64
Dilema
65
Ungkapan
66
Save Us
67
Kembali
68
Tidak Bisa Berkata-Kata
69
Siasat
70
Difficult
71
Kejutan
72
Secret
73
Mimpi
74
Marah
75
Feeling
76
Promise
77
Makan Malam
78
Sampai Jumpa
79
Ringkus
80
Pergi
81
Not Same
82
Kembali
83
Proposal
84
Lagi?
85
Wedding

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!